OPINI
70
sosial kultural masyarakat setempat. Kearifan lokal
umumnya berskala kecil baik dari segi organisasi
maupun kelembagaan. Walau begitu, kebanyakan
upaya kearifan lokal terbukti efektif dalam mengatasi
risiko langsung yang menimpa korban. Alasannya
adalah
karena
masyarakat
setempat
lebih
mengetahui, lewat pengalaman yang lama dan di
lokasi yang sama, sehingga lebih dapat merespon
bencana dengan kekuatan yang memang tersedia
di wilayahnya. Sebagai contoh, pada saat bencana
tsunami di Simeuleu, kearifan lokal setempat yang
bernama Smong berhasil menyelamatkan 78 ribu
masyarakat dari bencana tersebut. Kearifan ini
diwariskan sejak peristiwa tsunami tahun 1907.
Kapanpun masyarakat mendeteksi adanya gempa
atau penurunan permukaan laut, masyarakat
langsung secara berbondong-bondong mengungsi
ke tempat tinggi atau perbukitan. Akibatnya hanya
tercatat tujuh korban jiwa padahal tsunami mencapai
pantai dengan ketinggian 4 meter.
Kearifan lokal dapat dioptimallkan oleh personel
TNI AL yang bertugas di wilayah bencana dengan
menjadikannya sebagai suatu upaya yang berskala
besar dengan melibatkan berbagai elemen manajemen
bencana dengan jalan melakukan pengoleksian
berbagai kearifan lokal di daerah setempat dan
daerah lain secara spesifik mengenai bencanabencana yang mungkin akan menimpa masyarakat.
Hasil koleksi ini kemudian dijadikan bahan untuk
kurikulum pendidikan kebencanaan. Upaya untuk
menggunakan kearifan lokal dalam manajemen
bencana serta usaha menggabungkannya dengan
metode penanggulangan becana modern akan
meningkatkan kredibilitas TNI AL dalam perspektif
masyarakat.
3.
Dapat menularkan pengetahuan kebencanaan
kepada masyarakat daerah sehingga memenuhi
standar sadar bencana. Tidak semua masyarakat
daerah memiliki kearifan lokal untuk menghadapi
bencana. Hal ini disebabkan pengaruh filosofis
maupun ketiadaan pengalaman terhadap bencana itu
sendiri. Pengaruh filosofis datang dari keyakinan kalau
bencana merupakan takdir atau kutukan sehingga
tidak mengambil langkah-langkah pencegahan dan
penanggulangan. Dari segi pengalaman, banyak
daerah di Indonesia mungkin belum pernah merasakan
bencana tertentu sehingga tidak tahu bagaimana
bereaksi ketika bencana tersebut datang. Atas dasar
inilah, kesadaran bencana harus menjadi bagian dari
warisan budaya setiap orang dan pengembangannya
harus dilakukan pada semua level, dari anak-anak
usia dini hingga manula.
Ada dua cara menanamkan kesadaran bencana
pada masyarakat. Cara pertama adalah cara praktis
yang bersifat jangka pendek dengan memberikan
resep apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan saat bencana. Cara kedua adalah
cara jangka panjang yang berupa meningkatkan
kemampuan mempersepsi, memikirkan, merasakan,
dan berperilaku yang sadar dengan bencana.
Personel TNI AL harus mendapatkan pendidikan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga
dapat dibangun hubungan berkelanjutan dengan
masyarakat untuk meningkatkan pertahanan bangsa,
baik secara langsung lewat kesadaran bencana,
maupun secara tidak langsung lewat kerjasama
militer-si [[[H