SEKOLAH PENERBANGAN
TNI ANGKATAN LAUT
Perkembangan
Dunia
Pendidikan
Penerbangan TNI Angkatan Laut
Sejarah perkembangan TNI Angkatan Laut
diawali pada masa terbentuknya Negara Republik
Indonesia Serikat (RIS), sebagai hasil dari Konferensi
Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 di Den Haag,
Belanda. Sebagai tindak lanjut KMB, berlangsung
penyerahan semua aset milik pemerintah kolonial
Hindia Belanda kepada RIS termasuk aset Angkatan
Perangnya. Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat
(ALRIS) memperoleh pelimpahan berbagai peralatan
dan instalasi militer yang sebelumnya dikelola oleh
Koninklijke Marine (KM), termasuk di dalamnya
Marine Vlieg Kamp (MVK – Pangkalan Penerbangan
Angkatan Laut) Morokrembangan dan Tanjung Priok,
tetapi tidak ada satu pesawat terbang pun yang
diserahkan. Pesawat terbang Amfibi Catalina milik
Marine Luchtvaart Dienst (MLD – Dinas Penerbangan
Angkatan Laut Belanda) diserahkan kepada Angkatan
Udara RIS. Hal ini dapat dipahami karena Angkatan
Laut RIS pada saat itu belum memiliki seorang
penerbang pun.
Sebelumnya pada tahun 1949 pemerintah Hindia
Belanda telah mengirim lima orang pemuda untuk
mengikuti pendidikan Perwira AL di negeri Belanda.
Dua diantaranya mengikuti pendidikan penerbang,
yaitu Taruna Moedjono Poerbonegoro dan Taruna
Sahono Subroto. Mereka mengikuti pendidikan di
Koninklijk Instituut voor de Marine (KIM – Lembaga
Pendidikan Perwira Angkatan Laut Kerajaan
Belanda) yang terletak di kota Den Helder. KIM pada
mulanya memang mempunyai bagian Penerbangan
(Vliegdienst) di samping bagian Pelaut, Teknik, Teknik
elektro, Marinir dan Administrasi.
Tahun berikutnya, 1950, ALRIS mengirim 33 orang
taruna ke KIM. Sebagian besar untuk Korps Pelaut
dan hanya 3 orang calon Penerbang yaitu A.H.K.
Hamami, Soedarsono, dan R.E.B.O. Tjokroadirejo.
Berdasarkan Surat Keputusan KSAL Nomor
1.29.1.24 tanggal 17 Juni 1956, terbentuk suatu
wadah penerbangan Angkatan Laut dengan nama Biro
Penerbangan Angkatan Laut yang merupakan badan
staf di bawah Staf Umum ALRI di Jakarta. Biro ini
dipimpin oleh Kapten Moedjono Poerbonegoro namun
karena ia lebih banyak berada di Bandung untuk
menerbangkan pesawat Dakota AURI, pekerjaan
sehari-hari ditangani oleh Letnan A.H.K. Hamami dan
Letnan R.E.B.O. Tjokroadiredjo. kedua orang Perwira
muda harus memikirkan sendiri semua masalah
yang dihadapi Biro Penerbangan tanpa ada yang
membimbingnya.
Sampai pada tahun 1960, pelatihan bagi calon
penerbang Angkatan Laut diselenggarakan di Royal
Air Force (RAF), Inggris, termasuk di dalamnya
pengiriman 16 orang taruna Ikatan Dinas Pendek
(IDP) yang direkrut langsung setelah tamat SMA untuk