Cakrawala Edisi 419 | Page 26

SEKOLAH PENERBANGAN TNI ANGKATAN LAUT Perkembangan Dunia Pendidikan Penerbangan TNI Angkatan Laut Sejarah perkembangan TNI Angkatan Laut diawali pada masa terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 di Den Haag, Belanda. Sebagai tindak lanjut KMB, berlangsung penyerahan semua aset milik pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada RIS termasuk aset Angkatan Perangnya. Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (ALRIS) memperoleh pelimpahan berbagai peralatan dan instalasi militer yang sebelumnya dikelola oleh Koninklijke Marine (KM), termasuk di dalamnya Marine Vlieg Kamp (MVK – Pangkalan Penerbangan Angkatan Laut) Morokrembangan dan Tanjung Priok, tetapi tidak ada satu pesawat terbang pun yang diserahkan. Pesawat terbang Amfibi Catalina milik Marine Luchtvaart Dienst (MLD – Dinas Penerbangan Angkatan Laut Belanda) diserahkan kepada Angkatan Udara RIS. Hal ini dapat dipahami karena Angkatan Laut RIS pada saat itu belum memiliki seorang penerbang pun. Sebelumnya pada tahun 1949 pemerintah Hindia Belanda telah mengirim lima orang pemuda untuk mengikuti pendidikan Perwira AL di negeri Belanda. Dua diantaranya mengikuti pendidikan penerbang, yaitu Taruna Moedjono Poerbonegoro dan Taruna Sahono Subroto. Mereka mengikuti pendidikan di Koninklijk Instituut voor de Marine (KIM – Lembaga Pendidikan Perwira Angkatan Laut Kerajaan Belanda) yang terletak di kota Den Helder. KIM pada mulanya memang mempunyai bagian Penerbangan (Vliegdienst) di samping bagian Pelaut, Teknik, Teknik elektro, Marinir dan Administrasi. Tahun berikutnya, 1950, ALRIS mengirim 33 orang taruna ke KIM. Sebagian besar untuk Korps Pelaut dan hanya 3 orang calon Penerbang yaitu A.H.K. Hamami, Soedarsono, dan R.E.B.O. Tjokroadirejo. Berdasarkan Surat Keputusan KSAL Nomor 1.29.1.24 tanggal 17 Juni 1956, terbentuk suatu wadah penerbangan Angkatan Laut dengan nama Biro Penerbangan Angkatan Laut yang merupakan badan staf di bawah Staf Umum ALRI di Jakarta. Biro ini dipimpin oleh Kapten Moedjono Poerbonegoro namun karena ia lebih banyak berada di Bandung untuk menerbangkan pesawat Dakota AURI, pekerjaan sehari-hari ditangani oleh Letnan A.H.K. Hamami dan Letnan R.E.B.O. Tjokroadiredjo. kedua orang Perwira muda harus memikirkan sendiri semua masalah yang dihadapi Biro Penerbangan tanpa ada yang membimbingnya. Sampai pada tahun 1960, pelatihan bagi calon penerbang Angkatan Laut diselenggarakan di Royal Air Force (RAF), Inggris, termasuk di dalamnya pengiriman 16 orang taruna Ikatan Dinas Pendek (IDP) yang direkrut langsung setelah tamat SMA untuk