Booklet PHX #26: Post-Literacy | Page 19

Reading and writing are doomed. Literacy as we know it is over. Welcome to the post-literate future.
Tiga kalimat di atas mungkin terasa hiperbolis, namun layak untuk direnungi, dikaji, dan diperdalam lebih lanjut. Kalimat yang begitu provokatif tersebut ditulis oleh Michael Ridley di halaman depan web-based project bernama Beyond Literacy 1 yang ia bangun sejak 2012 lalu. Proyek ini merupakan sebuah eksperimen untuk membuka ruang diskursus mengenai fenomena yang terjadi secara global di dunia literasi. Ridley tidak mengajukan banyak hal, hanya sebuah kemungkinan bahwa akan tergantikannya aksara dengan sesuatu lain, yang ia belum tahu apa, dan hal itu akan merevolusi manusia secara masif dan total sebagaimana dahulu literasi merevolusi manusia bertradsi lisan.
Fenomena apa yang sebenarnya Ridley maksud? Dalam era dimana teknologi sudah mencapai titik yang semakin sukar untuk dipahami, dimana machine learning 2 sudah menjadi kenyataan, dimana virtual reality akan masuk sebagai perangkat keseharian, ataupun dimana Google lebih mengerti diri kita sesungguhnya ketimbang kita sendiri, kemungkinan( atau kenyataan) bahwa literasi akan segera memasuki wujud baru bukan lagi hanya tuduhan, klaim, ataupun provokasi tak berdasar. Mulai dari level anak kecil hingga orang dewasa, membaca buku bukan lagi suatu hal yang melebur dalam kehidupan sehari-hari. Untuk belajar sesuatu, Youtube dan berbagai online course lain mungkin akan lebih bisa memfasilitasi dengan tingkat kejelasan dan kefektifan yang tinggi. Orang tidak perlu membaca Das Kapital untuk memahami komunisme, atau tidak perlu membaca Being and Time untuk memahami eksistensialisme Heidegger, tidak perlu membaca Origin of Species untuk memahami teori evolusi Darwin. Informasi sekilas, meskpun hanya berupa teks singkat sekian paragraf, atau video penjelasan yang ringkas, atau doktrin serta ajaran yang dberikan oleh otoritas, yang entah ditulis atau dibuat oleh siapa dengan latar belakang apa, mendominasi basis pengetahuan ketimbang kedalaman ilmu yang sesungguhnya. Dalam hal ini, teks menjad mandul, ia kehilangan otoritasnya.
Dalam sisi praksisnya sendiri, begitu banyak dilema dan polemik yang terjadi di dunia perbukuan, penerbitan, dan kepenulisan, yang membuat literasi tidak mencapai energi optimumnya. Seorang pegiat literasi, M. Iqbal Dawami, bahkan menyebut keadaan ini sebagai Pseudoliterasi, keadaan dimana literasi hanya mewujud dalam rupa yang semu, gadungan, tidak utuh. Buku terkapitalisasi secara ironis,
1 Lih [ 3 ]
2 Algoritma program yang mampu memperbaiki kinerjanya sendiri seiring dengan‘ pengalaman’ yang program itu dapatkan melalui aliran data yang diberikan. Contoh machine learning adalah image recognition di Facebook.
18