Going Places
Transporter
D
i satu sisi, apresiasi harus diberikan
kepada pemerintah di bawah
kepemimpinan Presiden Joko Widodo
karena berhasil mengakselerasi pembangunan
infrastruktur jalan. Tidak saja di Pulau Jawa,
tetapi juga di luar Pulau Jawa, termasuk jalan
yang menghubungkan kota dan kabupaten
di Papua. Begitu juga dengan pengembangan
jalan rel di luar Jawa, dan yang terpenting adalah
mengembangkan infrastruktur angkutan publik
di perkotaan. Demikian ujar Tri Tjahjono yang
menyelesaikan masternya tentang Transport
Planning and Engineering dari University of
Leeds, Inggris.
Khusus mengenai angkutan perkotaan,
dosen Universitas Indonesia ini mengatakan
bahwa pemerintah masih perlu lebih giat
mengembangkan perencanaan yang kuat untuk
infrastruktur dan sarana umum perkotaan.
“Tidak semua kota memiliki kekuatan
fiskal untuk membiayai angkutan umum
berbasis rel, walaupun bekerja sama melalui
skema Kemitraan Badan Pemerintah dengan
Badan Usaha. Untuk ini diperlukan tahapan
berjenjang yang diawali dengan rasionalisasi
dan pembenahan angkutan umum yang
ada terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan
dengan mendorong angkutan massal
berbasis jalan hingga pada suatu saat dapat
dikonversikan kepada angkutan berbasis rel
bila permintaan dan kemampuan fiskal sebuah
kota sudah memadai,” lanjut Doktor yang
menyelesaikan S3-nya di bidang Keselamatan
Transportasi ini.
banyak bisa diharapkan karena keterbatasan
ruas yang diselesaikan. Dan yang terpenting,
belum ada skema bagaimana mengintegrasikan
angkutan ini dengan moda transportasi yang
sudah ada,” ujarnya.
Transportasi Pintar
Menurutnya skema integrasi transportasi ini
mendesak untuk segera diwujudkan. BRT tetap
menjadi tumpuan angkutan di Jakarta dan
seharusnya diperluas hingga wilayah Bodetabek.
Sejumlah keberhasilan Transjakarta menunjukkan
“The Power of BRT” dan bus regular system.
Dengan biaya yang lebih murah, bus-bus itu
mampu mengangkut penumpang yang besar
sehingga mobilitas kota berjalan. Karena itu,
menurutnya LRT, MRT dan BRT harus terintegrasi
dengan baik. Hal ini juga berlaku untuk LRT yang
diinisiasi oleh pemerintah pusat.
Selain itu, Tjahjono juga menekankan
pentingnya strategi skema tarif yang akan
sangat menentukan keberhasilan serta
pengaturan mobilitas masyarakat. Baik itu
di first mile perjalanan (perjalanan di
kawasan pemukiman), maupun last mile
(akhir perjalanan di tujuan perjalanan) perlu
dibenahi dengan baik.
Di sini taksi juga ikut berperan. “Angkutan
publik non-trayek seperti taksi masih sangat
dibutuhkan masyarakat, khususnya untuk
first mile dan last mile perjalanan dengan
mengombinasikan masyarakat menggunakan
angkutan massal agar biaya perjalanan
terjangkau dan dalam segi waktu dapat tercapai,”
Persoalan mendasar
yang harus mendapat
perhatian pemerintah
sekarang ini menurutnya
adalah integrasi transportasi
yang komprehensif.
INTELLIGENT | Perlu kecerdasan lebih untuk
mengatur sistem transportasi agar lebih maju.
lanjutnya, kemudian menambahkan catatan
bahwa masyarakat menggunakan taksi karena
taksi dianggap memiliki privasi tinggi yang juga
dibutuhkan masyarakat.
Mulai 2019 mendatang, Tjahjono melihat
sistem “transportasi pintar” harus menjadi
acuan pemerintah. “Pemerintah harus
memberi perhatian pada penerapan
teknologi yang sebentar lagi menjadi
keharusan, yaitu Intelligent Transportation
System (ITS). Pada gilirannya, masyarakat melalui
ponsel dapat memilih jenis angkutan dan
prediksi waktu tempuh yang terjamin,” ujar
Tri Tjahjono menyimpulkan.
Di Jakarta, Tri Tjahjono memuji pemerintah
yang mampu mempercepat terwujudnya
Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit
(LRT), yang diharapkan mampu membantu
sebagian masalah kronis mobilitas masyarakat
Jabodetabek. Meski begitu, beliau mengatakan
bahwa percepatan tersebut belum tentu bisa
menyelesaikan masalah kemacetan yang
ada. Karena menurutnya pemerintah belum
menaruh perhatian lebih pada skema
yang komprehensif tentang perencanaan
manajemen permintaan (demand management)
dan manajemen transportasi serta manajemen
lalu lintas.
Persoalan mendasar yang harus mendapat
perhatian pemerintah sekarang ini menurutnya
adalah integrasi transportasi yang komprehensif
sehingga masyarakat dapat menggunakan
angkutan umum dari awal perjalanan. Misalnya
menjadikan angkot sebagai feeder first mile
perjalanan yang terkoneksi dengan MRT, LRT,
dan Bus Rapid Transit (BRT).
“LRT dan MRT bila sudah dioperasikan akan
menjadikan Jakarta sebagai kota yang memiliki
platform angkutan massal seperti kota besar
lainnya. Tetapi dalam tahap awal ini belum
Mutiara Biru
55