Asatunews Magazine - edisi 01 Okt. 2013 | Page 24

WISATA Afrika Destinasi Baru Orang Kaya Cina Paris, Milan, dan Hong Kong terasa akrab bagi orang kaya Cina. Namun, beberapa di antara mereka merasa lelah dengan segala kemewahan yang kini terasa tidak istimewa lagi. Untuk mereka, Afrika telah menanti, kata Tianyin Shi, pemimpin divisi pengelola kekayaan pribadi di Deutsche Bank Cina. “Saya pertama kali datang ke Afrika pada 2011. Perjalanannya begitu menyenangkan, sampai-sampai saya langsung melakukan pemesanan untuk perjalanan berikutnya di ruang tunggu bandara,” kata Shi. Ia dan sang suami mencantumkan Botswana, Namibia, Afrika Selatan, dan Zambia dalam daftar negara yang telah mereka kunjungi. Afrika masih di luar pemikiran kebanyakan warga kaya Cina. Namun, benua itu perlahan-lahan mulai diminati warga Negeri Tirai Bambu itu. Afrika Selatan salah satunya. Pada paruh pertama 2012, terhitung lebih dari 60 ribu warga Cina berkunjung ke negeri itu. Menurut Kementerian Pariwisata Afrika Selatan, jumlah tersebut naik 68% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Cina telah menggeser Perancis sebagai pasar pariwisata asing terbesar keempat di Afrika Selatan. Para pelancong Cina ini bukan tipe turis yang mendaftar di paket tur atau banyak melewatkan waktu liburan dengan berkunjung ke pusat perbelanjaan. Menurut Shi, mereka cenderung tampil sebagai kelompok yang ingin menikmati tur pribadi serta meraih kesempatan bersafari. “Pemandangan di Afrika Selatan berbeda dengan Cina. Ada banyak area terpencil dengan jumlah manusia yang sangat sedikit. Kita seperti menjauh dari hiruk pikuk dunia. Dan itu sangat menenangkan,” kata Shi. Sebagian wisatawan Cina pertama kali mengenal Afrika dalam perjalanan bisnis. Investasi asing langsung Cina di Afrika naik menjadi $15 miliar pada 2011 dari di bawah $100 juta pada 2003. Pada 2009, Cina menggeser posisi Amerika Serikat sebagai rekanan investasi dan perdagangan terbesar Afrika, demikian laporan Kementerian Perdagangan Cina. Dibandingkan tujuan eksotis lain seperti Amerika Latin, Afrika memang lebih dekat dengan Cina. Waktu tempuhnya sekitar 12 jam menggunakan pesawat, bila berangkat dari Beijing atau Shanghai. Sesampainya di sana, menurut cerita Shi, selera wisatawan Cina yang umumnya gemar bermewah-mewah akan dimanjakan oleh kamp safari kelas atas serta jet pribadi. Suguhan yang lebih menitikberatkan kecantikan bentang alam ketimbang atraksi bersejarah juga menjadi daya tarik bagi turis Cina. “Kami keluar saat matahari terbit dan terbenam untuk melihat-lihat satwa. Setelah beberapa hari di sana, mata Anda akan terlatih, sehingga lebih mudah menemukan mereka,” katanya. Sekali waktu, Shi melancarkan kontak mata dengan seekor singa saat mobil jipnya melintas. “Saya sama sekali tak gentar. Ini adalah dunia mereka. Kami hanya pengamat,” katanya. Dalam perjalanan pertama mereka ke Afrika, kehadiran Shi dan keluarganya merupakan pemandangan langka di sana. Namun saat berkunjung ke Namibia tahun lalu, lewat Weixin, aplikasi jejaring sosial Cina, ia mengetahui temannya pun berada di Namibia. ASN-wsj 24 edisi 1/th. I | oktober 2013