WISATA
Afrika
Destinasi Baru
Orang Kaya Cina
Paris, Milan, dan Hong Kong terasa akrab bagi
orang kaya Cina. Namun, beberapa di antara
mereka merasa lelah dengan segala kemewahan
yang kini terasa tidak istimewa lagi.
Untuk
mereka, Afrika telah menanti, kata Tianyin
Shi, pemimpin divisi pengelola kekayaan
pribadi di Deutsche Bank Cina.
“Saya pertama kali datang ke Afrika pada 2011. Perjalanannya begitu
menyenangkan, sampai-sampai saya langsung melakukan pemesanan
untuk perjalanan berikutnya di ruang tunggu bandara,” kata Shi. Ia dan
sang suami mencantumkan Botswana, Namibia, Afrika Selatan, dan Zambia
dalam daftar negara yang telah mereka kunjungi.
Afrika masih di luar pemikiran kebanyakan warga kaya Cina. Namun,
benua itu perlahan-lahan mulai diminati warga Negeri Tirai Bambu itu.
Afrika Selatan salah satunya. Pada paruh pertama 2012, terhitung lebih
dari 60 ribu warga Cina berkunjung ke negeri itu. Menurut Kementerian
Pariwisata Afrika Selatan, jumlah tersebut naik 68% dibandingkan periode
yang sama pada tahun sebelumnya. Cina telah menggeser Perancis sebagai
pasar pariwisata asing terbesar keempat di Afrika Selatan.
Para pelancong Cina ini bukan tipe turis yang mendaftar di paket
tur atau banyak melewatkan waktu liburan dengan berkunjung ke pusat
perbelanjaan. Menurut Shi, mereka cenderung tampil sebagai kelompok
yang ingin menikmati tur pribadi serta meraih kesempatan bersafari.
“Pemandangan di Afrika Selatan berbeda dengan Cina. Ada banyak
area terpencil dengan jumlah manusia yang sangat sedikit. Kita seperti
menjauh dari hiruk pikuk dunia. Dan itu sangat menenangkan,” kata Shi.
Sebagian wisatawan Cina pertama kali mengenal Afrika dalam
perjalanan bisnis. Investasi asing langsung Cina di Afrika naik menjadi
$15 miliar pada 2011 dari di bawah $100 juta pada 2003. Pada 2009,
Cina menggeser posisi Amerika Serikat sebagai rekanan investasi dan
perdagangan terbesar Afrika, demikian laporan Kementerian Perdagangan
Cina. Dibandingkan tujuan eksotis lain seperti Amerika Latin, Afrika
memang lebih dekat dengan Cina. Waktu tempuhnya sekitar 12 jam
menggunakan pesawat, bila berangkat dari Beijing atau Shanghai.
Sesampainya di sana, menurut cerita Shi, selera wisatawan Cina yang
umumnya gemar bermewah-mewah akan dimanjakan oleh kamp safari
kelas atas serta jet pribadi. Suguhan yang lebih menitikberatkan kecantikan
bentang alam ketimbang atraksi bersejarah juga menjadi daya tarik bagi turis
Cina. “Kami keluar saat matahari terbit dan terbenam untuk melihat-lihat
satwa. Setelah beberapa hari di sana, mata Anda akan terlatih, sehingga lebih
mudah menemukan mereka,” katanya. Sekali waktu, Shi melancarkan kontak
mata dengan seekor singa saat mobil jipnya melintas. “Saya sama sekali tak
gentar. Ini adalah dunia mereka. Kami hanya pengamat,” katanya.
Dalam perjalanan pertama mereka ke Afrika, kehadiran Shi dan
keluarganya merupakan pemandangan langka di sana. Namun saat
berkunjung ke Namibia tahun lalu, lewat Weixin, aplikasi jejaring sosial
Cina, ia mengetahui temannya pun berada di Namibia.
ASN-wsj
24
edisi 1/th. I | oktober 2013