a
r
t
i
s
a
n
trotoar jalan, bangku-bangku di teras, pagar mini di depan rumah, lemari
tua, palang pintu, … Hingga mungkin pada akhirnya “pulang” itu bukan pada
apa yang dikenang, tapi pada apa yang dihidupi begitu lama ... dan pada
hidup yang meminta dihidupi kembali. Ritme yang sekarang. Bukan jejak, tapi
telapak kaki yang mendarat ketika melangkah. Seperti juga perihal rumah dan
keberumahan, tidak bertahan pada apa yang dapat dikenang, atau diingat,
melainkan sesuatu yang memungkinkan untuk menjadi kenangan lagi dan lagi.
ARTISAN kali ini ingin mengajak kita membayangkan perpindahan manusia
zaman kini, perihal pulang, dan perihal keberumahannya. Rumah kini seperti
ilusi dari mobilitas manusia yang begitu tinggi. Fasad dari sebuah rumah
di sini mencoba mensimbolisasi dualisme rasa itu; antara pulang dan pergi.
Sebuah kepulangan yang mungkin hanya semacam fiksi, terlebih di zaman
sekarang, kepulangan yang pada dasarnya berkaitan dengan ingatan tentang
ada sesuatu yang bisa disinggahi, dan itu rumah, kini bergeser. Cara orang
mengingat dan mengalami rumah dan kepergian pun mungkin tak lagi seperti
dulu. Kini, keduanya seperti berada pada titik yang sama - keperpindahan dan
keberumahan seperti jadi dua sisi pada satu mata uang, mungkin manusia
butuh memiliki rasa yang tak hanya intim, tapi asing; Mereka tak butuh pulang
dalam artian seperti dulu, sebab seiring berbagai perubahan zaman, rasa-rasa
“berpulang” dan “berumah” itu mungkin hanya bisa terjadi ketika bersisian
dengan rasa asing, sesuatu yang tidak diketahui.
3