ARTISAN edisi 2 Artisan Issue 3-PRESS | Page 3

a r t i s a n trotoar jalan, bangku-bangku di teras, pagar mini di depan rumah, lemari tua, palang pintu, … Hingga mungkin pada akhirnya “pulang” itu bukan pada apa yang dikenang, tapi pada apa yang dihidupi begitu lama ... dan pada hidup yang meminta dihidupi kembali. Ritme yang sekarang. Bukan jejak, tapi telapak kaki yang mendarat ketika melangkah. Seperti juga perihal rumah dan keberumahan, tidak bertahan pada apa yang dapat dikenang, atau diingat, melainkan sesuatu yang memungkinkan untuk menjadi kenangan lagi dan lagi. ARTISAN kali ini ingin mengajak kita membayangkan perpindahan manusia zaman kini, perihal pulang, dan perihal keberumahannya. Rumah kini seperti ilusi dari mobilitas manusia yang begitu tinggi. Fasad dari sebuah rumah di sini mencoba mensimbolisasi dualisme rasa itu; antara pulang dan pergi. Sebuah kepulangan yang mungkin hanya semacam fiksi, terlebih di zaman sekarang, kepulangan yang pada dasarnya berkaitan dengan ingatan tentang ada sesuatu yang bisa disinggahi, dan itu rumah, kini bergeser. Cara orang mengingat dan mengalami rumah dan kepergian pun mungkin tak lagi seperti dulu. Kini, keduanya seperti berada pada titik yang sama - keperpindahan dan keberumahan seperti jadi dua sisi pada satu mata uang, mungkin manusia butuh memiliki rasa yang tak hanya intim, tapi asing; Mereka tak butuh pulang dalam artian seperti dulu, sebab seiring berbagai perubahan zaman, rasa-rasa “berpulang” dan “berumah” itu mungkin hanya bisa terjadi ketika bersisian dengan rasa asing, sesuatu yang tidak diketahui. 3