at the end of summer.
Awasi sekelilingmu.
Intip bawah kasurmu.
Tengok atas lemarimu.
—siapa tahu, kamu tidak tidur sendiri.
Ada yang aneh dengan Mingyu.
Pikiran pendek itu muncul di benak Wonwoo saat ia melihat adik sepupunya itu keluar kamar,
dengan bibirnya yang terkatup rapat, kantung matanya yang hitam, dan raut wajahnya yang
pucat seperti uhm, tidak bisa tidur? Atau ketakutan, mungkin? Yang jelas sekali, sangat amat
tidak enak untuk dipandang di pagi hari yang cerah ini. Setidaknya, ini yang terlintas di benak
Wonwoo.
“Selamat pagi, Mingyu!” Soonyoung, sahabat karib Wonwoo yang ikut dalam liburan musim
panas keluarganya itu, menyapa Mingyu dengan ramah. Digesernya kursi di sebelahnya,
menepuk sofanya sembari berkata, “Ayo duduk di sebelahku!”
Dengan lambat, begitu lambatnya sampai-sampai Wonwoo merasa setiap detiknya bertambah
lebih dari 60 detik, Mingyu sepupunya itu menuruti perkataan Soonyoung. Laki-laki itu
menelan ludahnya sembari mengucapkan terima kasih dengan canggung, tapi ah, Soonyoung
pasti tidak akan menyadarinya. Soonyoung terlalu abai dengan sekitarnya—berbanding
terbalik dengan Wonwoo yang sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari sepupunya
itu. Mencoba membangun semua kemungkinan yang bisa ia hubungkan dengan gelagat aneh
Mingyu.
Kemungkinan pertama, mungkin dia tidak bisa tidur. Wonwoo menghela napasnya dengan
singkat, lantas bertanya sembari tangannya menyodorkan sebuah piring pada Mingyu, “Apa
tidurmu nyenyak?”
Anehnya, yang selanjutnya dilihat Wonwoo adalah bagaimana air wajah Mingyu berubah
secara cepat, pucat seperti orang ketahuan mencuri. Jari-jarinya mulai bergerak tidak
nyaman—salah satu bentuk kegelisahan, jangan lupakan senyuman canggung yang terpatri di