WACANA 7 7
tak berbuat sama sekali?
Rabu, 18 Januari 2017 lalu, Dewan Per-
timbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menggelar rapat Rapat Pleno ke-14 dengan
tema “Kerjasama Ulama-Umara untuk Ke-
majuan Bangsa”. Bukan tanpa sebab, gelaran
pleno ini dibuat MUI. Pasalnya, akhir-akhir
ini situasi bangsa Indonesia sedang dalam
kondisi memanas dan memilukan pasca pe-
nistaan al Maidah: 51 yang kemudian mela-
hirkan protes dari berbagai kalangan umat
Islam dengan menggelar beberapa kali aksi.
Meletuslah Aksi 1410, Aksi 411, dan puncakn-
ya Aksi super-damai 212 yang dihadiri sekitar
7.5 juta umat Islam di lapangan Monas.
Tapi, apa yang terjadi? Segelintir
kelompok menuduh bahwa kasus penistaan
ini ditunggangi oleh politik. Bahkan, dengan
terang-terangan,
mereka melecehkan
dan mengkriminalisasi Ulama. Gejolak sep-
erti inilah yang kemudian membawa dampak
buruk bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Tentunya, hal ini perlu ditelisik kembali dan
segera dibenahi.
Hubungan harmonis antara Ulama
dan Umara secara global sudah dinyatakan
dalam surat al Taubah: 71 yang artinya :
“Orang-orang beriman laki-laki dan perem-
puan satu sama lain adalah pemimpin (yang
saling menolong), melakukan amar ma’ruf
dan nahi munkar”. Obyek dan materi tolong
menolong tersebut juga dijelaskan Allah
dalam ayat lain “Saling tolong menolonglah
kalian dalam kebajikan dan ketakwaan, jan-
gan saling menolong dalam kejahatan dan
dosa” (Q.S.al Maidah: 4).
Rasulullah bersabda : “Dua golongan
dari manusia, bila keduanya baik, maka baiklah
umat manusia. Dan bila mereka buruk, maka
hancurlah umat ma nusia. Merekalah Ulama
dan Umara” (HR. Ibnu Majah). Maka, sudah
semestinya Ulama dan Umara bahu-memba-
hu untuk membangun kembali persatuan dan
keutuhan NKRI yang hampir retak ini. Sinergis-
itas yang positif dengan niat yang mendalam
insya Allah akan mengembalikan kedekatan di
antara mereka. Namun, kedekatan Ulama bu-
kan berarti mengamini apa saja yang
dilakukan oleh
Umara
tanpa
meman-
dang nilai-nilai spiri-
tual keagamaan. Melain-
kan, mereka menjadi pendukung di
jalan yang benar, penasihat di kala melakukan
kesalahan dan saling meredam egoisme per-
an yang menimbulkan kesenjangan. Hal inilah
yang nantinya akan mempersatukan kembali
NKRI sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rab-
bun Ghafur (Gemah Ripah Loh Jinawi). (L)