Al-Islam Magazine Mei 2014 | Page 7

buah rujukan. Bagaimana Al-Qur’an berbicara ten- keseluruhan persoalan masyarakat yang memben- tang wacana sosok pemimpin ideal itu? tang dari urusan sosial, politik, kenegaraan, komu- Sifat Ketuhanan Pada hakikatnya, meniru atau meneladani sifat- sifat Allah dalam batas-batas tertentu merupakan hal yang baik. Begitu pula dalam hal kepemimpinan. Sifat kepemimpinan utama yang mencerminkan sifat Allah adalah kenyataan bahwa Allah merupakan dzat hakiki yang merupakan pemimpin sejati manusia. Dalam bahasa Al-Qur’an, sifat tersebut dinyatakan dalam kalimat Huwa Alimul alGhaibi wa asy-Syahadah – Dia yang Mengetahui yang Ghaib dan Menyaksikan. (Q.S. Al-Hasr: 22). Di sini, Allah SWT memosisikan ‘Diri’ sebagai pemimpin manusia. Maka padanan dari sifat kepem- impinan yang ‘meniru’ sifat Allah tersebut adalah kemampuan memimpin. Maka sosok pemimpin yang kita cari saat ini – apakah itu presiden, anggota legistlif, gubernur, bupati dan sebagainya, sudah seharusnya meneladani sifat Allah yang memiliki kapasitas memimpin. Sifat-sifat tersebut tergambar pada ayat-ayat yang disebutkan di atas. nikasi antarbangsa, keuangan, bisnis, pasar modal, hokum, lingkungan dan lain sebagainya. Yang menarik adalah tambahan kata wa assyahadah. Kata syahadah meniscayakan adanya aksi nyata untuk berkeliling menyaksikan, melihat dari dekat dengan mata kepala sendiri, merasakan dengan hati, mencium mengindera dengan indera sendiri berbagi keluh kesah rakyat, sebagaimana sebutlah, apa yang pernah dilakukan Umar Yang Agung atau pemimpin dunia lainnya. Alim al-Ghaibi wa as-Syaahadah adalah sifat Allah dahsyat. Sifat Allah yang sungguh unik dan berbeda dari sifat lainnya. Sebagaimana diketahui sifat Allah yang lain biasanya hanya terdiri dari satu kata saja. Maka sifat ini meliputi pengertian kompleks yang sangat khas, yakni mengetahui segala yang gaib dan menyaksikan secara empiris (pengenalan tentang segala hal secara jelas dan rinci). Coba simak pengertian Ghaib lebih mendalam. Pengertian ghaib secara bahasa adalah ‘yang syahadah meniscayakan adanya aksi nyata untuk berkeliling menyaksikan, melihat dari dekat dengan mata kepala sendiri Syarat pertama adalah alim al-ghaib wa assyahadah. Sifat Allah yang unik ini harus terpenuhi dan melekat terlebih dahulu pada diri calon pemimpin. Apa itu alim al-ghaib wa as-syahadah? Yakni, kemampuan dan kecakapan dalam melihat dan sekarang belum diketahui’ Jadi, berdasarkan skala waktu, sesuatu yang dianggap ghaib pada waktu mendatang, sudah mampu diketahui apabila telah melewati waktu tersebut. Ketika pagi menjelang, persoalan yang muncul di siang dan sore hari adalah hal yang ghaib. Seorang pemimpin harus memiliki usaha (political will) untuk mengetahui sesuatu persoalan kompleks di luar kapasitas kekiniannya. Maka dari itu pemimpin yang memiliki watak ketuhanan, diminta untuk memiliki kemauan belajar dan menjadi pembelajar sejati (on being learner) bagi kondisi dan situasi yang ada pada bangsa baik yang terlihat secara kasat mata ataupun tidak, kini dan mendatang. mendengar secara keseluruhan dan benar dalam Bila sifat alim al-ghaib wa as-syahadah dari merangkum berbagai kebijakan mengatasi hampir seorang pemimpin tidak tampak, maka al-Islam.my.id | Edisi 3 | Mei 2014, Rajab 1435 7