imam”. (HR. Imam yang enam).
Selain kedua hal utama di atas, ada beberapa hal
khusus yang perlu mendapat perhatian kita
bersama dalam pelaksanaan shalat berjamaah
ini. Antara lain masalah lingkungan yang sangat
baik juga telah diatur dalam beberapa hadits.
Posisi tuan rumah (yang memiliki tempat), juga
perlu menjadi pertimbangan sebagai orang yang
paling berhak menjadi imam, sebagaimana
hadits ,“Janganlah seseorang mengimami
seseorang di dalam rumah tangga orang yang
diimami itu dan di dalam pemerintahannya.” (HR.
Muslim). Di samping itu, ada petunjuk lain yang
mengingatkan bahwa posisi imam seyogyanya
memang orang yang diharapkan atau dicintai
makmum (rakyatnya). Ini mengikuti seruan
Rasulullah dalam hadits yang kita kenal yakni,
“Janganlah engkau mengimami suatu kaum,
sedangkan mereka membencimu.” (HR. Abu
Dawud).
Kewajiban Imam
Dalam shalat berjamaah, manakala persiapan
telah dilakukan sesudah iqamah, Imam memiliki
kewajiban penuh kepada makmumnya. Sebelum
takbiratul ihram sebagai tanda mulainya shalat
bersama itu, Imam memiliki kewajiban:
Pertama, memeriksa makmumnya yakni agar
shaf-nya rapat dan lurus. Imam tidak
melaksanakan takbiratul ihram manakala barisan
makmum belum terlihat rapih, lurus dan rapat.
Dari Nu`man bin Basyir ra. berkata, ”Adalah
Rasulullah saw. meluruskan shaf kami. Seakanakan beliau meluruskan anak panah. Sampai
beliau melihat, bahwa kami telah memenuhi
panggilan beliau. Kemudian, suatu hari beliau
keluar (untuk shalat). Beliau berdiri, dan ketika
hendak bertakbir, nampak seseorang kelihatan
dadanya maju dari shaf. Beliaupun berkata:
Hendaklah kalian luruskan shaf kalian, atau Allah
akan memecah-belah persatuan kalian.” (HR.
Muslim). Makmum menempati shaf yang lebih
utama (laki-laki yang paling depan disusul di
al-Islam.my.id | Edisi 4 - Sya’ban 1435 H | Juni 2014
belakangnya, sedangkan perempuan yang paling
belakang lalu disusul yang di depannya).
Kedua, memilih makmum yang berada tepat di
belakangnya adalah orang yang sudah dewasa
(baligh) dan siap untuk sewaktu-waktu
menggantikan posisi imam. Perhatikan hadits,
“Hendaklah yang mengiringiku orang-orang yang
telah baligh dan berakal, kemudian orang-orang
setelah mereka, kemudian orang-orang setelah
mereka, dan janganlah kalian berselisih, niscaya
berselisih juga hati kalian, dan jauhilah oleh kalian
suara riuh seperti di pasar” (HR. Muslim).
Ketiga, memperhatikan lingkungan
(makmum). Pada saat pelaksanaan shalat, Imam
sepenuhnya dapat mengendalikan shalat namun
tetap memperhatikan kondisi makmum. Hal ini
diajarkan Rasul saw. agar dalam pelaksanaan
shalat berjamaah terdapat kemungkinan
keberadaan makmum yang berkeperluan atau
berkebutuhan mendesak. “Jika salah seorang
dari kalian shalat bersama manusia, maka
hendaklah (dia) men-takhfif (meringkaskan
sholatnya), karena pada mereka ada yang sakit,
lemah dan orang tua. (Akan tetapi), jika dia shalat
sendiri, maka berlamalah sekehendaknya”. (HR.
Bukhari)
Interaksi Imam dan Makmum
Interaksi antara imam dan makmum terbangun
dengan baik seperti tuntunan Rasul saw. dalam
shalat berjamaah. Imam, adalah manusia biasa,
yang sekalipun sudah sangat terpilih – suatu
ketika, mungkin saja berbuat kesalahan. Dalam
proses shalat berjamaah inilah praktik dialektika
Dalam proses shalat
berjamaah inilah praktik
dialektika kepemimpinan
terjadi
7