Al-Islam Magazine Edisi 4, Juni 2014 | Seite 7

imam”. (HR. Imam yang enam). Selain kedua hal utama di atas, ada beberapa hal khusus yang perlu mendapat perhatian kita bersama dalam pelaksanaan shalat berjamaah ini. Antara lain masalah lingkungan yang sangat baik juga telah diatur dalam beberapa hadits. Posisi tuan rumah (yang memiliki tempat), juga perlu menjadi pertimbangan sebagai orang yang paling berhak menjadi imam, sebagaimana hadits ,“Janganlah seseorang mengimami seseorang di dalam rumah tangga orang yang diimami itu dan di dalam pemerintahannya.” (HR. Muslim). Di samping itu, ada petunjuk lain yang mengingatkan bahwa posisi imam seyogyanya memang orang yang diharapkan atau dicintai makmum (rakyatnya). Ini mengikuti seruan Rasulullah dalam hadits yang kita kenal yakni, “Janganlah engkau mengimami suatu kaum, sedangkan mereka membencimu.” (HR. Abu Dawud). Kewajiban Imam Dalam shalat berjamaah, manakala persiapan telah dilakukan sesudah iqamah, Imam memiliki kewajiban penuh kepada makmumnya. Sebelum takbiratul ihram sebagai tanda mulainya shalat bersama itu, Imam memiliki kewajiban: Pertama, memeriksa makmumnya yakni agar shaf-nya rapat dan lurus. Imam tidak melaksanakan takbiratul ihram manakala barisan makmum belum terlihat rapih, lurus dan rapat. Dari Nu`man bin Basyir ra. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. meluruskan shaf kami. Seakanakan beliau meluruskan anak panah. Sampai beliau melihat, bahwa kami telah memenuhi panggilan beliau. Kemudian, suatu hari beliau keluar (untuk shalat). Beliau berdiri, dan ketika hendak bertakbir, nampak seseorang kelihatan dadanya maju dari shaf. Beliaupun berkata: Hendaklah kalian luruskan shaf kalian, atau Allah akan memecah-belah persatuan kalian.” (HR. Muslim). Makmum menempati shaf yang lebih utama (laki-laki yang paling depan disusul di al-Islam.my.id | Edisi 4 - Sya’ban 1435 H | Juni 2014 belakangnya, sedangkan perempuan yang paling belakang lalu disusul yang di depannya). Kedua, memilih makmum yang berada tepat di belakangnya adalah orang yang sudah dewasa (baligh) dan siap untuk sewaktu-waktu menggantikan posisi imam. Perhatikan hadits, “Hendaklah yang mengiringiku orang-orang yang telah baligh dan berakal, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka, dan janganlah kalian berselisih, niscaya berselisih juga hati kalian, dan jauhilah oleh kalian suara riuh seperti di pasar” (HR. Muslim). Ketiga, memperhatikan lingkungan (makmum). Pada saat pelaksanaan shalat, Imam sepenuhnya dapat mengendalikan shalat namun tetap memperhatikan kondisi makmum. Hal ini diajarkan Rasul saw. agar dalam pelaksanaan shalat berjamaah terdapat kemungkinan keberadaan makmum yang berkeperluan atau berkebutuhan mendesak. “Jika salah seorang dari kalian shalat bersama manusia, maka hendaklah (dia) men-takhfif (meringkaskan sholatnya), karena pada mereka ada yang sakit, lemah dan orang tua. (Akan tetapi), jika dia shalat sendiri, maka berlamalah sekehendaknya”. (HR. Bukhari) Interaksi Imam dan Makmum Interaksi antara imam dan makmum terbangun dengan baik seperti tuntunan Rasul saw. dalam shalat berjamaah. Imam, adalah manusia biasa, yang sekalipun sudah sangat terpilih – suatu ketika, mungkin saja berbuat kesalahan. Dalam proses shalat berjamaah inilah praktik dialektika Dalam proses shalat berjamaah inilah praktik dialektika kepemimpinan terjadi 7