Tasawuf
Menimbang Hak dan
Kewajiban Warga
Negeri
Menjelang Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, suasana Pondok yang
dikelola Guru Bijak Bestari (GB) pun
terasa semarak dengan perbincangan
di seputar permasalahan yang sangat
menentukan arah perpolitikan negara
dan bangsa ini. Hal ini memang seiring
Foto: @Dan Ballard
dengan pola pengajaran yang
digariskan Guru Bijak Bestari. Guru menekankan pada setiap santri bahwa hidup menjadi warga
negara tidak boleh hanya sekadar menjadi peserta. Sebaliknya, Guru berpesan agar dalam diri para
santri tumbuh karakter bela-negara yang kuat, sebagai wujud rasa syukur bahwa kita semua telah
Allah anugerahi negara yang indah dengan kekayaan alam yang melimpah, serta kebhinekaan suku
sebagai ciptaan-Nya.
Suatu hari dalam perbincangan seputar kepemimpinan, seorang santri bertanya,
S1: Tuan Guru, sebetulnya wajarkah sikap kita yang selalu menuntut kriteria tinggi kepada pemimpin
negara dan bangsa ini?
GB: Sebuah pertanyaan yang sangat bagus, dan pertanyaan ini menunjukkan bahwa kalian santrisantri Pondok ini peduli dengan kondisi negara dan bangsa kita. Begini anak-anakku, sebagai seorang
Muslim, memang seyogyanya kita selalu seimbang dalam memandang persoalan kepemimpinan,
karena kepemimpinan meliputi hal yang luas terkait pemimpin dan yang dipimpinnya. Sebagai
anggota atau warga negara, wajar kalau kita menuntut dipimpin oleh seorang pemimpin dengan
kriteria setinggi-tingginya. Sebab dengan kualitas kepemimpinan yang tinggi pula, kita warga negara
ini akan merasa tenang dan terayomi di bawah kepemimpinannya. Tetapi, akan lebih bijak lagi, jika
tuntutan tersebut kita utarakan setelah kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara kita tunaikan
dengan baik terlebih dahulu.
S2: Apakah kewajiban-kewajiban seorang Muslim yang menjadi warga suatu negeri itu, Guru?
22
al-Islam.my.id | Edisi 4 - Sya’ban 1435 H | Juni 2014