Al-Islam Magazine Edisi 4, Juni 2014 | Page 22

Tasawuf Menimbang Hak dan Kewajiban Warga Negeri Menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, suasana Pondok yang dikelola Guru Bijak Bestari (GB) pun terasa semarak dengan perbincangan di seputar permasalahan yang sangat menentukan arah perpolitikan negara dan bangsa ini. Hal ini memang seiring Foto: @Dan Ballard dengan pola pengajaran yang digariskan Guru Bijak Bestari. Guru menekankan pada setiap santri bahwa hidup menjadi warga negara tidak boleh hanya sekadar menjadi peserta. Sebaliknya, Guru berpesan agar dalam diri para santri tumbuh karakter bela-negara yang kuat, sebagai wujud rasa syukur bahwa kita semua telah Allah anugerahi negara yang indah dengan kekayaan alam yang melimpah, serta kebhinekaan suku sebagai ciptaan-Nya. Suatu hari dalam perbincangan seputar kepemimpinan, seorang santri bertanya, S1: Tuan Guru, sebetulnya wajarkah sikap kita yang selalu menuntut kriteria tinggi kepada pemimpin negara dan bangsa ini? GB: Sebuah pertanyaan yang sangat bagus, dan pertanyaan ini menunjukkan bahwa kalian santrisantri Pondok ini peduli dengan kondisi negara dan bangsa kita. Begini anak-anakku, sebagai seorang Muslim, memang seyogyanya kita selalu seimbang dalam memandang persoalan kepemimpinan, karena kepemimpinan meliputi hal yang luas terkait pemimpin dan yang dipimpinnya. Sebagai anggota atau warga negara, wajar kalau kita menuntut dipimpin oleh seorang pemimpin dengan kriteria setinggi-tingginya. Sebab dengan kualitas kepemimpinan yang tinggi pula, kita warga negara ini akan merasa tenang dan terayomi di bawah kepemimpinannya. Tetapi, akan lebih bijak lagi, jika tuntutan tersebut kita utarakan setelah kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara kita tunaikan dengan baik terlebih dahulu. S2: Apakah kewajiban-kewajiban seorang Muslim yang menjadi warga suatu negeri itu, Guru? 22 al-Islam.my.id | Edisi 4 - Sya’ban 1435 H | Juni 2014