posisinya. Dengan demikian ia taat azas sesuai aturan, barangsiapa ‘batal’ demi hukum, ia harus
bersedia digantikan posisinya oleh pemimpin baru yang telah siap.
7. Kepemimpinan umum yang dikehendaki rakyat banyak, tentunya adalah ia yang memiliki
‘hafalan’ dan ‘bacaan’ yang paling lengkap dan fasih. Ini memberikan dua penguatan syarat
kepemimpinan sekaligus. Pertama,
diharapkan seorang pemimpin memiliki
kapasitas paling besar secara konseptual
dan keilmuan, namun kedua, ia diminta
diharapkan seorang
untuk mampu menjadi komunikator
pemimpin memiliki kapasitas
terbaik. Persoalan komunikasi menjadi
penting dan sentral bagi seorang pemimpin
paling besar secara
karena ia diberikan hak sepenuhnya untuk
konseptual dan keilmuan,
menghantarkan serangkaian kebijakan
namun kedua, ia diminta
yang harus disampaikan kepada khalayak
untuk mampu menjadi
luas melalui teks, lisan dan gesture-nya
sehingga semua maksudnya dapat efektif
komunikator terbaik
diterima oleh punggawanya, mitra, dan
juga rakyatnya dalam penyelenggaraan
pemerintahan umumnya.
8. Kebijakan Imam tampil dalam simbolisasi bahwa ia harus tahu apa yang tengah dirasakan
rakyatnya. Kefasihan atau kapasitasnya tidak pernah menggodanya untuk berlama-lama dan
bergenit-genit namun ia ternyata akan melukai mereka yang lari paling buncit, si tua renta yang
rapuh tulangnya, atau mereka yang tengah berhalangan atau tidak memiliki kemampuan. Kondisi
rakyat ini harus dibaca dengan benar agar arah dan praktik kebijakannya pas, tepat dan
bermanfaat secara luas tanpa harus mencederai masyarakat yang dipimpinnya.
9. Dengan segala pengetahuan dan kelengkapan informasi yang dimiliki, arah serta praktik kebijakan
yang tepat dan berdimensi kemanfaatan luas, maka akan ada sebuah dialektika penting yang
tercapai dalam posisi dialog pemimpin-rakyat ini. Suatu kondisi di mana pemimpin mampu
bersama rakyatnya membangun iklim saling percaya, menjunjung tinggi harkat dan martabat
unggul serta secara bersama membangun kinerja positif yang rancak dan rapih untuk mencapai
keberhasilan, kesejahteraan dan kemuliaan bersama. Pada titik inilah, pemimpin tersebut tidak
pernah ditolak, ataupun dibenci oleh rakyatnya. Sang Imam akan menjadi pemimpin yang dicintai
rakyat dan dipercaya untuk mengawal hari depan gemilang impian bersama.
Semoga kita semua mampu mengambil pelajaran penting dari praktik shalat berjamaah dalam
mengambil sikap: memilih pemimpin yang berkualitas yang akan menjadi pengarah, pengayom,
mitra, sekaligus guru yang akan menjadi bagian dari solusi permasalahan umat dan bangsa yang
sedemikian kompleks di depan mata. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya pada kita semua akan
keutamaan kepemimpinan yang akan mengawal bangsa ini kini dan ke depan nanti. [JS]
al-Islam.my.id | Edisi 4 - Sya’ban 1435 H | Juni 2014
11