cover story
minyak sawit, kalau menyudutkan
bagaimana dengan minyak nabati
lain.
Minyak sawit adalah minyak
berharga, akan tetapi juga bisa
dipastikan pengembangan sawit
dilakukan secara sustainable.
Kita ingin memposisikan minyak
sawit tidak lagi minyak nabati
yang merusak lingkungan dan
menimbulkan konflik sosial. Jadi visi
RSPO menjadikan sustainable palm
oil sebagai norma di pasar.
Bagaimana peran RSPO dalam
penyelesaian anggota RSPO
dengan Greenpeace?
Kasus PT Smart Tbk, PT Duta
Palma dan First Resouces Ltd dengan
Greenpeace beberapa waktu lalu,
RSPO meminta klarifikasi terlebih
dahulu terhadap anggota yang
dituduhkan itu, apakah memang
benar faktanya di lapangan.
Jika tuduhan itu benar dan
terbukti terjadi pelanggaran,
akan melakukan koreksi action
terhadap perusahaan sawit
untuk berkomitmen memperbaiki
kesalahan. Bukan berarti RSPO
pro Greenpeace. Sebaliknya
Greenpeace menuding RSPO
melindungi anggotanya berkaitan
kasus pembakaran lahan, karena
peta yang digunakan Greenpeace
berbeda dengan anggota RSPO.
Adanya tudingan Grenpeace
kepada anggota RSPO seakan-akan
menunjukkan, bahwa perusahaan
sawit yang diluar anggota RSPO
sudah baik.
RSPO banyak aturan baru
memberatkan para produsen
sawit?
RSPO banyak memperoleh
aduan dari anggota RSPO, yakni
perusahaan-perusahaan sawit
bahwa aturan P&C ini makin
memberatkan untuk diterapkan,.
Akan tetapi kalau bertemu pihak
produsen produk konsumen,
pedagang dan pengolah
kelapa sawit serta ritel mereka
menganggap P&C sekarang masih
lemah. Kedua kubu ini memang
kontradiktif terhadap aturan P&C
baru RSPO, maka dalam Rountable
(RT) 11 di Medan nanti, agar semua
anggota sama-sama mengerti.
Walaupun P&C baru yang disahkan
pada tahun ini tidak akan diubah
karena sudah diadopsi pada April
2013.
Apa tanggapan Anda tentang
Malaysian Palm Oil Asociation
(MPOA) akan keluar dari RSPO?
RSPO itu sukarela. Pengalaman
tahun lalu GAPKI keluar dari RSPO
sangat disayangkan. Akan tetapi itu
keputusan dari organisasi dan RSPO
menghargai itu. Pasca keluarnya
GAPKI itu tidak ada perusahaan
sawit asal Indonesia mengikuti
langkah GAPKI keluar dari anggota
RSPO.
Ini adalah kesepakatan bisnis to
bisnis. RSPO tetap berjalan, karena
masih didukung oleh yang terlibat
dalam bisnis rantai pasok minyak
sawit. Sepanjang pengguna minyak
sawit tetap meminta minyak sawit
berkelanjutan dan tetap mendorong
perkebunan kelapa sawit untuk
menjadi anggotaa RSPO dan
memproduksi CSPO.
Apa dampaknya bagi RSPO jika
MPOA keluar?
Ini tidak berpengaruh signifikan
bagi RSPO, karena ini tergantung
dari individu perusahaan sawit
yang tergabung dalam MPOA di
RSPO. Perusahaan sawit juga masih
menjadi anggota RSPO. Namun ada
pengaruh dalam hal dukungan. Itu
akan berkurang dari asosiasi yang
mewakili industri sawit di Malaysia.
Ini patut disayangkan karena
RSPO kehilangan satu dukungan
dari stakeholder yang penting di
sepanjang rantai pasok. Akan tetapi
kita tidak bisa memaksa mereka
untuk tidak keluar dari RSPO.
Asosiasi ini strategis dalam
mempengaruhi anggotanya untuk
menerapkan RSPO. Namun dari
segi produksi dan penyerapan
CSPO tidak banyak berpengaruh.
Sepanjang ada permintaan untuk
sustainable palm oil.
Justru pengalaman keluarnya
GAPKI dari RSPO ini menjadi
spekulasi di pasar apakah minyak
sawit di Indonsia sustainable, karena
organisasinya keluar dari RSPO dan
dianggap GAPKI tidak mendukung
sustanaible. Walaupun kita masih
meragukan MPOA keluar dari RSPO,
karena Malaysia negara eksportir
minyak sawit dan konsumsi
domestik minyak sawit sedikit sekali.
Jadi otomatis hampir seluruh minyak
sawitnya diekspor. Apalagi pangsa
ekspor terbesar ke India dan Uni
Eropa.
Kalaupun MPOA jadi keluar,
mereka harus bekerja keras untuk
memposisikan standar minyak sawit
berkelanjutan (Malaysia Sustainable
Palm Oil/MSPO) ini sebagai standar
yang lebih tinggi ketimbang RSPO.
Karena kalau tidak, gak bisa
menjual ke Uni Eropa. Berbeda
dengan Indonesia, konsumsi
minyak sawit di dalam negeri cukup
besar. Dan apabila pemerintah
menerapkan biodiesel, maka banyak
menyerap CPO di dalam negeri.
Belum lagi Indonesia mendorong
pengembangan industri hilir sawit
di dalam negeri.
Pemerintah sudah tepat
mendorong penerapan ISPO karena
tidak semua perusahaan sawit di
Indonesia menjadi anggota RSPO.
ISPO bisa dijadikan mekanisme
untuk memastikan, bahwa sawit
indonesia menerapkan kaidah
sustainability. Jadi kalau perkebunan
sawit tidak dilkengkapi dengan
kewajiban menerapkan prinsip
keberlanjutan, dikhawatirkan
memberi dampak negatif kepada
lingkugan.
Apakah ada antisipasi RSPO
pasca keluarnya GAPKI dan MPOA
terhadap keberlanjutan RSPO?
Tidak ada karena produksi CSPO
tetap meningkat, keanggotan RSPO
juga naik karena sudah mencapai
1.300 anggota. RSPO akan tetap
eksis selama bisnis didalamnya
sepakat untuk mendorong
organisasi ini. Para pembeli sawit
juga mendorong pihak investor,
perbankan dan lembaga swadaya
masyarakat di dalam anggota RSPO
untuk menerapkan RSPO.
AgroFarm l Tahun III l Edisi 40 l November 2013
15