Agro Farm edisi 39 | Page 13

cover story sekarang pemerintah harus menguasai tata niaga dan membuat stok untuk mengurangi resiko kelangkaan,” paparnya. Menurutnya, ini aneh. Negara tidak berdaya menghadapi mafia pangan. Ini menyengsarakan rakyat. Di sektor budidaya masalah kelangkaan benih, pupuk dan pestisida sering diusut tapi tidak ada hasilnya. Jadi petani ketika masuk musim tanam benihnya tidak ada dan pupuk terlambat, padahal produksi berjalan terus. “Permainan ini, tidak bisa dibuktikan secara hukum,” tukasnya. Apalagi, kata Adi, produk pangan impor mutunya rendah. Jagung dan kedelai itu di asal negaranya untuk feedmilk dan pakan ternak. Gagalnya pencapaian target pemerintah untuk swasembada padi, kedelai, jagung, gula dan daging sapi tahun 2014 itu bukan masalah produksi dan kemampuan. Sebab, katanya, pada abad 14 yang lalu peradaban Sriwijaya itu berasal dari surplus pertanian. Ketika itu tidak ada HPH, minyak dan gas dan Bank Dunia. Buktinya mampu menguasai Asia Tenggara. Begitu pula Kerajaan Majapahit menjadi besar karena pertanian. Kedatangan VOC itu juga mengembangkan pertanian. Menurutnya, Indonesia sudah merdeka, mempunyai teknologi, semestinya jauh lebih hebat dibandingkan yang dicapai oleh Sriwijaya, Majapahit maupun Belanda ketika menjajah. Kalau tidak berhasil bukan faktor objektif, namun karena ketidakmampuan untuk mengelola sektor pertanian. “Ini mengakibatkan target swasembada pangan tidak bakal terwujud pada tahun 2014,” tandasnya. Ada masalah besar yang dihadapi di sektor pertanian. Keterlambataan pupuk dan benih ketika masuk masa tanam itu terkait anggaran di Kementerian Keuangan. Masalah tata niaga juga akibat longgarnya impor pangan di Kementerian Perdagangan. “Jadi masalah utamanya ada di antara kementerian,” tambahnya. Menurutnya, ke depan untuk membangun pertanian harus dimulai dengan semangat kebangsaan. Agar bangsa ini tidak menjadi bangsa pecundang dalam urusan pangan, tetapi bangsa yang harus berdaulat pangan. Apalagi sekarang Indonesia mengalami defisit pangan karena lebih besar impor dibandingkan ekspor pangan. Ir.Faiz Achmad, MBA Rupiah Terpuruk, Industri Ketar-ketir P ertumbuhan industri sebesar 7,74 persen pada tahun 2012 belum diiringi pasokan bahan baku dalam negeri. Akibatnya, industri impor bahan baku yang cukup banyak. Sementara hasil pertanian Indonesia sifatnya musiman, sementara industri kebutuhannya bersifat harian. Inilah yang menyebabkan Indonesia masih tergantung pada produk impor untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Persoalan bahan baku yang dihadapi industri sudah sering terjadi. Alihalih pelaku industri mengimpor bahan baku untuk diolah menjadi produk. Apresiasi dolar terhadap rupiah, setidaknya membuat industri sedikit ketar-ketir. Apalagi Indonesia masih impor gandum sebesar 96 persen. “Situasi ini kita harapkan jangan berlangsung lama. Pasalnya bahan baku impor yang distok untuk beberapa bulan ke depan masih mampu memenuhi kebutuhan. Namun jika keadaan ini cukup lama, jelas akan memukul industri,” jelas Ir. Faiz Achmad, MBA, Direktur Makanan dan Hasil Laut Perikanan, Kemenperin pada Agrofarm di Jakarta. Faiz menjelaskan, bahwasanya impor masih banyak dilakukan industri, khususnya industri makanan, karena laju pertumbuhan industri terus meningkat, sementara di hulu belum mampu mengikuti laju industri. ”Hasil pertanian kita hanya segitu-segitu saja, dan tidak ada yang swasembada. Jadi mau tidak mau untuk bahan baku, industri makanan impor,” imbuh Faiz. Impor untuk memenuhi industri makanan, perikanan dan hasil laut adalah gandum impor 6 juta ton, gula dalam bentuk raw sugar 3 juta ton, jagung 1,5 sampai 2 juta ton, kedelai yang 85 persen untuk industry tahu tempe impor 1,5 -1,8 juta ton, tepung tapioka 200 ribu ton, daging sapi beku untuk industri sosis, bakso impor 20 ribu ton, kakao yang impor dari Ghana, Puerto Rico masih impor, hanya saja impornya sangat kecil. Karena kakao tersebut untuk dikombinasi dengan kakao lokal yang menghasilkan cita rasa. Ikan lemuru untuk kebutuhan sarden juga impor. Bahkan, jika terjadi anomali cuaca bisa impor lebih banyak. “Kita pernah impor cukup besar,’tandas Faiz. irsa fitri AgroFarm l Tahun III l Edisi 39 l Oktober 2013 13