Hulu Hilir
Pria asal Pacitan Jawa Timur ini
juga memaparkan, untuk menurunkan
harga daging sapi ini perlu melihat
persoalan dari hulu sanpai hilir.
Misalnya, sebelum ke konsumen,
daging dijual pedagang pasar dan
ada juga yang masuk melalui industri
pengolahan, misalnya untuk dibuat
bakso dan sosis. Pedagang pasar dan
industri pengolahan mendapatkan
Foto: Bimo
ada pihak-pihak yang menghambat.
Antara lain ada isu daging sapi yang
diimpor Bulog tidak halal, tidak segar,
mengandung hormon dan penyakit.
Padahal, sebelumnya tidak ada isu
seperti ini,” jelasnya.
Meski demikian, Bulog terus
berupaya agar daging bisa diserap
pasar. Bulog bekerja sama dengan
beberapa kelurahan membuka pasarpasar rakyat di lingkungan perumahan
untuk menjual daging ke pasar
konsumsi.
“Kami dibantu pihak kelurahan,
sehingga pasar-pasar kaget yang
kami buat di pemukiman dapat
memudahkan warga mendapatkan
daging dengan harga yang murah,
dan responnya juga cukup lumayan,”
jelas Sutarto.
Kata Sutarto, target Bulog tidak
menyalurkan dengan cara seperti
itu, harusnya Bulog menyalurkan
daging langsung ke pasar tradisional
yang bisa diserap masyarakat banyak.
Kalau membuka pasar-pasar kaget di
pemukiman, SDM yang dimiliki tidak
mampu untuk menjual cara seperti itu.
Sutarto Alimoeso
daging melalui distributor. Distributor
mendapat daging dari rumah
pemotongan hewan (RPH) atau dari
importir. RPH mendapatkan daging
melalui feedlotter atau dari peternak
sapi lokal. Feedlotter mendapatkan sapi
dari impor atau peternak dalam negeri.
“Kalau ingin memperbaiki harga,
melihatnya dari hulu sampai hilir.
Pertama, yang menentukan adalah
ketersediaan sapi yang dipotong.
Ketersediaan dari mana. diutamakan
peternak dalam negeri dan dari
feedlotter. Dari peternak cukup atau
tidak, impor bagaimana? Kalau
hitungan ini benar, harga pasti bisa
dikendalikan dengan baik,” katanya.
Lebih jauh, kata Sutarto,
pemerintah dapat mengandalkan
Bulog menurunkan harga daging sapi
apabila ada stok daging sebanyak
8% sampai 10% dari total jumlah
konsumsi. Berkaca pada beras, Bulog
berhasil mengendalikan harga beras
lantaran memiliki stok beras sebanyak
8% sampai 10% dari total konsumsi
untuk melakukan operasi pasar.
“Jumlah 3.000 ton daging sapi
yang diimpor Bulog sangat kecil
dibandingkan dengan jumlah
konsumsi nasional yang mencapai
500.000 ton. Bahkan, dibandingkan
dengan kuota impor daging 80.000
ton tahun ini ditambah sapi siap
potong, jumlah 3.000 ton itu kecil
sekali,” tandasnya.
Seperti diketahui, sejak tiga
tahun lalu, gejolak harga daging sapi
sudah mulai terasa. Penyebabnya,
Kementerian Pertanian memangkas
kuota impor dari 120 ribu ton pada
2010, menjadi hanya 50 ribu ton.
Pada semester pertama 2011, kuota
impor dipangkas lagi menjadi 25
ribu ton. Alasan pemangkasan untuk
mempersiapkan menuju swasembada
daging pada 2014. Persoalannya,
pasokan daging dari dalam negeri
tak mencukupi kebutuhan nasional,
utamanya di kalangan industri olahan
maupun sektor hotel, restoran, dan
catering (horeka).
Sejak itu, harga terus
membumbung hingga melewati angka
Rp 80-90 ribu per kg dari normalnya
hanya Rp 65 ribu/kg. irsa fitri
Sutarto Alimoeso meninjau stok daging Bulok
7474
AgroFarm l Tahun III l Edisi 38 l September 2013
GeoEnergi l Tahun I l Edisi 06 l Desember 2010