Test Drive | Page 10

cover story cover story Kopelland (PT Kopel Lahan Andalan) 10 MENCIPTAKAN HUNIAN EKSKLUSIF BAGI PEKERJA berkelas Bisnis properti kian kompetitif. Kopelland mengambil garis yang jelas dalam menjalankan roda bisnisnya agar tetap eksis. H ingga kini industri properti adalah salah satu sektor bisnis yang terus berkembang. Lihat saja kondisi terkini, walau ekonomi melambat industri properti masih unjuk gigi dengan tetap munculnya proyek baru di tengahtengah pasar. Menariknya, industri ini terus melahirkan pemain-pemain baru dengan dasar melihat potensi pasar properti yang menggiur kan. Nyatanya, kebutuhan rumah hingga kini masih mengalami backlog alias kekurangan pasokan 15 juta unit, tentunya potensi yang masih besar. Maka tak heran, beberapa developer menyasar segmen yang sejalan dengan kebutuhan pasar, yakni hunian berupa landed atau pun vertikal. Kopelland (PT Kopel Lahan Andalan) adalah salah satunya, perusahaan ini merupakan anak usaha dari Koperasi Pegawai dan Pensiunan Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo). Sebelum pendirian Kopelland, Kopelindo telah mulai bermain properti dengan mengembangkan apartemen kelas menengah di Bandung (Jawa Barat), Ciledug (Banten) dan Kemayoran (Jakarta) beberapa tahun lalu. Pengembangannya dilakukan dengan edisi 122 - 2016 | Property&Bank | www.propertynbank.com cara berkongsi dengan developer yang sudah berpengalaman. Setelah didirikan pada September 2014, Kopelland langsung memulai pengembangan proyek secara agresif. Sejak tengah tahun lalu, 3 proyek baru telah disiapkan dan diperkenalkan pada pasar. Rencananya baru pada kwartal pertama 2016 ini akan melakukan prosesi grand launching. Ketiga proyek tersebut adalah Kota Swarnabumi Cikunir, Bekasi kemudian Swarnabumi Residence Bandung (Kiara Condong) dan Swarnabumi Bintaro (Jombang). Secara bisnis Kopelland memiliki ”khitah” membangun hunian vertikal. Pilihan bisnis ini didasari karena besarnya kebutuhan hunian di kawasan strategis di Jabodetabek dan sekitarnya dan juga kota besar lainnya. Sadar sebagai pendatang baru, pilihan bisnis Kopelland yang dikomandani oleh Bogi Aditya selaku direktur utama dituangkan dengan pendekatan proyek dengan pendekatan konsep “rumah pekerja eksklusif”. Mendasar pada kebutuhan dimana hunian adalah masalah klasik masyarakat kota besar seperti di Jabodetabek maka Kopelland akan serius untuk mengembanngkannya. Bogi menerangkan, saat ini masyarakat perkotaan mempunyai beberapa masalah besar terutama kaitannya dengan bagaimana mendapatkan hunian yang terjangkau dan dekat tempat bekerja atau berbisnis. “Kesulitan ini menyebabkan mereka memilih tinggal di lokasi yang jauh dari tempat kerja atau aktivitas bisnisnya,” imbuhnya. Nah, pada Oktober lalu Kopelland telah memperkenalkan proyek Kota Swarnabumi Cikunir. Berlokasi di ruas Jl Cikunir Raya, Bekasi, Jawa Barat, apartemen ini dibangun di atas lahan seluas 2,8 hektar yang terdiri dari tujuh tower dengan jumlah unit sebanyak 6 ribu. Lokasi proyek terbilang strategis, berada di mulut tol Jatiasih yang ke depannya akan terkoneksi dengan transportasi masal light rail transit (LRT), kereta komuter, tol Becakayu, dan lainnya. “Kami sudah coba dengan menggunakan mobil saat lalu lintas sibuk untuk menuju Karawang hingga Simatupang, ternyata cukup cepat sehingga kami pikir kawasan ini memang layak untuk hunian para pekerja. Untuk memudahkan penghuni yang merupakan kalangan pekerja, kami akan sediakan shuttle dengan rute ke sarana transportasi masal,” jelas Bogi. Alasan terbesar Kopelland menyasar segmen ini adalah karena kebutuhan hunian yang paling banyak membutuhkan adalah para pekerja. Kelas ini merupakan segmen pasar menengah yang jumlahnya sangat besar. Kopelland menganalisa bahwa segmen ini sangat riil dan mereka akan fokus untuk menyasar dan mengembangkan proyek apartemen untuk pekerja. Dan segmen ini benar-benar end user sehingga produk yang dikembangkan bukan untuk konsumen yang memiliki motif investasi. Selain itu, segmen ini kebanyakan di isi oleh para pekerja muda dengan karakteristik kurangnya kemampuan menabung dan menyisihkan sebagian pendapatan untuk membeli dan membayar kebutuhan di luar pangan, transportasi dan sandang. Karena dalam urusan pembelian, cicilan properti di dalamnya ada kaitannya dengan berbagai indikator, seperti urusan BI checking, biaya akad kredit, biaya provisi dan lainnya. Kendala inilah yang terus dikelola oleh Kopelland agar tak menjadi masalah bagi kelas pekerja yang ingin memiliki hunian. Untuk itu, Kopelland membuat skema pembiayaan yang bersahabat kepada calon konsumen yang ditujunya. Kopelland pun bersinergi dengan BPJS Tenaga Kerja (Badan Penyelanggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan hingga beberapa perbankan untuk membuat skema pembiayaan bagi konsumennya. Seperti dengan BPJS Tenaga Kerja, Bogi mengaku sudah mengkonsepkannya dan tentunya saling melangkapi. Kerjasama ini dilandasi karena BPJS Tenaga Kerja merupakan induk dari kelas pekerja tersebut. “ Maka di setiap proyek kita yang harganya di bawah Rp 500 juta dan jika memenuhi kriteria yang ditetapkan BPJS Tenaga Kerja, yakni minimum setahun menjadi anggota, perusahaannya tertib dalam membayar iuran maka akan mendapatkan subsidi cicilan. Selain itu uang mukanya hanya 5 persen,” terang Bogi. Sadar pasar yang ditujunya sangat sensitif dalam urusan financial, Kopelland pun terus meramu skema pembiayaan lainnya. Kendala terbesar adalah untuk uang muka dan angka cicilan tiap bulannya, untuk itu Kopelland juga menawarkan uang muka 0 % kepada konsumen. Kebijakan ini diberikan pada konsumen yang tak memiliki kemampuan uang muka sesuai aturan perbankan. Bogi mengatakan, sesuatu yang berbeda ini memang harus dilakukan untuk memudahkan konsumen yang potensinya besar. “Kita memberikan subsidi kepada mereka dan untuk urusan cicilan kita juga bisa memberikan kemudahan dengan sistim anuitas dengan angka yang sesuai kemampuan,” kata Bogi. Bahkan Kopelland pun meramu, sistim cicilan tersebut dengan mengakomodir pembiayan lainnya, seperti pembelian perabot atau furnitur untuk apartemen konsumen. “Ini bisa dilakukan dengan memasukan angka tersebut pada nominal unit pembelian yang dimasukan pada jumlah cicilan, jadi bisa disesuaikan dengan kemampuan konsumen,” tegas Bogi. Lebih jauh Bogi menegaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan dana lebih terkait pola pembiayaan yang akan diterapkan tersebut. Kopelland pun membuat divisi khusus memantau resiko dari inovasi yang dikembangkannya dengan nama tim manajemen resiko. Tim khusus memantau elemen-elemen yang ada dalam bisnis Kopelland, tak hanya terkait pola pembiayaan tapi juga alur cash flow terkait pembangunan konstruski agar berjalan sesuai dengan rencana dan harapan. Ya, inovasi di tengah kompetisi yang sengit sangat-sangat diharuskan agar kapal yang sedang berlayar tak karam di tengah lautan. P&B (MH Syah) edisi 122 - 2016 | Property&Bank | www.propertynbank.com 11