Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 43

JEJAK SAMAR DI SERIBU PULAU T 80 RI Wiyanto sedang berpatroli di perairan Kepulauan Seribu ketika melihat seonggok mayat terapung di laut lepas. Pagi itu petugas keamanan laut ini sendirian mengendarai perahu motor jagawana, menyusuri kawasan cagar alam Pulau Rambut yang tak berpenghuni. Ia segera mengangkat jenazah yang mulai membengkak itu, mengangkutnya menuju pulau terdekat, Untung Jawa. ”Saya tarik dan saya masukkan ke perahu,” katanya ketika diwawancarai Tempo lima tahun silam. Ketika mayat ditemukan, penduduk pulau sedang menyaksikan televisi yang menyiarkan pembakaran massal di Jakarta pada pertengahan Mei 1998. Tak lama berselang, Tri menerima laporan dari dua rekannya yang berpatroli di perairan Pulau Burung, juga di kawasan Kepulauan Seribu. Mereka menemukan dua mayat laki-laki terapung di dekat pantai pulau yang juga dikenal sebagai surga burung itu. Tri menuju lokasi penemuan mayat yang juga sudah membengkak, lalu membawanya ke Pulau Untung Jawa. Setelah dimandikan dan disalatkan, ketiga jenazah yang dibungkus itu terpal dikubur di tepi pantai. Wawan, penduduk Untung Jawa, menuturkan penghuni Pulau Untung Jawa memang kerap menemukan mayat mengapung di laut. Lazimnya, mayat yang ditemukan di80 | | 1 APRIL 2012 kubur di pantai. Tapi, berbeda dengan penemuan mayat lain, tiga jenazah itu ”mengusik” mereka. Penyebabnya, tiga bulan kemudian, tentara bersenjata lengkap datang dengan dua perahu. Tim dari Pusat Polisi Militer itu merapat di dermaga Pulau Untung Jawa. Dalam rombongan ini juga ada ahli forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Tentara itu memerintahkan penduduk membongkar kuburan tiga mayat temuan petugas patroli keamanan cagar alam Pulau Rambut. Jenazah yang telah terkubur tiga bulan itu dimasukkan ke kantong dan diangkut dengan perahu. Menurut Tri, di dada jenazah pertama terlihat lubang ”seperti bekas tembakan”. Lelaki ini gemuk, berwajah bulat, dan tingginya sedang. Ketika ditemukan, jenazah mengenakan kaus putih bertulisan Hammer dan celana panjang krem. Cincin putih melingkar di ibu jari tangan. Pada ikat pinggangnya tergantung kantong plastik berisi harmonika merah, tiga tablet sejenis obat penenang, dan jam tangan anak-anak. Zulhasmar Syamsu, ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang datang bersama tim Pusat Polisi Militer, menyebutkan ciri-ciri jenazah yang kurang-lebih sama. ”Tapi tidak ada lubang di dada kiri,” ujarnya. ”Di pergelangan tangannya ada bekas kekerasan akibat benda tumpul.” Djaja S. Atmadja, ahli forensik DOK. TEMPO/SANTIRTA M Jenazah-jenazah ditemukan di perairan Pulau Untung Jawa pada Mei 1998. Diduga aktivis korban penculikan. Tempat dikuburkannya tiga jenazah yang diduga korban Mei 1998 di Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu.