Pialang edisi 14 oktober 2013 | Page 17

TOP STORY Laku Korup Politisi POLITISI di negara ini benar-benar piawai melakoni kepura-puraan. Mereka yang lantang melontarkan jargon, “Katakan tidak pada korupsi!” justru korup. Mereka yang berlagak suci dan sering tampil di atas panggung dengan menebar pesan-pesan moral dan agama, justru gemar mencuri. Daging sapi mereka korupsi. Sampai-sampai, dana penerbitan kitab suci Alquran pun dikorup. Keimanan, nurani, dan akal sehat mereka dibungkam keserakahan duniawi. Mereka yang mengklaim suci itu justru seperti manusia tak bertuhan (ungodly). L Padahal, perang terhadap korupsi membutuhkan upaya serius karena korupsi adalah kejahatan yang tak mudah ditangani. Korupsi adalah kejahatan yang sulit dilihat secara kasatmata karena dilakoni secara sembunyi-sembunyi. Interaksi antarpelaku pun begitu tertutup. Mereka bergerak dari bawah tanah dan berkomunikasi layaknya intelijen yang kerap menggunakan sandi agar pihak lain tidak mengetahui konspirasi jahat yang tengah mereka lakoni. Jarahan korupsi juga sulit dilacak karena rapinya penyimpanan. Mereka berupaya menutup celah bagi aparat hukum menjangkau aset yang mereka kuasai. Berbagai cara dilakukan, termasuk menyuap aparat hukum. Mereka kemudian berupaya melakukan pencucian (money laundering) agar uang korupsi dikesankan berasal dari sumber-sumber halal. Dalam waktu sekejap uang haram dengan nilai be- aku itulah, meminjam pendapat Edwin Sutherland dalam suatu pidatonya di depan American Sociological Society pada 1939, yang disebut korupsi sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime), yaitu kejahatan yang dilakukan oleh “orang-orang terhormat” dan memiliki status yang tinggi dalam kaitan dengan jabatannya. Politisi sering berbicara tentang pentingnya akuntabilitas dan integritas. Tetapi ucapannya sebatas kosmetik, tidak diterjemahkan dalam komitmen dan tindakan nyata untuk mendeteksi masalah dan menghukum para koruptor. Kemauan politik biasanya mereka perlihatkan hanya di awal-awal memegang kekuasaan. Namun, kemauan politik berkurang lantaran oportunisme dalam melakukan pembenahan. Akibatnya, upaya antikorupsi terhambat dan korupsi pun muncul kembali (Stapenhurst, Johnston, Pelizzo, 2006). PIALANG INDONESIA 17 EDISI 14 OKTOBER 2013