Jembatan Tol, Membangun
Tanpa Merusak Lingkungan
A
da beberapa kalangan yang
menganggap pembangunan
jalan atau jembatan tol, akan
merusak lingkungan. Menurut mereka, pembangunan jalan tol telah
merusak ekosistem di sekitar jalan tol,
seperti pada jalan tol di Bali. Selain adanya tanaman mangrove yang ditebang
untuk keperluan konstruksi, pengurugan
laut yang dilakukan pihak PT Jasa Marga
(Persero) Tbk, menurut mereka juga berpotensi mematikan ekosistem laut.
“Padahal penebangan mangrove dan
pengurugan laut itu adalah bagian dari
prosedur kerja, dan dalam pembangunan
jembatan tol ini kami juga mengedepankan teknologi yang eco friendly.” ujar
Abdul Hadi Hs, Direktur Pengembangan
Usaha Jasa Marga kepada wartawan
beberapa waktu lalu.
Menurut Abdul Hadi, pengurugan
terpaksa dilakukan untuk melakukan
penanaman tiang pancang. Jumlah tiang
pancang yang ditanam dalam proyek ini
sekitar 38 ribu tiang pancang. “Setelah
pekerjaan selesai, kondisi di bawah
jembatan akan kami kembalikan seperti
semula, yakni tetap dialiri air laut dan
akan ditanami mangrove,” jelasnya.
Pada proses pengurugan, Jasa Marga
PIALANG INDONESIA
menggunakan metode ramah lingkungan,
yaitu pembuatan jalan kerja memakai
timbunan batu kapur, atau limestone.
Sifat batuan limestone yang terdiri dari
kalsium carbonate atau mineral calcite
ini sendiri berasal dari organism laut.
“Sehingga pembuatan jalan kerja dengan
menggunakan batu kapur ini tidak mengganggu biota laut,” jelas Abdul Hadi.
Setelah konstruksi selesai, maka timbunan batu kapur tersebut akan dikeruk
kembali sehingga tidak akan membendung atau mengganggu arus air laut yang
melewati sela-sela tiang pancang jalan tol
tersebut. Hingga Januari 2013, sebanyak
163.000 m3 timbunan batu kapur telah
dipergunakan untuk membangun jalan
kerja, dan dirasakan sangat efektif untuk
mempercepat proses pembangunan jalan
tol tersebut.
Selain bentuk dari upaya untuk
meminimalisasi dampak lingkungan
dari pembangunan jalan tol dan mitigasi
melalui AMDAL, perseroan juga telah
memastikan bahwa tidak ada spesies
Daftar Merah (spesies langka) IUCN
(International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources)
pada area tersebut dan melakukan upaya
restorasi habitat melalui penanaman
7
pohon kembali.
Lebih lanjut Abdul Hadi menjelaskan
bahwa Pembangunan Jembatan Tol Nusa
Dua- Ngurah Rai-Benoa bersinggungan dengan daerah yang memiliki nilai
keanekaragaman hayati tinggi di luar
daerah yang diproteksi. “Proyek jalan tol
ini bersinggungan dengan wilayah Taman
Hutan Rakyat (Tahura) mangrove seluas
5,8 ha,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Jasa
Marga berkomitmen untuk melakukan
penghutanan kembali (re-foresting)
mangrove di sepanjang jalan tol. Untuk
permulaan, bekerjasama dengan Pusat
Studi Pembangunan Berkelanjutan LPPM
Universitas Udayana dimana sampai bulan Mei 2013 telah dilakukan penanaman
10.000 batang mangrove dilakukan di
wilayah Benoa dan Bundaran Ngurah Rai.
Pohon mangrove yang ditanam
adalah jenis Bakau Gandul dan Bakau
Kurap yang sudah diisi dengan kalsium
carbonate dengan maksud agar tanaman
ini dapat beradaptasi dengan tanah yang
ditimbun batu kapur. Dalam melakukan penanaman mangrove ini, Jasa
Marga bekerjasama dengan Universitas
Udayana (Unud). Program kerjasama ini
meliputi program penelitian, pembibitan,
penanaman dan pemeliharaan mangrove
di sekitar jalan tol.
Kegiatan penanaman akan terus
dilakukan dengan mempergunakan bibit
mangrove yang telah disemai untuk
mengganti mangrove yang mati. Karena
pada prinsipnya, dalam membangun
jalan tol tidak boleh merusak lingkungan. Lingkungan yang sempat rusak
karena adanya prosedur kerja yang harus
dilakukan, maka harus dikembalikan
seperti semula.“Bukan sekedar menanam
mangrove, tapi yang kami tanam adalah
kepercayaan . Kepercayaan ini adalah
amanah yang harus kami lakukan, demi
kelangsungan hidup ekosistem di sekitar
jalan tol agar nantinya tetap dapat dinikmati anak cucu kita,” ujar Abdul Hadi.
(ADVERTORIAL)
EDISI 12 AGUSTUS 2013