Pialang edisi 12 agustus 2013 | Page 7

Jembatan Tol, Membangun Tanpa Merusak Lingkungan A da beberapa kalangan yang menganggap pembangunan jalan atau jembatan tol, akan merusak lingkungan. Menurut mereka, pembangunan jalan tol telah merusak ekosistem di sekitar jalan tol, seperti pada jalan tol di Bali. Selain adanya tanaman mangrove yang ditebang untuk keperluan konstruksi, pengurugan laut yang dilakukan pihak PT Jasa Marga (Persero) Tbk, menurut mereka juga berpotensi mematikan ekosistem laut. “Padahal penebangan mangrove dan pengurugan laut itu adalah bagian dari prosedur kerja, dan dalam pembangunan jembatan tol ini kami juga mengedepankan teknologi yang eco friendly.” ujar Abdul Hadi Hs, Direktur Pengembangan Usaha Jasa Marga kepada wartawan beberapa waktu lalu. Menurut Abdul Hadi, pengurugan terpaksa dilakukan untuk melakukan penanaman tiang pancang. Jumlah tiang pancang yang ditanam dalam proyek ini sekitar 38 ribu tiang pancang. “Setelah pekerjaan selesai, kondisi di bawah jembatan akan kami kembalikan seperti semula, yakni tetap dialiri air laut dan akan ditanami mangrove,” jelasnya. Pada proses pengurugan, Jasa Marga PIALANG INDONESIA menggunakan metode ramah lingkungan, yaitu pembuatan jalan kerja memakai timbunan batu kapur, atau limestone. Sifat batuan limestone yang terdiri dari kalsium carbonate atau mineral calcite ini sendiri berasal dari organism laut. “Sehingga pembuatan jalan kerja dengan menggunakan batu kapur ini tidak mengganggu biota laut,” jelas Abdul Hadi. Setelah konstruksi selesai, maka timbunan batu kapur tersebut akan dikeruk kembali sehingga tidak akan membendung atau mengganggu arus air laut yang melewati sela-sela tiang pancang jalan tol tersebut. Hingga Januari 2013, sebanyak 163.000 m3 timbunan batu kapur telah dipergunakan untuk membangun jalan kerja, dan dirasakan sangat efektif untuk mempercepat proses pembangunan jalan tol tersebut. Selain bentuk dari upaya untuk meminimalisasi dampak lingkungan dari pembangunan jalan tol dan mitigasi melalui AMDAL, perseroan juga telah memastikan bahwa tidak ada spesies Daftar Merah (spesies langka) IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) pada area tersebut dan melakukan upaya restorasi habitat melalui penanaman 7 pohon kembali. Lebih lanjut Abdul Hadi menjelaskan bahwa Pembangunan Jembatan Tol Nusa Dua- Ngurah Rai-Benoa bersinggungan dengan daerah yang memiliki nilai keanekaragaman hayati tinggi di luar daerah yang diproteksi. “Proyek jalan tol ini bersinggungan dengan wilayah Taman Hutan Rakyat (Tahura) mangrove seluas 5,8 ha,” jelasnya. Untuk mengatasi hal tersebut, Jasa Marga berkomitmen untuk melakukan penghutanan kembali (re-foresting) mangrove di sepanjang jalan tol. Untuk permulaan, bekerjasama dengan Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan LPPM Universitas Udayana dimana sampai bulan Mei 2013 telah dilakukan penanaman 10.000 batang mangrove dilakukan di wilayah Benoa dan Bundaran Ngurah Rai. Pohon mangrove yang ditanam adalah jenis Bakau Gandul dan Bakau Kurap yang sudah diisi dengan kalsium carbonate dengan maksud agar tanaman ini dapat beradaptasi dengan tanah yang ditimbun batu kapur. Dalam melakukan penanaman mangrove ini, Jasa Marga bekerjasama dengan Universitas Udayana (Unud). Program kerjasama ini meliputi program penelitian, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan mangrove di sekitar jalan tol. Kegiatan penanaman akan terus dilakukan dengan mempergunakan bibit mangrove yang telah disemai untuk mengganti mangrove yang mati. Karena pada prinsipnya, dalam membangun jalan tol tidak boleh merusak lingkungan. Lingkungan yang sempat rusak karena adanya prosedur kerja yang harus dilakukan, maka harus dikembalikan seperti semula.“Bukan sekedar menanam mangrove, tapi yang kami tanam adalah kepercayaan . Kepercayaan ini adalah amanah yang harus kami lakukan, demi kelangsungan hidup ekosistem di sekitar jalan tol agar nantinya tetap dapat dinikmati anak cucu kita,” ujar Abdul Hadi. (ADVERTORIAL) EDISI 12 AGUSTUS 2013