Oil & Gas Indonesia (OGI) edisi 11 | Page 11

Geothermal Rajabasa Masih Terganjal Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Rajabasa yang berada di kawasan Lampung Selatan hingga kini juga belum mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan, meskipun beberapa tokoh adat sudah menyatakan dukungannya terhadap kegiatan tersebut. Menurut Presiden Direktur & CEO PT Supreme Energi, Triharyo Indrawan Soesilo, hingga kini Menhut belum juga mengeluarkan izin pinjam pakai untuk lahan di hutan lindung seluas 15 hektare (ha) di kawasan Gunung Rajabasa yang nantinya akan menjadi lahan eksplorasi PLTP tersebut. “Supreme sudah membuka jalan dan melakukan eksplorasi di lahan seluas 40-50 ha di lahan milik masyarakat yang telah dibelinya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (21/6). Triharyo mengungkapkan, alasan belum mendapatkan izin dari Menhut yakni masih adanya aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang tidak setuju akan pengembangan panas bumi di daerahnya. “Pengembangan panas bumi tidak ada dampak negatifnya, dipastikan tidak akan seperti lapindo,” tuturnya. Untuk itu, tambahnya, pihaknya mengajak beberapa tokoh adat Lampung Selatan agar mengetahui kalau kegiatan eksplorasi panas bumi itu tidak mempunyai dampak negatifnya sama sekali dengan mengadakan studi banding ke PLTP Kamojang milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) pada hari Kamis (20/6). Alhasil, setelah dilakukannya study banding ke PLTP Kamojang, tokoh adat tersebut mendukung penuh kegiatan eksplorasi panas bumi di Rajabasa, dengan menandatangani surat menyatakan dukungannya untuk segera diserahkan kepada Menteri Kehutanan agar segera memberikan izin kepada PT Supreme Energi untuk mengembangkan Foto kegiatan panas bumi di kawasan Gunung Rajabasa. Dipastikan, jika : Edy Triyono izin pinjam pakai hutan tersebut keluar cepat, maka pada akhir bulan Desember 2013 mendatang Supreme sudah bisa memulai tahapan eksplorasinya. v Sumber Daya Migas Masih Jadi Kutukan Pengamat ekonomi Faisal Basri mengungkapkan bahwa sumber daya alam termasuk migas saat ini masih saja menjadi kutukan bagi Indonesia, belum menjadi berkah. Kesalahan pengelolaan jadi penyebab utamanya. “Kita sudah eksploitasi migas tapi kita tidak buat nilai tambahnya dengan bangun kilang,” tandasnya. “Sampai sekarang tidak ada satu pun kilang yang dibangun, dari rencana yang ada batal semua. Saya yakin ini kerjaan mafia minyak,” tegasnya dalam seminar nasional “Pengelolaan Pendapatan Migas dan Tambang di Indonesia” di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta (26/6) yang diadakan oleh Perkumpulan IDEA dan Publish What You Pay (PWYP). Pria yang pernah bersaing dalam perebutan posisi Gubernur DKI Jakarta ini juga melihat subsidi BBM selama ini telah merongrong APBN. Diterangkan olehnya bahwa selama sembilan tahun terakhir hampir selalu (sekitar delapan tahun) realisasi subsidi BBM lebih besar dari nilai defisit APBN. “Hanya tahun 2009 saja subsidi BBM lebih kecil dari defisit APBN,” katanya. Dikatakan olehnya, defisit APBN tersebut akhirnya justru ditutupi dengan utang dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) sehingga secara tak langsung subsidi BBM dibiayai oleh utang pemerintah. Menurutnya sudah seharusnya pemerintah menaikkan harga BBM seperti dilakukan Juni lalu. Namun ia menyayangkan tindakan Presiden SBY di masa lampau yang sampai tiga kali menurunkan harga BBM. “Nafsu politiklah yang membuat SBY turunkan harga BBM, saya sudah pernah katakan seperti itu dulu. Kalau SBY tidak turunkan BBM waktu itu, mungkin sekarang BBM hanya naik Rp 1.000,” paparnya. v & OG I N D O N E S I A Edisi 11 Tahun I / 2013 11