26
Bangunan
Bangunan
Pasar Gede Solo
Pasar Gede Solo
27
1
Pasar Gede Solo
1 Bangunan depan Pasar Gede Solo
Pasar Gede salah satu objek dan daya
tarik wisata di kota Solo terletak di
Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan
Sudiroprajan, Kecamatan Jebres,
kota Solo. Pasar Gede dirancang
oleh Ir. Thomas Karsten seorang
arsitek berkebangsaan Belanda,
mulai dibangun pada tahun 1927
dan berakhir pada tahun 1930 yang
diresmikan oleh Sri Susuhunan Pak-
ubuwana X dengan dana 650 gulden
dan menjadi pasar berlantai dua
yang pertama di Indonesia pada masa
kolonial Belanda.
Sejak jaman kolonial Belanda Pasar
Gede merupakan sebuah pasar
transaksi model Jawa, tempat tujuan
belanja seluas kurang lebih 4.000 m2
ini Selain fungsinya sebagai pasar,
Pasar Gedhe ini juga sebagai menu-
men sejarah dan juga sebagai desti-
nasi tujuan wisata di Solo.
Pasar Gede merupakan pasar
terlengkap di Kota Solo karena di
Pasar Gede kita dapat menjumpai
berbagai macam barang kebutuhan
pokok, berbagai macam makanan
tradisional khas kota Solo, makanan
yang melegenda juga dibuat secara
turun-menurun dan hanya dijual di
Pasar Gede. Sebagai pasar tradisional
peninggalan masa lalu, pasar ini
merupakan aset budaya masyarakat
Solo. Seperti namanya yang berarti
besar, fisik Pasar Gede memang
terbilang paling besar ketimbang
bangunan pasar lainnya di Kota
Solo, tetapi bukan hanya arsitektur
bangunannya yang membuat pasar
ini begitu istimewa, keragaman
barang dagangan yang tersedia di
Pasar Gede itulah yang menjadi mag-
net bagi sebagian besar warga Solo
dan wisatawan yang bertandang ke
Kota Bengawan.
Situs-situs dilihat secara
komprehensif, baik dari sudut
pandang sejarah maupun lanskap
tata ruang kota, telah berekspresi
memasuki tiga dimensi ruang dan
waktu (masa kerajaan, kolonial, dan
kemerdekaan) untuk kepentingan
struktural-fungsional pasar. Secara
struktural, bangunan Pasar Gede
berada pada kesatuan ekologi
kultural, sementara dikaji secara
fungsional memang sejak dahulu
juga sudah berfungsi sebagai pasar
transaksi model Jawa. Pemaknaan
atas nilai simbolik Pasar Gede, yang
berada pada jangkauan pusat kota
Solo berarti menandakan bahwa
penentuan atas lanskap kawasan
Pasar Gede pada skala tata ruang
kota.
Pasar Gede awalnya bernama
Pasar Gedé Hardjonagoro, yang
diambil dari nama cucu kepala
Pasar Gedé masa itu (1930), Go Tik
Swan – keturunan Tionghoa namun
mendapat gelar KRT Hardjonagoro
dari Paku Buwono XII. Dekatnya
Pasar Gede dengan komunitas
Tionghoa dan area Pecinan bisa
dilihat dengan keberadaan sebuah
klenteng Vihara Avalokitesvara
Tien Kok Sie di dekatnya yang tak
jauh dari perkampungan warga
keturunan Tionghoa (pecinan) yang
bernama Balong yang letaknya di
Kelurahan Sudiroprajan. Itulah
mengapa para pedagang sekalipun
sekarang tidak dominan banyak
yang merupakan keturunan etnis
Tionghoa. Nama “gede” yang berarti
besar, dipakai juga karena pintu
gerbang di bangunan utama terlihat
seperti atap singgasana. Pada jaman
kolonial pasar ini sebagai media-
tor perdagangan bagi masyarakat
Belanda - Cina - Pribumi dengan
harapan hubungan antar etnis yang
semula berkonflik dapat berlangsung
harmonis. Pada jaman kolonial
Pasar Gede terkenal dengan sebutan
“Pasar Priyayi” karena barang-barang
dagangan yang dijual di Pasar Gede
berkualitas baik dari pada pasar
tradisional lainnya yang berada di
Kota Solo dan pada jaman kolonial
Belanda yang berbelanja di Pasar
Gede kebanyakkan dari golongan
bangsawan atau priyayi.
(Sumber : Caesar wawancara dengan Ibu Sasmito.
dan Nugroho Eko Praptomo dalam karya tulis
“PASAR TRADISIONAL SEBAGAI DESTINASI
WISATA ALTERNATIF DI KOTA SOLO”)
Jalan Jend. Urip Sumoharjo,
Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres,
Kota Surakarta, Jawa tengah, Indonesia.
Kaloka the magazine-2017
Kaloka the magazine-2017