ALAM ISLAMI
M
enjadi Muslim
minoritas di negara
Eropa seperti Jerman
memang penuh
tantangan. Persoalan
tak hanya terkait dengan ibadah, tetapi
juga hubungan dengan masyarakat yang
mayoritas sekuler (bersifat duniawi).
Hal ini salah satunya dirasakan Abdoul
(30), koki di sebuah restoran Italia,
Vapiano. Dikutip republika.co.id, pria
asal Senegal itu mengutarakan keluh-
kesah. “Hidup di sini berat, orang tidak
paham tentang Islam,” katanya, Ahad
(15/7).
Sama dengan teman-temannya asal
Afrika yang Muslim, setiap hari Abdoul
selalu menyempatkan diri untuk salat,
apalagi tak jauh dari tempatnya bekerja
terdapat masjid. Namun, masih sulit
baginya untuk menerapkan salat lima
waktu. Atasannya tidak mengizinkan
istirahat saat jam kerja untuk
beribadah, sehingga Abdoul hanya bisa
salat di luar jam kerja.
Sementara itu, berdasar data
Kementerian Dalam Negeri Jerman,
Islam di Jerman berkembang pesat
dalam dua dekade terakhir. Saat ini,
Islam menjadi agama terbesar kedua
dengan jumlah penganut mencapai 4,7
juta orang atau sekitar 5,7 persen dari
total populasi Jerman sebesar 83 juta
jiwa. ”Keberadaan Islam di sini menjadi
penting karena sebenarnya hampir
setengah dari populasi (penduduk
Jerman) tidak religius,” ujar pakar Islam
di Jerman, Susanne Kaiser, Senin (9/7),
sebagaimana dilansir salah satu portal
berita online.
Berdasar penelitian aktivis Young
Islam Conference (JIK), banyak orang
Jerman menganggap Muslim sebagai
entitas yang homogen, sehingga
mayoritas masyarakat melihat Islam
sebagai ancaman, antidemokrasi,
intoleran, dan tidak cocok dengan
masyarakat Barat. “Padahal Muslim
adalah kelompok yang beragam dari
segi bangsa, etnis, aliran, sosial status,
dan lain sebagainya,” kata Project
Manager JIK, Tarek Muendelein, Rabu
(18/7).
Dijelaskan, potret Muslim
dalam media-media Jerman selalu
digambarkan sebagai agama yang tidak
mau berintegrasi dengan masyarakat
serta berisiko terhadap keamanan
sebuah negara.
Untuk melawan stigmatisasi
dan prasangka tersebut, Muendelin
dan rekan-rekannya di JIK gencar
menyelenggarakan konferensi yang
mempertemukan anak-anak muda
Muslim dengan anak-anak muda non-
Muslim di Jerman. “Fokus dialog tidak
pada aspek religiositas atau teologi
dalam Islam, melainkan pada aspek
sosial dan politik,” ujarnya.
Sementera itu, dalam berbagai
stigma itu, antaranews.com mengutip
hasil studi Religion Monitor yang
disiarkan oleh Bertelsmann Institute,
menyebutkan bahwa integrasi Muslim
di Jerman berjalan dengan baik
dibanding dengan bagian Eropa
lainnya. Sebanyak 4,7 juta Muslim di
Jerman dapat membaur dengan baik
ke dalam pasar tenaga kerja.
59 |
September 2018 | Edisi 135