My first Magazine hadila september | Page 59

ALAM ISLAMI M enjadi Muslim minoritas di negara Eropa seperti Jerman memang penuh tantangan. Persoalan tak hanya terkait dengan ibadah, tetapi juga hubungan dengan masyarakat yang mayoritas sekuler (bersifat duniawi). Hal ini salah satunya dirasakan Abdoul (30), koki di sebuah restoran Italia, Vapiano. Dikutip republika.co.id, pria asal Senegal itu mengutarakan keluh- kesah. “Hidup di sini berat, orang tidak paham tentang Islam,” katanya, Ahad (15/7). Sama dengan teman-temannya asal Afrika yang Muslim, setiap hari Abdoul selalu menyempatkan diri untuk salat, apalagi tak jauh dari tempatnya bekerja terdapat masjid. Namun, masih sulit baginya untuk menerapkan salat lima waktu. Atasannya tidak mengizinkan istirahat saat jam kerja untuk beribadah, sehingga Abdoul hanya bisa salat di luar jam kerja. Sementara itu, berdasar data Kementerian Dalam Negeri Jerman, Islam di Jerman berkembang pesat dalam dua dekade terakhir. Saat ini, Islam menjadi agama terbesar kedua dengan jumlah penganut mencapai 4,7 juta orang atau sekitar 5,7 persen dari total populasi Jerman sebesar 83 juta jiwa. ”Keberadaan Islam di sini menjadi penting karena sebenarnya hampir setengah dari populasi (penduduk Jerman) tidak religius,” ujar pakar Islam di Jerman, Susanne Kaiser, Senin (9/7), sebagaimana dilansir salah satu portal berita online. Berdasar penelitian aktivis Young Islam Conference (JIK), banyak orang Jerman menganggap Muslim sebagai entitas yang homogen, sehingga mayoritas masyarakat melihat Islam sebagai ancaman, antidemokrasi, intoleran, dan tidak cocok dengan masyarakat Barat. “Padahal Muslim adalah kelompok yang beragam dari segi bangsa, etnis, aliran, sosial status, dan lain sebagainya,” kata Project Manager JIK, Tarek Muendelein, Rabu (18/7). Dijelaskan, potret Muslim dalam media-media Jerman selalu digambarkan sebagai agama yang tidak mau berintegrasi dengan masyarakat serta berisiko terhadap keamanan sebuah negara. Untuk melawan stigmatisasi dan prasangka tersebut, Muendelin dan rekan-rekannya di JIK gencar menyelenggarakan konferensi yang mempertemukan anak-anak muda Muslim dengan anak-anak muda non- Muslim di Jerman. “Fokus dialog tidak pada aspek religiositas atau teologi dalam Islam, melainkan pada aspek sosial dan politik,” ujarnya. Sementera itu, dalam berbagai stigma itu, antaranews.com mengutip hasil studi Religion Monitor yang disiarkan oleh Bertelsmann Institute, menyebutkan bahwa integrasi Muslim di Jerman berjalan dengan baik dibanding dengan bagian Eropa lainnya. Sebanyak 4,7 juta Muslim di Jerman dapat membaur dengan baik ke dalam pasar tenaga kerja. 59 | September 2018 | Edisi 135