MINA BAHARI Edisi I - 2017 | Page 44

42 TOKOH
Menurut Bapak, bagaimana kondisi perikanan Indonesia sebelum dan sesudah ada kebijakan pemberantasan illegal ishing?
Kalau dilihat dari satelit Global Fishing Watch yang diresmikan oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu, John Kerry bersama Ibu Susi di Washington DC, memang kelihatan sekali perbedaan gambaran Indonesia sekarang dengan Oktober 2014. Bukan berarti tidak ada lagi potensi pelanggaran, tapi jauh berkurang. Itu yang pertama ya.
Kedua, ketika kita wawancara nelayan-nelayan, mereka selalu mengatakan kalau sekarang lebih mudah menangkap ikan dan sekarang ikan lebih melimpah. Yang ketiga, kalau kita melihat penelitian yang akademis, itu kan sangat jelas ya kalau biomass ikan atau sumber daya ikan kita sekarang memang lebih banyak. Dari 6 koma sekian juta ton, sebelum 2014, sekarang Kajiskan( Komite Nasional Pengkajian Stok Ikan-red) mengatakan stok ikan kita jauh lebih tinggi mencapai 9 juta. Nah, kalau dikaitkan dengan hasil penelitian University California of Santa Barbara( UCSB) dan beberapa universitas di Indonesia dan litbang kita, itu menunjukkan bahwa, apa yang sudah dilakukan dalam memberantas dengan caracara yang revolusioner dari Ibu Menteri ini sudah on the right track dan ditambah dengan ungkapan isheries government reform, perbaikan tata kelola dalam bisnis perikanan tangkap terutama, itu akan menjadi lebih prospektif lagi.
Nah ini menunjukkan, bahwa pemberantasan IUU
Fishing saya kira efektif dan berhasil. Jadi fakta-fakta itu memang menunjukkan pemberantasan IUUF is a must, bahkan sudah hampir terlambat. Jadi oleh sebab itu, sekarang ini kan sedang ada satu masa dimana daya dukung ekosistem laut kita diberi ruang untuk bernafas dulu, diberi ruang untuk merehabilitasi sendiri untuk merevisi sendiri.
Setelah pemberantasan illegal ishing mulai membuahkan hasil, sikap apa yang harus dibentuk oleh negara?
Jadi, sekarang ini yang dibutuhkan adalah konsistensi. Di mana kita harus betul-betul melaksanakan atau menjabarkan 3 prinsip yang selama ini diangkat oleh Ibu Menteri. Ini merupakan penerjemahan dari Ibu Menteri yang diambil inti sarinya dari nawacita Presiden Jokowi. Pertama adalah kedaulatan. Saya kira itu harga mati untuk mempertahankan negara Indonesia.
Yang kedua adalah keberlanjutan, sustainability, ini mengingatkan kita pada konsep pembangunan berkelanjutan. Jadi bagaimana kita memberikan konteks sustainable di dalamnya pada pengembangan sumber daya perikanan di Indonesia. Itu penting. Jadi saya melihat ada satu pemikiran yang sekarang ini muncul, karena ada satu pemandangan. Misalnya kapal-kapal eks asing yang sekarang dikandangkan karena memang tidak boleh berlayar, lalu ada orang yang berpandangan tidak sustainable atau tidak dilatarbelakangi oleh sustainable development. Mereka berpikir, ikan melimpah, ada kapal eks asing yang mangkrak, itu kenapa gak dipakai? Ini pola-pola pikir yang short term, tidak long term, karena tidak sesederhana itu. Karena kapal eks asing itu dimiliki oleh perusahaan yang menjadi – kalau boleh dibilang agent, sebagai perusahaan yang dikendalikan. Sebenarnya, perusahaan itu adalah perusahaan Indonesia. Kapal-kapalnya diregistrasi di sini, kemudian diberi bendera kebangsaan Indonesia. Sebenarnya saat kita telusuri dan telaah lebih dalam lagi, perjanjian-perjanjian mereka dengan mitra-mitra asing mereka, itu sebenarnya kendali dari perusahaan-perusahaan tersebut. Saya tidak mengatakan semuanya ya, tapi itu ada di mitra-mitra yang ada di luar negeri. Jadi ada yang lebih straight mengatakan, Halah! Perusahaan kita mah cuma menjual ijin doang!
Intinya mereka cuma jual ijin, lalu mereka dapat per bulannya berapa. Tenaga kerja yang nangkap ikan, ABK, yang ngatur semuanya itu dari pihak asing. Karena kalau mereka menggunakan ABK Indonesia, ABKnya bisa menjadi whistle blower, jadi mereka khawatir, karena mereka tahu lokasi-lokasinya dimana. Mereka bisa lari ke polisi, melaporkan, ke masyarakat. Jadi memang sengaja, ABKnya tidak direkrut ABK Indonesia. Tetapi ABK asing. Jadi sikap sekarang bagaimana? Ya harus konsisten menjalankan aturan yang ada.
Terkait pencurian ikan sendiri, sebenarnya pencurian ikan termasuk salah satu kejahatan besar atau tidak?
Nah, sebelum saya masuk ke sini, saya kadangkadang berpikir, apa sih illegal ishing? Saya lebih banyak bermain di forest crime, sekarang lebih ke enviromental crime. Saya kan sebelumnya banyak berkecimpung di situ. Tapi pada saat saya masuk ke IUU Fishing, awalnya saya pikir ya hanya pelanggaran, dalam bentuk transshipment, atau mematikan VMS( Vessel Monitoring System), atau tidak melaporkan dengan benar hasil tangkapan. Tapi ternyata, setelah kami melakukan audit kepatuhan, sebagai bagian dari analisis dan evaluasi, pencurian ikan ternyata lebih hebat, serius, dari apa yang dipikirkan oleh saya dan teman-teman sebelumnya. Misalnya tidak hanya saja crimes yang merupakan pelanggaran dari Undang Undang Perikanan, dengan peraturan pelaksanaannya itu, tetapi juga pelanggaran terhadap UU yang lain seperti perbudakan, perdagangan orang, bahkan pencucian uang dan saya yakin juga tindak pidana korupsi, KUHP sendiri karena ada pemalsuan dokumen di situ, jadi banyak sekali.
MINA BAHARI | April 2017