Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 417 Tahun 2013 | Page 50

INFO 50 LAKSDYA TNI (PURN) RACHMAT SUMENGKAR RAMBO INDONESIA EMPAT ZAMAN S edikitnya delapan pertempuran di tiga zaman, membuat mantan Perwira Pendidikan Pelaut ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) pertama yang terlahir dengan nama Sumengkar ini di kenal tangguh, disiplin, pemberani, cerdik, dan nekad, namun penyayang. Beliau yang lahir di Kota Hujan Bogor, 5 April 1926, merangkai kisah hidupnya dari pertempuran yang satu ke pertempuran yang lain. Berkali-kali ia menjadi tawanan baik di masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang maupun kala pemberontakan PKI. Namun dengan kecerdikannya yang licin bak belut, ia selalu berhasil meloloskan diri dari musuh. Termasuk keputusannya mengubah identitasnya dengan menambahkan Rachmat di depan nama pemberian orangtuanya, karena tentara Belanda terus mencarinya. Siasatnya ini ternyata berhasil mengelabui pihak Belanda yang gagal menangkapnya, sebab yang mereka cari adalah Lettu Sumengkar, dan bukan Lettu Rachmat Sumengkar. Akhirnya Belanda kebingungan dan kehilangan jejak. Suatu ketika ia dan rekan-rekan seperjuangannya dengan cepat dan tegas tanpa ampun mengambil alih kapal-kapal milik tentara Jepang dan melucuti senjatanya. Bersama arekarek Suroboyo, ia juga bertempur habis-habisan melawan pasukan sekutu di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Putra Pertama dari Ayahanda Kasdi Tirta Atmadja yang lebih dikenal dengan Haji Abdurochim dan Ibunda Nyi Raden Soeratmi atau Hajah Siti Fatimah ini, sebelum bergabung di ALRI dengan berbekal Pendidikan Sekolah Pelayaran Tinggi (Koto Seinin Yosesho) yang ia tamatkan pada tahun 1944 di Jakarta telah memuluskan karir pertamanya sebagai Mualim II di Kapal Dai Ichi Sakura Maru dari Perusahaan Jawa Unko Kaisha (Pelayaran Sipil Jepang yang dimiliterisir). Perang telah menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan yang dalam bagi rakyat. Kondisi ekonomi saat itu begitu parah, di mana Tentara dan Pegawai Negeri lainnya memperoleh kebutuhan pokoknya dengan mendapatkan kupon, namun tidak demikian dengan rakyat biasa. Kebutuhan sandang, pangan sangat sulit diperoleh, kalaupun ada, harganya tidak terjangkau. Banyak rakyat kecil tidak mendapat