AKTIVITAS
Namun, Justru dengan penilaian yang sudah dirancang, akan berpotensi menjadikan BPP Daerah paling tidak memiliki nilai skor minimal C, artinya sangat memungkinkan tetap berdiri sendiri,” terang Roni.
Dari rancangan penilaian tersebut Roni memperkirakan, akan berdiri BPP Daerah di sebagian besar kabupaten / kota yang ada di Indonesia. Hal tersebut juga merupakan salah satu kemajuan dan bentuk perhatian BPP Kemendagri, serta terus memantau perkembangan RPP OPD untuk eksistensi BPP di daerah. Mengingat saat ini hanya ada 21 BPP Daerah di tingkat provinsi dari 34 provinsi dan sedikit di kabupaten / kota.
Memperkuat UU
Hadirnya PP OPD tersebut juga bisa dijadikan antisipasi akan keberadaan Perda yang menggugurkan kewajiban pendirian BPP Daerah pada UU No 23 Tahun 2014. PP tentang OPD yang tengah dirancang, dianggap cukup moderat untuk diimplementasikan.
Menurut Roni, perda bisa saja dibuat oleh gubernur, bupati / walikota dan DPRD, pasalnya pembentukan perda juga tidak terlepas dari kepentingankepentingan, ditambah cara pandang gubernur, bupati / kepala daerah selama ini yang dianggap belum mementingkan keberadaan BPP di daerah.
“ RPP OPD ini, sejatinya juga untuk mengawal eksistensi BPP di daerah, meski sudah ada dalam UU terkait pendirian BPP Daerah, dan RPP bisa saja tidak dibuat. Karena daerah belum litbang minded atau belum menyusun policy daerah berbasis riset, sehingga BPP masih belum dianggap perlu berdiri,” ucapnya
Roni menegaskan, RPP tersebut juga akan mengakomodasi keperluan BPP di daerah seperti fungsional peneliti, struktural, maupun produk kelitbangan. Karenanya, RPP tersebut juga mengatur inpassing( penyetaraan kepangkatan, golongan, dan jabatan fungsional).
“ Misalnya jika berdiri perangkat daerah yang juga ada kelompok jabatan fungsional, maka perlu tenaga fungsional yang menguasai pada bidang tersebut, sama halnya pada bidang-bidang lainnya,” tegas Roni.
Untuk memperkuat pernyataan tersebut, Teguh Narutomo Kepala Bagian Pembinaan Jabatan Fungsional, Kepegawaian, dan Sisdur, serta Evaluasi Kinerja ASN BPP Kemendagri mengatakan, RPP tersebut sudah hampir disepakati oleh pemerintah.
Dalam forum yang dihadiri para pengelola BPP daerah tersebut, Teguh menyarankan para pengelola BPP daerah untuk tidak terlalu berharap lebih dan berdiskusi panjang lebar. Menurut Teguh, BPP Kemendagri saat ini tidak tinggal diam, pihaknya tengah berjuang untuk kemajuan BPP di daerah. Salah satunya BPP Kemendagri sudah membuat surat resmi kepada Menteri, terkait kemungkinan penghilangan kriteria yang memberatkan BPP dalam Pasal 27 tentang OPD.
Acara yang dibuka langsung oleh Plt. Kepala BPP Kemendagri tersebut disambut cukup antusias oleh pengelola BPP daerah, salah satunya Herri Yuheri Sekretaris Balitbangnovda Sumsel yang mengapresiasi kegiatan tersebut, ia mengharapkan BPP Kemendagri secara rutin mengadakan forum diskusi sebagai wadah komunikasi antara BPP Kemendagri bersama BPP Daerah.
“ Cukup bagus, acara-acara seperti ini sebaiknya rutin dilakukan, tidak hanya Rakornas yang cakupannya luas. Forum diskusi tersebut diharapkan bisa menemukan solusi dan jalan keluar terhadap permasalahan yang selama ini kerap menghantui BPP khususnya di daerah,” ungkap Herri.
Simulasi penilaian
FKPPD 2016 juga me-launching simulasi penilaian eksistensi dan penilaian BPP terkait Organisasi Perangkat Daerah secara online. Dalam simulasi tersebut setiap pengelola BPP daerah bisa mengetahui berada pada tipe manakah BPP Daerah tersebut.
Terdapat dua perangkat penilaian yaitu faktor umum dan faktor teknis. Faktor umum menunjukan beberapa variabel yang terdiri dari jumlah penduduk suatu daerah di mana BPP tersebut berdiri, luas wilayah, dan jumlah APBD. Sementara, faktor teknis terdiri dari beberapa variabel yang terdiri dari jumlah perangkat daerah yang ada di provinsi, kabupaten / kota, termasuk kecamatan, luas wilayah, dan jumlah kebijakan daerah atau jumlah peraturan bupati / walikota.
Penilaian tersebut juga secara otomatis akan menampilkan nilai yang sudah diatur sesuai dengan besaran jumlah yang terdapat dalam faktor umum dan faktor teknis.
BPP Sumatera Utara, misalnya, dengan jumlah penduduk 13.766.851 jiwa memiliki nilai 100. Dengan luas wilayah sekira 72.981 kilometer persegi, BPP Sumut otomatis memiliki nilai 50. Sementara, dengan besar APBD senilai 9.004.403.490.630 rupiah memiliki Nilai 50, kemudian 52 perangkat daerah menghasilkan nilai 250, dan sebanyak 707 buah jumlah kebijakan yang dihasilkan mendapatkan nilai 180. Maka, total nilai yang didapat oleh BPP Sumut adalah 730. Sehingga kesimpulannya, BPP Sumut mendapat nilai A.
Simulasi penilaian secara online merupakan langkah bagi kemajuan BPP selama ini. Di tengah banyaknya BPP Daerah yang mempertanyakan posisi mereka berdasarkan penilaian tersebut, meski banyak juga yang tidak menggubris peraturan serta mempermasalahkan substansi pengklasifikasian BPP tersebut.
Adanya langkah maju tersebut diharapkan, agar BPP Daerah bisa menyesuaikan sendiri besaran perangkat yang harus dimiliki dalam suatu badan yang dipimpinnya. Simulasi penilaian tersebut juga diharapkan bisa dicontoh oleh beberapa lembaga BPP pada kementerian lain.( MSR)
VOLUME 1 NO. 2 | JUNI 2016 21