Media BPP Juni 2016 Vol 1 No 2 | Page 28

LAPORAN UTAMA

MENJAWAB PERSOALAN RPP OPD

BEBERAPA permasalahan dan‘ curhatan’ yang ada di BPP Daerah seperti yang terjadi pada tiga lokus yang kami kunjungi, turut mengundang pertanyaan besar. Apa tindakan BPP Kemendagri sebagai induk dari BPP Daerah?

Menjawab pertanyaan tersebut, sejatinya BPP Kemendagri sudah melaksanakan beberapa agenda besar untuk memperkuat kiprah dan eksistensi BPP Daerah selaku perwakilan daerah. Salah satu genda besar tersebut adalah Rakornas( Rapat Koordinasi Nasional) yang diselenggarakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 14-16 Maret 2016 lalu.

Selain itu, sekira satu bulan lalu, BPP Kemendagri mengadakan Forum Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Daerah( FKPPD) 2016 yang di selenggarakan di Puncak, Cisarua, Bogor. FKKPD tersebut membahas penguatan eksistensi BPP Daerah menyongsong penggantian PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Menurut Teguh Narutomo, Kepala Bagian Pembinaan Jabatan Fungsional, Kepegawaian, dan Sisdur serta Evaluasi Kinerja ASN( PJKSE), sebenarnya dalam FKKPD kemarin sudah hadir Dirjen Otda Kemendagri yang merumuskan RPP OPD pengganti PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.“ Mereka bilang ke kami, tidak perlu risau dengan pengklasifikasian BPP bertipe A, B, atau C. Tetap ada Eselon II yang akan memimpin BPP Daerah,” terang Teguh saat ditemui Tim Media BPP di LAN Pejompongan, Kamis( 26 / 06).
Namun kenyataanya tidak demikian. Dalam revisi PP OPD tersebut, masih ada pasal yang bermasalah dan tidak selaras dengan amanat UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengharuskan Pemerintah Daerah harus mendirikan BPP.“ Ada pasal yang mengatakan jika BPP tidak masuk dalam penilaian, maka harus dirumpunkan dengan dinas lain dalam satu provinsi,” ungkapnya.
PJKSE mencatat, masih banyak BPP Daerah yang bertipe C, sementara RPP OPD tersebut sudah resmi menjadi PP 18 Tahun 2016 yang disahkan per
21 Juni 2016“ Selama ada pasal tersebut, dan belum direvisi, kita masih rawan,” terangnya.
Hal ini tentu ' merugikan ' BPP Daerah apabila harus dirumpunkan dengan Bappeda, dan tidak bisa berdiri sendiri menjadi sebuah badan. Beberapa permasalahan tentu akan muncul, seperti tidak bisanya berkembang BPP di Daerah.“ Ada semacam psikologi posisi antara BPP pusat dengan daerah. Jika BPP Daerah dirumpunkan dengan Bappeda, maka akan dipimpin oleh pejabat di bawah eselon II. Akibatnya, ketika BPP Daerah mengadakan program acara yang membutuhkan pimpinan pusat sebagai pembina atau memutuskan kebijakan, maka ada semacam pola non egaliter yang membuat pemimpin pusat tidak bisa menghadiri, akibatnya yang datang bukan pemangku kebijakan, hanya perwakilan saja,” jelasnya.
Selain itu, percepatan pengesahan PP tersebut berbanding lurus dengan percepatan kinerja yang digencarkan oleh Presiden Joko Widodo kepada dinas-dinas yang tertuang dalam RPP OPD tersebut, salah satunya adalah BPP Daerah.
Semua program kerja ditargetkan Juni sudah selesai, terhitung per Agustus sampai Desember semua program telah dibentuk dengan mengikuti sistem lembaga atau dinas yang baru sesuai dengan yang tercantum dalam PP 18 Tahun 2016 tentang OPD.“ Tahun 2017 sudah dibuat pola anggaran baru, dengan lembaga yang baru. Itu percepatan yang diinginkan oleh Jokowi. Ini kan mekanisme yang dibangun sendiri. Sambil menunggu hal tersebut, BPP Daerah juga sudah merencanakan Pagu
VOLUME 1 NO. 2 | JUNI 2016 15