BALITBANGNOVDA SUMSEL
IPTEK UNTUK RAKYAT
Badan Penelitian dan Pengembangan( BPP) yang ada di Selatan Pulau Sumatera ini memaksimalkan keunggulan sebagai provinsi penghasil ikan patin di Indonesia.
LAPORAN UTAMA
Inovasi, itulah kata yang kerap melekat dalam diri Balitbangnovda Sumsel. BPP yang menambahkan nama inovasi sejak 2011 ini, terus gencar memperkenalkan produk unggulan yang di milikinya di setiap event inovasi hingga ke seluruh Nusantara. Menurut Kabid Inovasi Balibangnovda Sumsel Samsudin, seluruh jajaran Balitbangnovda berkomitmen tidak ingin hanya melanjutkan kesuksesan pemimpin sebelumnya. Mereka meski putar otak untuk membuat berbagai terobosan.
Capaian kinerja Balitbangnovda Sumsel terlihat dari beberapa produk unggulan yang dihasilkan oleh lebih dari 20 Usaha Kecil Menengah( UKM) yang ada di Sumsel. Salah satu produk yang tengah dikembangkan untuk menjadi produk unggulan Provinsi Sumsel saat ini adalah olahan pindang patin dalam kemasan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari sentra produksi perikanan, produksi ikan patin di Sumsel terbesar di Indonesia yakni mencapai 150 ribu ton per tahun.
“ Sumsel pun menyumbang 60 persen produksi ikan patin yang ada di Indonesia, dukungan pemerintah juga terus digalakkan agar budidaya tersebut tidak hilang,” ujar Samsudin.
Dengan konsep Iptek untuk rakyat, Balitbangnovda bertindak sebagai intermediator bagi para petani yang ada di Kabupaten Banyuasin. Berawal dari keinginan para pelancong yang hendak ke Sumsel untuk membawa pindang.
Oleh-oleh ikan pindang yang hanya dalam kemasan plastik, menjadi inisiatif Balitbangnovda untuk mengembangkan dalam kemasan kaleng yang tahan lama dan lebih rapi.
“ Dengan begitu Pindang sekarang bisa dibawa ke manamana, tidak lagi dengan plastik, kalau memakai plastik kadang orang bawanya juga susah,” terang Samsudin.
Samsudin mengatakan, sentra produksi ikan patin yang berbeda di Kabupaten Banyuasin tidak terlepas dari masyarakat yang memproduksi batu bata. Banyaknya lubang tanah bekas galian batu bata yang tergenang air, dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk budidaya ikan patin. Namun, di sisi lain, melimpahnya ikan ternyata tidak serta merta menambah kemakmuran, meningkatnya pasokan ikan membuat harga ikan rendah sehingga perlu strategi baru agar hasil produksi ikan memunyai nilai ekonomis tinggi. Balibangnovda Sumsel pun harus putar otak, hasilnya melalui inkubator teknologi ditemukan ide pengemasan ikan patin dalam kaleng.
Samsudin menambahkan, proses produksi ikan patin juga merupakan hasil kerja sama antara Balitbangnovda dengan LIPI Yogyakarta. Balitbangnovda Sumsel saat ini tengah mengupayakan produk tersebut memiliki merek dagang, sehingga produk tersebut tidak hanya dipamerkan, tetapi bisa dipasarkan lebih luas. Namun, dalam segi pemasaran, Balitbangnovda Sumsel masih menemui kendala.
“ Karena belum keluar merek dagang, maka produk tersebut tidak boleh dipasarkan, kendala lainnya adalah anggaran Balitbangnovda Sumsel yang terbatas. Sehingga tidak bisa membeli mesin produksi, seperti mesin untuk mensterilkan makanan,” ucap Samsudin.
Produksi ikan patin dilakukan sepenuhnya oleh UKM Sumsel yang menjadi binaan Balitbangnovda Sumsel. Pindang Patin tersebut juga rencananya akan dijual dengan harga 20 ribu / pcs.
“ Terkait pemasaran produk Pindang Patin, bisa saja pada masa mendatang Balitbangnovda Sumsel bekerja sama dengan pengelola ibadah haji, agar setiap peserta mendapat produk tersebut untuk oleh-oleh ketika pulang kampung,” ungkap Samsudin.
Hadirnya produk tersebut pada masa mendatang diharapkan dapat menjadikan Sumsel sebagai sentra oleh-oleh ikan pindang yang bisa dikirim ke berbagai daerah di Indonesia.
Selain kemasan pindang patin, Balitbangnovda Sumsel juga tengah mengembangkan kemasan produk dari UKM lain seperti keripik durian, kopi, kerupuk / kemplang aneka rasa, terasi, dan sebagainya. Melalui Balitbangnovda Sumsel, produk kopi milik UKM binaan, saat ini tengah dipasarkan di supermarket seperti carrefour dan disandingkan dengan kopi-kopi terkenal.
Lebih lanjut menurut Samsudin, Iptek akan mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing produk, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan profesionalisme individu, dan meningkatkan pendapatan individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat memajukan perekonomian bangsa.
“ Sama halnya dengan inkubator teknologi Sumsel, diharapkan bisa menghasilkan pengusaha berbasis teknologi, manfaat teknologi harus bisa dikembalikan kepada masyarakat, lebih tepatnya Iptek untuk rakyat,” tutup Samsudin.( MSR)
14 VOLUME 1 NO. 2 | JUNI 2016