Media BPP Juni 2016 Vol 1 No 2 | Page 18

BPP Provinsi Riau
LAPORAN UTAMA
BPP Provinsi Riau

DARI IKAN HINGGA NANAS

Terik matahari terasa begitu panas di kulit. Pusat kota masih diramaikan tempat perbelanjaan dan rekreasi. Kendaraan berplat BW hilir mudik di jantung ibu kota Riau. Kami bergegas menuju STP( Science Techno Park) yang berada di kawasan Desa Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

Jalan mulus aspal kami rasakan di perjalanan. Sepanjang kanan dan kiri terlihat pemandangan kelapa sawit dan gambut. Baru lima menit perjalanan, kami sudah disuguhi pemandangan jalanan yang sepi, beraspal, dan panas. Hanya beberapa mobil bak terbuka pengangkut hasil kelapa sawit atau barang-barang dari luar kota yang kami jumpai.
Perjalanan begitu lancar, tidak ada macet yang kami rasakan. Hanya saja, jika jendela mobil sedikit dibuka, terik matahari akan langsung terasa begitu kuat.“ Di Riau ini panas, karena atas bawahnya minyak. Di bawah ada minyak, di atas ada minyak kelapa sawit,” ungkap Dam Supriyadi, staf BPP Riau yang mengendarai mobil yang kami tuju.
Tiba-tiba mobil yang kami tumpangi itu membelok masuk ke dalam lahan seluas 30 hektar dengan gerbang berkarat.“ Tittdin..” suara klakson dibunyikan menandakan mobil minta dibukakan gerbang. Seketika petugas di dalam langsung membukakan gerbang, mobil kami masuk dalam lahan bertuliskan“ STP Puribangtek”( Pusat Riset Pengembangan dan Teknologi) salah satu program BPP Riau yang menjadi andalan.
Berbekal informasi dari Arbaini, BPP Riau memang fokus pada STP Puribangtek yang sudah berjalan sejak 2005 itu.“ Programnya sudah mulai berjalan sejak tahun kemarin. Apalagi ada dukungan dari Kemenristek. Ada sembilan yang direncanakan Kemenristek terkait STP ini, namun hanya lima yang disetujui. Salah satunya BPP Riau,” terangnya.
Diakui Arbaini, dalam hal pembangunan Kemenristek memang sangat membantu masalah pendanaan, namun untuk hal penunjang seperti gaji pegawai dsb, masih di bawah naungan BPP Daerah atau APBD.“ Dana khusus dari kami kemarin ada sekira 1,7 milyar yang kami gunakan juga untuk membuat pagar mengeliling 3 hektar, gaji dan tunjangan peneliti,” paparnya.
Sementara terkait personil pengelola, BPP Riau mengaku masih menggunakan pihak ketiga seperti mengajak 150 mahasiswa UNRI( Universitas Riau) untuk pengelolan ikan.“ Tenaga dari kita, tapi skill itu dari mereka. Namun yang menggawangi masih dari pihak kami. Saya( Kepala Badanred) menunjuk orang untuk yang bertanggung jawab, tapi secara sistem pekerjaan kami berkerja secara bersama-sama,” terangnya.
Di STP kami menjumpai pabrik biodiesel kelapa sawit dalam tabung besar bewarna biru terpampang di atas. Di dekatnya juga ada penangkaran ikan air tawar seperti ikan lele yang katanya dapat hidup dengan memanfaatkan air rawa. Menurut Arbaini, setidaknya memang ada empat hal yang menjadi fokus penelitian di STP tersebut.
Pertama, fokus pada budidaya ikan. Meskipun Riau diapit oleh daratan, dan tidak ada laut, mereka mampu mengelola ikan menjadi berbagai hal, baik itu ikan air laut maupun ikan air tawar. Dalam STP ini kami menjumpai ikan patin dalam kaleng kemasan yang bertuliskan“ Pindang Patin Khas Riau”. Selain itu, ikan juga dikelola dalam bentuk kerupuk dan selai.“ Ampasnya juga kami buat selai. Kami bekerja sama dengan Universitas Riau dan UMKM, kami memang berencana memajukan ekonomi kreatif Riau,” ungkapnya.
Tidak hanya ikan, di Riau kaya akan pohon kelapa-nya. Setidaknya, setiap kabupaten di Riau ada 400 ribu hektar pohon kelapa yang dikelola oleh beberapa pabrik milik masyarakat setempat. Mereka mengelola kelapa mulai dari dagingnya, air, hingga serabut.“ Kita buat nata de coco, air kelapa dalam kemasan, dan cocopeat( sabut kelapa) yang kami gunakan untuk media tanaman hidroponik,” selorohnya.
Selain ikan dan kelapa, di Riau juga kaya akan tanaman Sagu. Ada 38 ribu hektar tanaman sagu yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Meranti,
10 VOLUME 1 NO. 2 | JUNI 2016