Media BPP Juni 2016 Vol 1 No 2 | Page 14

LAPORAN UTAMA
‘ BPP Minded ’ di daerah . Sehingga beberapa daerah masih menganggap , jika BPP merupakan lembaga yang belum penting .
“ BPP masih dianggap belum penting oleh beberapa daerah , dan menjadi urusan yang kesekian . Mereka lebih mengutamakan pembentukan semacam Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah ( BPKAD ) atau perangkat lain ketimbang BPP ,” tutur Domoe .
Menurut Domoe , BPP harus memunyai strategi baru di antaranya dengan merevitalisasi pola pikir ( mindset ) tentang BPP . Sebenarnya BPP sebagai lembaga riset dengan SDM profesional , dalam bidang strategi sosial atau politik , teknologi , dan sebagainya ( think tank ), dapat menciptakan daerah inovatif . Hal ini harus benar-benar menjadi prioritas kepala daerah maupun DPRD . BPP pun dituntut menjadi lembaga money follow function ( di mana pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi dari masing-masing satuan kerja ), serta diharapkan bisa menjadi lembaga yang kaya fungsi .
Upaya meningkatkan peran dan eksistensi BPP di daerah wajar ditempuh BPP Kemendagri . Namun berdirinya BPP seperti yang diamanatkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah , terbukti belum mampu memberi manfaat yang besar bagi keberlangsungan BPP . Ditambah lagi adanya klasifikasi persyaratan BPP dalam pengganti PP tentang OPD yang dalam waktu dekat akan segera diresmikan dirasa memberatkan .
Tidak bisa disangkal , banyak kepentingan di balik desakan penghapusan pengklasifikasian dan persyaratan pendirian BPP tersebut . Penyamarataan BPP juga dijadikan jalan mudah untuk mengisi kekosongan jabatan . Sebab , pembuatan BPP akan menambah struktur organisasi , alokasi dana juga akan semakin besar .
Kurangnya perhatian BPP Kemendagri juga disebutsebut menambah asumsi BPP daerah miskin fungsi . Masih adanya BPP yang berada di bawah Badan Perencanaan Daerah ( Bappeda ) menunjukan BPP di daerah masih dipandang sebelah mata .
Akan tetapi , eksistensi BPP di bawah Bappeda tidak serta merta hanya menjadi sebuah lembaga tanpa manfaat . Bidang Litbang Sumatera Barat misalnya , mereka berperan dalam pembangunan di daerahnya . Bidang Litbang Sumbar juga memosisikan lembaganya dengan porsi program kelitbangan yang besar . Tercatat , mereka memiliki banyak peneliti dan produk kelitbangan yang mumpuni .
Di lain pihak , banyak BPP di daerah yang hanya sekadar memenuhi kewajiban pendirian SKPD . Misalnya , masih ditemukannya BPP yang sudah lama berdiri dan tidak memiliki fungsional peneliti , BPP juga tidak menghasilkan produk kelitbangan , seperti minimnya hasil kajian dan regulasi . Sebagai badan yang berdiri sendiri , BPP juga tidak memiliki produk publikasi ilmiah sebagai wadah aktualisasi peneliti , untuk menyampaikan gagasan dan kenaikan angka kredit .
Dari beberapa hal tersebut , tidak heran jika kemudian banyak BPP di daerah menaruh rasa hormat terhadap kementerian lain selain BPP Kemendagri utamanya , yang lebih menganggap keberadaan lembaganya , bahkan tidak jarang memberikan bantuan dana , pelatihan , dan pengembangan .
Dari sederet potret buram tersebut , muncul sejumlah kisah sukses BPP di daerah . Beberapa BPP Daerah tersebut menunjukkan kinerja yang baik menjadi pengawal inovasi , pelayanan inovasi publik , dan pembinaan terhadap inovator . BPP Daerah tersebut tumbuh dan berkembang tanpa ketergantungan terhadap BPP Kemendagri dan berhasil mencetak para inovator dan pengusaha baru di daerahnya . ( MSR )
8 VOLUME 1 NO . 2 | JUNI 2016