Media BPP Februari 2016 Vol 15 No 1 | Page 13

Awal 2016, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengajak seluruh pejabat Eselon I s. d IV untuk rapat pengarahan T. A 2016 dan evaluasi kinerja 2015. Dalam pertemuan itu, Tjahjo banyak memaparkan apa saja yang masih menjadi pekerjaan rumah pada 2016, salah satu yang harus dibenahi adalah masalah pengelolaan sampah, tata kota, masalah pangan, alat pemadam kebakaran, dan segudang evaluasi serta target pada awaktu yang akan datang.“ Tentunya kita terus berbenah diri masalah pengelolaan sampah, tahun ini kita akan undang 15 kepala daerah untuk membahas lebih lanjut pengelolaan dan penataan sampah,” kata Tjahjo dalam rapat tersebut, Senin( 4 / 1) di Kementerian Dalam Negeri.

Tjahjo juga menyoroti masalah tata kota, seperti tersedia tempat-tempat umum yang layak, dan juga pemimpin daerah seperti Bupati, Camat, atau Lurah. Menurutnya, 58 persen Camat di Indonesia tidak menguasai administrasi pemerintahan.“ Ke depannya, sebelum resmi dilantik, paling tidak seminggu sebelumnya kita latih mereka, kalau perlu isteri pejabat juga ikut dilatih untuk menjadi pelayan masyarakat,” katanya.
Selain itu, masalah stabilisasi harga pangan ini juga menjadi perhatian Kementerian Dalam Negeri. Sebab permasalahan pangan menyumbang 30 persen inflasi. Seperti Beras, Minyak Goreng, Jagung, Daging, dan Cabai.
Menurut Tjahjo, masalah pangan di Indonesia terjadi karena keterlambatan panen sehingga menghambat sistem perekonomian bangsa. Bahkan kebutuhan daging di Indonesia masih harus impor dari berbagai negara.“ Konsumsi daging di Jakarta saja mencapai 25 ton / hari,” tambahnya.
Selain itu, mengingat banyaknya permasalahan dalam negeri, Menteri Dalam Negeri mengatakan ada empat poin kesimpulan catatan pada 2015. Yang pertama adalah isu revolusi mental Nawacita yang digencarkan oleh Presiden Joko Widodo. Kedua, isu pelayanan publik yang menjadi jembatan masyarakat dalam mengakses informasi dan pelayanan publik.“ Pelayan publik( Pegawai Negeri Sipil) harus membuang budaya priyai, dan melayani masyarakat, bukannya minta dilayani,” ungkapnya.
Ketiga, masalah yang juga krusial adalah masalah penyerapan anggaran. Pasalnya penyerapan anggaran selama 2015 cukup bagus, baik itu di pusat maupun di daerah. Hal itu diamini oleh Sekertaris Jenderal, Yuswandi A. Temenggung. Ditemui di tempat yang sama, ia juga mengungkapkan, posisi realisasi anggaran 2015 adalah 61,30 persen, lebih baik dari tahun sebelumnya.“ Pergerakan ini tentu akan terus kami monitor, sehingga laporannya akan final dan tidak ada pergerakan lagi,” kata Yuswandi.
Isu penyerapan ini juga diharapkan oleh Tjahjo pada 2016 nanti agar lebih efektif dan efisien.“ Penyerapan anggaran harus lebih dioptimalkan dengan tetap memerhatikan kualitas, sasaran, dan strategi pembangunan yang hendak dicapai dengan menerapkan program nyata yang hasilnya dirasakan secara langsung oleh masyarakat,” harap Tjahjo.
Terakhir, Tjahjo mengingatkan soal isu pilkada serentak, Bidang Politik Hukum dan Keamanan( Polhukam) menjadi skala prioritas perhatian dalam catatan Kabinet Kerja 2015. Perhatian utama Kabinet Kerja juga menempatkan teks amnesti, Otonomi Khusus( Otsus) Papua dan Aceh, narkoba, PPATK dan radikalisme terorisme sebagai poin penting yang disoroti.
Kemendagri mencatat, selama 2015 Bidang Polhukam telah melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga – lembaga dan negara sahabat, seperti membangun koordinasi dengan negara Australia, PPATK, BPK dan cyber security. Polhukam juga melakukan pencermatan terhadap aset dan tindak pidana pencucian uang, membentuk pokja kebenaran dan pelanggaran HAM berat, serta persiapan revisi UU Pilkada, Pilpres, serta masalah kebakaran hutan lahan gambut.“ Ini tentunya menjadi tantangan bagi kita semua, tugas berat masih menanti pada 2016 ini. Segala bentuk masalah, segera dikomunikasikan pada saya, jangan takut. Yang terpenting adalah komunikasi,” tutup Tjahjo.( IFR)

Pada 7 Januari lalu, BPP Kemendagri mendatangi LIPI( Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) untuk menyerahkan berkas reakreditasi jurnal. Sebelumnya, satu-satunya jurnal terpercaya dari BPP Kementerian Dalam Negeri itu memang sudah terakreditasi LIPI berdasarkan dengan No SK Akreditasi 531 / AU1 / P2MI-LIPI / 04 / 2013.

Kepala Sub Bagian Perpustakaan, Informasi dan Dokumentasi BPP Kemendagri, Moh. Ilham A. Hamudy mengatakan, pentingnya akreditasi jurnal sama halnya dengan kualitas penulisan jurnal.“ Akreditasi sangat diperlukan untuk menunjang kepercayaan dan kredibilitas suatu jurnal,” ungkapnya.
Begitu banyak artikel penelitian yang masuk untuk Jurnal Bina Praja.“ Meski banyak yang bergabung mengirimkan artikel, semua artikel yang masuk, terus kami seleksi dengan standar yang ketat,” katanya.
Sementara itu per April 2016, peraturan pemerintah mewajibkan semua jurnal beralih ke jurnal elektronik atau e-journal. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kapusbindiklat peneliti LIPI, Husein Avicenna Akil, saat ditemui Tim Reakreditasi Jurnal BPP Kemendagri di Pusbindiklat LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat
Ia mengatakan, keberadaan jurnal elektronik akan lebih memudahkan para peneliti dalam mengakses jurnal, karena dapat diakses secara online lebih efisien dan efektif.
Di tempat yang sama, Mukhammad Nurul Furqon, Kepala Subbidang Akreditasi mengatakan, banyak kendala ketika jurnal ilmiah akan memiliki sekaligus bermigrasi ke jurnal elektronik. Selain membutuhkan anggaran dana yang tidak sedikit, juga membutuhkan tenaga khusus di bidang IT agar e-journal tersebut dapat dikelola secara baik.
“ Masalah maintenance, pengelolaan, evaluasi, instalasi, serta manajemen penerbitan elektronik jurnal harus tertata dengan baik. Maka dari itu, penting kiranya diadakan pelatihan oleh pakar yang benar-benar mengerti tentang e-journal terlebih dahulu,” jelasnya.( IFR)
Februari 2016 | mediaBPP | 13