Media BPP Agustus 2016 Vol 1 No. 3 | Page 28

bah mindset penelitian yang selama ini berfokus pada urusan administratif , khususnya bagi dunia penelitian yang ada di Kementerian / Lembaga ( K / L ) dan perguruan tinggi .
Melalui PMK ini , diharapkan peneliti tidak perlu pusing memikirkan masalah laporan administrasi penelitian . Sebab , pertanggungjawaban kegiatan penelitian dan pengembangan , pengkajian teknologi , serta inovasi akan lebih sederhana , namun tetap akuntabel .
“ Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan menteri yang sangat ditunggu sekian puluh tahun . Peneliti bisa melakukan riset yang tidak dibebani administrasi . Fokus saja pada penelitiannya ,” ungkap Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek dan Dikti , Muhammad Dimyati .
Harus Konsisten
Namun , penelitian yang menggunakan dana SBK ini memang tidaklah mudah . Bagi K / L yang ingin mengajukan anggaran melalui SBK , harus konsisten dengan apa yang dari awal diajukan dalam proposal penelitian .
Endang Taryono , Kepala Bagian Penganggaran Setditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti mengatakan , SBK memanglah berbasis output , namun harus lebih fokus dan konsisten . Artinya , jika mengajukan penelitian , maka penelitiannya bersifat multi years ( tahun jamak ).
“ Misal saya mau menciptakan A , ya harus meneliti A sampai kapan pun . Di kami itu syarat riset minimal berjalan 3 tahun , dan berbasis multi years . Kalau hanya satu tahun ya tidak bisa . Itulah risiko penelitian ,” jelasnya saat kami jumpai di ruangannya .
Untuk itu , beberapa K / L yang penelitiannya bervariatif , atau fokus di bidang sosial humaniora , kebanyakan mengaku belum siap menggunakan SBK .
Seperti yang terjadi di BPP Kemendagri , menurut Mohammad Noval , Kepala Bagian Perencanaan BPP Kemendagri , pola SBK perlu disinergikan dengan Permendagri No 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan di Kemendagri dan Pemerintah Daerah . Hal tersebut terutama setelah melihat adanya beberapa perbedaan dalam pendefinisian kegiatan dan jenis output sebagaimana yang ada dalam PMK 106 tahun 2016 .
“ Dalam waktu dekat , kami akan bersurat ke Kementerian Keuangan terkait hal ini ,” paparnya .
Sementara itu , menurut Endang Taryono , sebenarnya penelitian yang berbasis sosial-humaniora bisa saja membutuhkan waktu penelitian yang cukup lama dan lebih dari tiga tahun , hanya saja komponen yang berkaitan mampu beragumen atau memberikan justifikasi yang kuat dan relevan saat mengajukan SBK .
“ Setiap tahun kan kita ada penjaminan mutu , mereka lah yang akan menilai proposal itu layak atau hanya mendapatkan sekian persen , kalau tidak bisa mencapai penilaian , ya sudah tahun depan anggarannya dipotong ,” kata Endang .
Dinilai oleh komite
Seperti yang sudah disinggung di atas , untuk mendapatkan dana tambahan melalui SBK , K / L harus menyimak betul Pasal 5 Ayat ( 1 ) dalam PMK tersebut , di aturan baru itu menyatakan , dalam pelaksanaan anggaran , besaran penggunaan satuan biaya untuk sub keluaran penelitian didasarkan pada hasil penilaian tim komite dan reviewer .
Pada ayat tersebut disebutkan , pedoman pembentukan komite penilaian dan tata cara pelaksanaan penilaian penelitian mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang masing-masing . Selanjutnya , pelaksanaan anggaran berorientasi pada keluaran hasil akhir penelitian sesuai dengan kualifikasi standar kualitas yang telah ditetapkan dalam tata cara pelaksanaan penilaian .
Sehingga dari reviewer dan komite penilaian tersebut keluarlah hasil keputusan apakah K / L itu mendapatkan dana SBK dengan grade A ( 100 persen ), grade B ( 75 persen ), atau grade C ( 50 persen ). “ Ya tidak semua dana diberikan lah , nanti kita akan lihat apakah penelitian ini masuk akal atau tidak . Komite dan reviewer yang ditunjuk oleh masing-masing K / L yang bersangkutan nanti yang menilai . Tapi ingat , komite dan reviwer harus orang yang berbeda . Nah setelah itu , kami nantinya akan menciptakan penjaminan mutu , yang akan mengevaluasi secara keseluruhan setiap tahunnya ,” papar Endang .
Namun , saat menyambangi tiga BPP Kementerian , yakni Kementerian Perdagangan , Kementerian Kesehatan , dan Kementerian Agama . Masing-masing dari mereka mengaku belum siap menggunakan SBK dengan berbagai pertimbangan dan alasan .
VOLUME 1 NO 3 | AGUSTUS 2016 15