Majalah Kabari Vol: 95 Januari - Februari 2015 | Page 22

KISAH Untuk menonton video kunjungi www.KabariNews.com/74035 JALAN SUKSES TAK BIASA RIZKI PUTRA Andri Rizki Putra, Founder Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (dok pribadi) Andri Rizki Putra, Founder Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (dok pribadi) Andri Rizki Putra bukan pemuda biasa! Ia sempat putus sekolah lantaran kecewa dengan penyelenggaraan pendidikan tatkala duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meski demikian, itu tak berarti membuatnya berhenti menggapai ilmu. SMA berhasil dilaluinya dalam 1 tahun, dan gelar Sarjana Hukum diraihnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam 3 tahun saja dengan predikat cum laude. Sebagai rasa syukur, ia mendirikan Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) bagi para putus sekolah. B ukan tanpa alasan pemuda kelahiran Medan, 20 Oktober 1991 keluar dari sekolah. Banyak kekecewaan dirasakannya selama menempuh jenjang pendidikan dasar dan menengah di dekat tempat tinggalnya di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Semasa SD, hatinya getir sekali ketika pihak sekolah memberitahu kalau ia tidak boleh mengikuti ujian nasional. Apa pasal? Bukan karena perilakunya yang buruk lalu diskors tak boleh ikut ujian, tetapi larangan itu keluar akibat Rizki, sapaannya, masih menunggak bayaran sekolah selama beberapa bulan. Itu harus dilunasi dulu, barulah boleh ikut ujian. Rizki yang sejak kecil hidup berdua bersama ibundanya, 22 | KabariNews.com Arlina Sariani (50), sedih sekali. Namun sang bunda tak putus asa. Ia berikhtiar ke sana-sini mencari uang, hingga akhirnya bisa melunasi tunggakan. Rizki pun boleh ujian, lalu lulus dan diterima di sekolah unggulan di Jakarta Selatan. Saat ujian akhir nasional di SMP pada 2006, Rizki kembali kecewa sekali melihat penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pikirnya, sekolah itu surga ilmu pengetahuan di mana dengan belajar, seseorang dapat terbentuk menjadi pribadi yang cerdas dan berjiwa luhur. Nyatanya? Sekolah telah ternodai. Ketika Ujian Nasional itu, para siswa dengan leluasa mencontek. Guru yang mengawasi sama sekali tidak berusaha mencegah atau melarang, melainkan seperti menutup mata. Bahkan guru mengirimkan jawaban soal melalui pesan singkat (short message system). Sempat ia bergegas lari ke ruang Kepala Sekolah untuk melaporkan pembiaran ini. Namun, seorang guru mencegahnya, lalu mengatakan, “Ayo kembali ke kelas. Kenapa Rizki tidak minta jawaban? Nanti saya kasih.” Rizki menggeleng keras, hanya gemuruh amarah ditahan di dadanya. Batinnya, “Apa jadinya kalau intitusi pendidikan yang digadang-gadang mampu mengantarkan seseorang jadi pribadi yang X