Majalah Kabari Vol: 95 Januari - Februari 2015 | Page 14
MUTIARA INDONESIA
Untuk menonton video, share dan
memberikan komentar pada artikel ini, klik
www.KabariNews.com/74040
Imam Shamsi Ali:
Islam Indonesia Moderat
S
Foto: http://www.unmosquedthemovie.com/
ejak
berdirinya
IMSA
(Indonesia Mouslim Society
in America) pada 1998,
Imam Shamsi Ali tak pernah absen
menjadi pembicara di setiap
muktamar. Di sela kesibukan itu,
Vincent Leebong dari KABARI
sempat mewawancarainya di San
Francisco.
“Kali ini saya diminta mengisi 6
sesi dengan 7 judul kupasan. Salah
satunya, Islam dan kontribusinya
bagi dunia. Bahwa umat Islam mesti
menyadari bahwa kita merupakan
bagian dari global society,” ujar
Ustadz Shamsi, yang jeli melihat
ternyata topik dan juga pembicaranya
menjadi perhatian tersendiri bagi
peserta muktamar.
Ustadz Shamsi juga menilai
muktamar
IMSA
merupakan
kegiatan positif yang harus terus
dijalankan. “Saya bertemu dengan
American officials, termasuk Duta
Besar Amerika, Robert O Blake,
yang mengapresiasi, bahwa Islam
Indonesia harus diekspos ke dunia
internasional. Di samping juga saya
mendengar dari banyak orang yang
tampaknya sudah frustrasi dengan
Islam Timur Tengah yang selalu saja
konflik,” lanjutnya.
14 | KabariNews.com
Terkait
dengan
banyaknya
konflik yang terjadi, ia mengaku
sudah berusaha keras mencoba
memperlihatkan kepada saudarasaudara di Indonesia, betapa berbeda
agama atau pendapat, tetapi sebagai
saudara, manusia tetap bisa bekerja
sama.
Kepada KABARI, Imam Shamsi
bercerita saat dirinya ke Indonesia
membawa seorang rabi Yahudi.
Agak ekstrim memang, bahkan hal
serupa ini belum pernah terjadi di
Tanah Air. “Ada yang menganggap
orang Yahudi musuh bebuyutan,
tetapi saya buktikan bahwa meski
berbeda, bisa bersahabat, bahkan
menulis buku bersama, yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia
berjudul Anak-anak
Ibrahim. Kami sempat berkeliling ke
Yogja, Jakarta, Bali dan juga bertemu
tokoh-tokoh Muhammadyah dan
NU. I think the real issue between
Islam-Yahudi, nothing but Palestine
and Israel,” katanya.
Menurutnya,
konflik
yang
terjadi di Indonesia tidak lepas dari
ketidakmampuan ormas besar di
Indonesia dalam membendung atau
membatasi ormas ekstrem yang
menjadi duri dalam daging. “Dengan
adanya
reformasi,
keterbukaan
dan kebebasan berlebihan, yang
menyebabkan terjadinya euphoria.
Mereka
ingin
mengekspresikan
diri. Di Jakarta misalnya, Gubernur
yang terpilih adalah etnis China dan
beragama Kristen, mereka tidak
puas,” katanya.
Sebagai negara konstitusi yang
berdasarkan Pancasila dan UUD
45, justru dari keberagaman itulah,
bangsa Indonesia bisa bekerja sama
dan berkompetisi secara sehat. Bila
ingin melakukan yang terbaik untuk
bangsa ini, ya berkompetisilah sesuai
konstitusi, hemat Ustadz Shamsi.
Menghadapi isu agama, Imam
Shamsi optimis, meski banyak terjadi
kekerasan, pasti akan ada solusi
untuk mendamaikan. “Dibutuhkan
figur-figur yang berani melangkah.
Saya sudah bertemu dengan tokohtokoh seperti Hasyim Musadi, Din
Syamsuddin yang punya optimisme
tentang perdamaian,” katanya. ”Kita
hidup di satu rumah besar bernama
dunia, di bawah satu atap yang
sama. Tinggal kita memilih. Mau terus
bertengkar atau membangun kerja
sama. Tidak ada pilihan lain, bahwa
rumah ini harus dijaga bersama.
Untuk menyelamatkan dunia adalah
dengan membangun kerja sama
tersebut.” (*)
California Media International, Inc Penerbit Kabari