Majalah Kabari Vol: 102 Agustus - September 2015 | Page 33

KISAH M enapaki karirnya sebagai ajudan terakhir Presiden pertama RI, Ir Soekarno, dari matra Kepolisian, Sidarto Danusubroto kini mengemban tugas sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sejak dilantikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) enam bulan lalu di Istana Negara. Selain dikenal kedekatannya dengan Presiden Jokowi dan trah Bung Karno, pria yang akrab disapa Pak Darto ini memiliki pengalaman malang melintang di dunia kepemimpinan sipil maupun militer. Beberapa jabatan strategis yang pernah diraih oleh politisi senior PDI-P tersebut, antara lain sebagai Kepala Interpol (19761982), Kapolda Sumbagsel (1986-1988), Kapolda Jawa Barat (1988-1991), anggota DPR RI (1999-2013), dan Ketua MPR RI (2013-2014). Selain senioritas kepartaian, pengaruh ketokohan purnawirawan Inspektur Jenderal Polisi tersebut membuat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mempertimbangkan untuk menunjuknya mengisi posisi Ketua MPR RI, Taufik Kiemas, yang meninggal dunia pada masa menjabat. Totalitas pengabdian dan prestasi pria kelahiran Pandeglang, Banten, 79 tahun silam ini juga telah diakui dan diapresiasi oleh banyak pihak. Pada 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan penghargaan tertinggi untuk WNI kepadanya dalam wujud Bintang Mahaputra Adipradana atas jasa-jasa dan pengabdiannya kepada NKRI. Sepulang dari kunjungan kerjanya ke Eropa Barat, Sidarto berkenan menerima Stanley Chandra dari Kabari News di kediamannya. Dalam suasana kekeluargaan, ia berbagi pengalaman pribadi dan jejak karir pro-fesionalnya, terutama selama jadi ajudan terakhir Bung Karno. Berikut cuplikan percakapannya: Bagaimana kesan Anda saat pertama kali bertemu Bung Karno? Beliau orang yang sangat charm, berwibawa, dan smart. Foto: Dok. Kabari Bagaimana Anda meng-gambarkan lokasi dan kondisi penahanan rumah seorang Bung Karno, Sang Proklamator? Saya lapor menjadi ajudan itu waktu masih di Istana Merdeka. Beliau ditahan 2 bulan kemudian. Tidak boleh masuk Istana, lalu jadi tahanan kota, kemudian tahanan rumah. Ya, keadaannya worse. Seorang Soekarno yang biasa ketemu orang, kemudian diasingkan tidak bisa bertemu. Dokterdokter juga tidak teratur. Obat-obat juga diambil. Kesehatannya tentu worse. Beliau memiliki hipertensi, namun tidak terobati dengan baik. Akibatnya, gagal ginjal dan meninggal. Kabarinews.com Sidarto Danusubroto menunjuk kata-kata terakhir Bung Karno untuknya. Bagaimana sebenarnya kondisi kesehatan beliau saat Anda baru saja ditunjuk menjadi ajudan beliau? Waktu saya masih menjadi ajudan, kondisinya masih baik, karena beliau masih bebas keluar masuk. Seseorang yang dikurung dan kehilangan komunikasi dengan orang, juga kehilangan kegiatan. Semasa muda, Pak Karno biasa ditahan bisa survive. Tetapi beliau ditahan pada usia 66 tahun, memiliki hipertensi dan tidak terobati dengan baik maka lama-kelamaan timbul penyakit lain. Kondisinya bertambah buruk. Apakah Bung Karno pernah memberontak secara psikis terhadap rezim yang menahannya? Dia diminta beberapa pihak untuk melakukan itu, tetapi beliau tidak mau. Karena kalau dia melakukan itu, maka akan terjadi perang saudara. Ini kata-kata Soekarno yang terakhir kepada saya, “Walaupun saya Apakah beliau suka mengeluh waktu sudah jatuh sakit? Ya, jelas. Dia tidak expect bahwa dia akan mengalami hal itu. Karena dalam Supersemar itu, tidak ada katakata transfer of power. Justru akan menjaga jalannya dan melindungi dia. Tetapi bahwa kemudian ditahan, itu tentu di luar ekspektasinya. Kabari |31