Majalah Kabari Vol: 101 Juli - Agustus 2015 | Page 29
EKSKLUSIF
Dengan tersipu-sipu, anak itu menjawab, “Gituan...”, yang
dimaksud adalah melayani hubungan intim. Tidak hanya dia
yang menjadi budak seksual sang ayah, tetapi tiga saudara
perempuannya dan si ibu. Dengan hati yang sakit, Roostien
menemui si ibu keesokan harinya.
“Bu, jangan kaget ya. Suami Ibu mencabuli anak-anak,”
kata Roostien. Bukannya kaget, dengan ringan, ia malah
menjawab, “Iya, Ibu tahu. Gak apa-apa Neng, daripada jajan
di luar, kan harus bayar.” Alamak! Terlihat, betapa banyak
keluarga tidak bisa melindungi anak-anak mereka dari
kasus pencabulan, kejahatan seksual maupun perkosaan.
Kebanyakan para pelaku pencabulan sebagian besar adalah
dari lingkungan keluarga terdekat.
DIBUTUHKAN PANUTAN
Roostien juga melihat anak penting sekali memiliki panutan
yang dapat menjadi role model baginya. Tokoh terdekat pada
anak adalah kehadiran ibu yang memang layak jadi panutan.
Untuk itu, perempuan harus mandiri, tetapi tetap dengan
kodratnya. Bertanggung jawab, karena setiap langkah yang
diambil merupakan kuitansi yang harus dibayar, serta menjadi
diri sendiri.
Dalam tataran yang lebih luas, kita memiliki banyak figurfigur kesohor di Indonesia. Sepatutnya mereka tampil sebagai
panutan, idola yang anak-anak bisa berbangga. Untuk itu,
penting masyarakat, dan keluarga dalam tataran yang kecil
terus membiasakan membaca sebagai bagian hakiki dalam
hidup ini. Bila terbiasa membaca, dan membaca sebagai
kebutuhan, maka dalam menjalani hidup ini, ia akan terbiasa
membaca berbagai gejala yang muncul di lingkungan. Terasah
membaca situasi politik, membaca situasi sosial, membaca
tanda-tanda zaman, dan membaca pergolakan alam. Dengan
gemar membaca, maka Indonesia bisa menjadi bangsa yang
diselamatkan, kata Roostien.
Begitulah kiprah perjuangan kemanusiaan seorang
Roostien Ilyas. Bermula dari mendirikan pusat pendidikan di
Pasar Induk Kramat Jati dengan membuat Taman Belajar bagi
anak-anak pasar setempat yang tidak bersekolah. Mereka
penjual jasa seperti kuli panggul, ojek payung, dan diajarkan
keterampilan montir, perkayuan dan potong rambut. Mereka
juga diajarkan cara mengatur uang, mengejar konsumen,
belajar sopan santun, etika dan keramahan.
Dari situ kiprahnya terus menasional. Saat kejadian Timor
Timur, anak-anak tak terperhatikan. Dibangunlah Rumah
Ceria yang menjadi hak paten seorang Roostien Ilyas. Di situ
diisi dengan kertas dan gambar warna-warni, balon-balon,
bunga yang semarak, sehingga anak yang masuk ke rumah
itu menjadi gembira, mencairkan luka dan dendam batin
mereka. Intinya, memberi trauma healing. Rumah Ceria ini
terus didirikan di tempat bencana alam dan daerah terjadinya
konflik.
“Panutan itu memang penting sekali. Dan apa yang saya
lakukan adalah terpulang dari latar belakang saya. Ibu telah
memberi saya inspirasi untuk berbuat bagi sesama. Selain
itu, Ibu Yohana Sunarti Abdul Harris Nasution, yang telah
mengajar dan mendorong saya membuat Yayasan Nanda
Dian Nusantara dan berkiprah sampai kini. Saya akan terus
merangkul dan membela anak-anak Indonesia, dan kaum
perempuan yang termajinalkan sampai kapanpun,” tandas
Roostien. (1003)
Untuk menonton video,
memberi komentar dan
sharing artikel ini, klik
KabariNews.com/78354
Menjadi nara sumber di salah satu acara televisi.
Kabarinews.com
Siaran di Radio Sonora bicara tentang anak yang cinta dengan Indonesia
Kabari |29