Majalah Kabari Vol: 101 Juli - Agustus 2015 | Page 28

EKSKLUSIF Tidak mudah, jelas Roostien, mengajak anak-anak jalanan untuk tertib dan diam di tempat, belajar. Mereka terbiasa bekerja di jalan, ngamen sepanjang hari, tanpa batas waktu. Jelas tidak mau ke sekolah formal. Akhirnya, ia membangun sekolah non formal di mana anak-anak itu tetap bisa cari uang di jalan seperti biasa, hanya dijeda dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh para relawan. “Dalam hidup, tidak ada kebetulan. Di kolong jembatan puluhan anak dan bayi miskin yang butuh susu formula, minyak kayu putih/ telon, kaus kaki, mantel, selimut sampai air mineral dan lauk-lauk kering. Di sisi lain, syukur kepada Tuhan, ada pihak yang punya hati dan empati untuk membantu meringankan beban hidup mereka. Seperti suatu ketika, siswa-siswa dari SD Global Mandiri Cibubur yang khusus datang menyambangi keluarga miskin ini, bertamu, sambil membagikan mainan/buku/mantel yang paling mereka suka. Juga 38 Finalis Puteri Indonesia 2015 yang menyambangi,” ujar Roos, dengan mata berkaca-kaca. Roostien menekankan pentingnya menanamkan budaya membaca yang akan membuka wawasan dan mencerahkan pemikiran anak-anak itu. Ia pun membuka taman bacaan secara luas yang menjangkau anak-anak di wilayah tak terjamah hingga jauh ke pedesaan. “Kami terdukung sekali oleh PT Tiga Raksa dan Gramedia. Maaf saya menyebut para donatur, karena berkat mereka anak-anak miskin ini bisa mendapatkan buku-buku yang mendidik. Menurut saya, kita bisa memberi anak-anak itu baju atau sepatu bekas pakai yang masih layak. Tetapi kalau buku, mereka harus dapat buku yang masih baru, buku berwarna sesuai dengan psikologis anak. Anak-anak itu hanya punya otak, kepinteran. Jadi, tidak bisa asal memberi buku,” jelas Roos, yang kini dapat tersenyum anak-anak itu tumbuh sehat dan pintar. LINDUNGI ANAK DARI KEJAHATAN SEKSUAL Terkait kasus terkuaknya kejahatan seksual yang dilakukan oleh pekerja internal di lingkup Jakarta International School (JIS) terhadap sejumlah siswa di sana. Prihatin dan geram akan kondisi itu, Roostien pun tidak tinggal diam. Selaras dengan pendekatan preventif edukatif yang diyakininya, ia bergerak menyambangi kantung-kantung warga miskin untuk memberi penerangan dan pembelajaran. Juga di lingkup publik ia menyuarakan tentang pentingnya orang tua mengajarkan kepada anak-anak bahwa penis dan vagina adalah bagian dari tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Demikian ungkapnya dalam sebuah diskusi yang digelar oleh KPAI dengan tema Selamatkan Anak Bangsa. “Sudah saatnya masyarakat Indonesia mengubah pola pikir yang menganggap pelajaran seksual atau pengenalan organ vital kepada anak merupakan hal yang tabu. Harus diakui, masih banyaknya orang tua yang berpikir demikian. Alhasil, makin banyak kita dengar kasus pelecehan seksual yang dialami anak, dan dilakukan oleh orang-orang di lingkungan dan keluarga sendiri. Orang tua mesti peka terhadap hal-hal kecil dalam menjaga dan mendidik anak. Jangan biarkan terulang, jatuhnya 173 anak korban pelecehan seksual oleh