Majalah Kabari Vol: 101 Juli - Agustus 2015 | Page 16

MUTIARA INDONESIA proses itu selesai, maka Service Writer mengajukan semua catatan tertulis itu kepada saya. Tugas saya mengeksplor troubleshooting-nya/mengatasi permasalahan secara profesional,” kata pehobi traveling, fotografi dan bermain drums itu. Motor dibawa ke ruang service deparment di mana telah ada enam teknisi dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Dari keenam teknisi itu, Boyke salah satunya. Ia memperbaikinya, lalu motor di-test ride untuk menguji kelayakan jalan motor itu. Motor besar itu berbeda dari mobil, karena prinsip sederhana pengendara motorcycle itu ada dua hal: Nyawa anda di Ban Motor dan Aspal / Road“. Antara ban dan nyawa itu bergandengan. Ban itu menyentuh aspal, dan itu nyawa si pengendara dipertaruhkan. Jadi setiap ada problem kita harus tuntaskan dan bertanggung jawab atas kelayakan motor yang diperbaiki itu. Setelah beres, motor dibuat kinclong/detailing oleh anak buah (detailing guys), lalu motor diserahkan ke pemiliknya,” lanjut Boyke. Uniknya, selama Boyke bekerja sebagai teknisi Harley Davidson di Amerika, dia mendapati dirinya sebagai satu-satunya orang Indonesia yang bekerja sebagai teknisi motor Harley di Amerika Serikat. Dan memang, Boyke bertutur sewaktu dirinya masih kuliah, ada lima orang, namun satu gagal. Empat lainnya lulus, salah satunya Boyke. “Teman-teman saya hanya kuliah di AS, lalu pulang lagi ke Indonesia. Untuk bekerja sebagai teknisi Harley di sini tuntutan kerjanya tidak ringan. Dari sisi legalitas dan profesionalitas juga tidak biasa, belum lagi sesi plonco bagi teknisi baru benar-benar nekat. Yang tersisa hanya saya saja,” tandasnya. Tak [