dimana kami akan mendirikan camp lagi. Jarak Jambangan menuju Kalimati kurang lebih 2 km dengan trek yang cenderung menurun.
Kalimati adalah sebuah padang edelweis yang luas. Saat kami tiba disana pukul 16.00, telah banyak berdiri tenda dari pendaki lain, namun jumlahnya tak sebanyak saat di Ranu Kumbolo. Segera kami mendirikan tenda, bersih diri sekenanya dan menyiapkan makan malam. Makan malam kami saat itu lebih nikmat lagi. Berbagai bahan yang kami bawa sebagian besar kami masak agar memperoleh tenaga yang cukup untuk perjalanan menuju puncak.
Kami diberi tahu oleh pendaki lain untuk mempersiapkan diri sebelum tidur, karena pendakian menuju puncak akan dilakukan pukul 00.00. Sebelum tidur kami pun menyiapkan sepatu, tas yang akan dibawa naik, logistik berupa roti, air mineral, sedikit snack, baterei untuk senter, dan sebagainya. Tak banyak yang akan kami bawa untuk ke puncak. Barang-barang akan kami tinggalkan di tenda. Kami hanya membawa tas kecil dan satu tas besar yang akan dibawa secara bergantian. Setelah packing kami pun bersiap tidur dan menyetel alarm pukul 23.30.
Sekitar pukul 12 malam kami berangkat. Dalam gelap kami mengandalkan lampu senter. Cahaya bulan saat itu cukup terang, namun saat mulai memasuki hutan cahaya tersebut tak lagi nampak.
Kalimati dan Pos Arcopodo berjarak sekitar 1,2 km dengan trek yang menanjak. Sesekali kami beristirahat, duduk di akar pepohonan, mengambil napas dan meminum air. Banyak sekali pendaki yang menuju puncak.
Akhirnya kami tiba di batas vegetasi terakhir, yaitu titik dimana terdapat tumbuhan terakhir dapat hidup. Pinus-pinus terakhir menjadi gerbang yang mengantar para pendaki dari hutan menuju trek berpasir. Perjalanan selanjutnya akan menjadi sangat berat.
Saya tak pernah menyangka bahwa mendaki gunung bisa sesulit ini. Trek menuju Mahameru adalah jalan berpasir, mirip dengan puncak Merapi namun pasir disini lebih lembut, sehingga cukup sulit untuk mendakinya. Bila tak berpijak kuat, pasir yang dipijak dengan mudah akan menurun, sehingga kaki kita pun akan ikut merosot. Selain itu pendaki harus mengenakan slayer untuk menutupi hidung agar tak menghirup udara berdebu pekat. Akan lebih mudah bila mengenakan kacamata. Sayangnya saya lupa membawa kacamata minus saya. Pendaki dimudahkan dengan adanya bebatuan yang dapat digunakan untuk berhenti sejenak. Dan lagi-lagi saya takjub saat saya beristirahat sejenak di bebatuan. Saya melihat kebawah, melihat titik-titik cahaya senter dari pendaki yang jumlahnya mungkin mencapai ratusan. Titik-titik itu berjalan perlahan menuju atas, indah sekali.
Kami tak menargetkan untuk tiba di puncak saat matahari terbit. Kabarnya para pendaki akan melihat matahari terbit saat di lereng bila berangkat pukul 12 malam. Benar saja, matahari mulai terbit saat kami masih berada di lereng. Ah, cantik sekali, memandang awan-awan putih diterpa sinar oranye. Sambil sesekali memandang awanawan tersebut kami kembali mendaki. Perjalanan menuju puncak nampaknya masih cukup jauh. Saya kelelahan, namun tak sendirian. Bersama dengan pendaki-pendaki lain, kami bersusah payah menuju Mahameru. Sungguh tak mudah bagi saya. Sempat terpikir macam-macam, antara lain keinginan untuk berhenti sampai disini saja dan tak melanjutkan hingga puncak. Namun dengan semangat dan bantuan dari kawan-kawan, a- khirnya saya tak menyerah pada pasir Mahameru. Dengan penuh perjuangan akhirnya pada Sabtu 25 Agustus kami tiba juga di Mahameru, tanah tertinggi di Pulau Jawa! Kami berada diatas awan, di ketinggian 3676 meter diatas permukaan laut. Tak menyesal atas perjalanan berat yang kami tempuh untuk menuju kesini.
Setelah puas berfoto, memandang awan, memakan bekal dan minum, kami memutuskan untuk turun sekita pukul 08.30. Kami harus turun dari Mahameru sebelum pukul 10 pagi. Hal itu dikarenakan semakin siang angin akan bertiup menuju bawah melewati lereng. Angin tersebut sangat berbahaya karena turut membawa asap gas beracun yang disemburkan oleh Kawah Jonggring Saloka. Kawah tersebut menyemburkan asap setiap 10 menit sekali. Sangat berbahaya sebenarnya. Itu sebab pihak asuransi tak mau repotrepot menanggung keselamatan para pendaki yang melewati Kalimati. Namun semangat para pendaki untuk menuju puncak tertinggi di Pulau Jawa itu mampu mengalahkan segala rasa takut, hingga akhirnya kami bisa mencapai Mahameru.
( Untuk tulisan lengkapnya dapat dilihat di http:// bela-indonesia. blogspot. com)
edisi 48 | majalah dimensi
65