[indonesia]
Tiga tahun belum pulih, tahun 2005 Bom
Bali II meledak. Terpuruk? Ya, tapi Bali
belajar dari bom pertama. Pengamanan
ditingkatkan, pemulihan dipercepat, investor
diundang. Tahun 2006 pembangunan pesat
di pulau Dewata itu, kondotel dibangun,
rumah toko (Ruko) yang 7 tahun lalu kosong,
kini penuh barang dagangan.
Harga tanah berangsur naik lagi. Per-are
(100 meter persegi ) paling murah seharga
98 juta sampai ratusan juta. Makin ke
kota makin mahal. Orang asing bisa saja
memiliki atau menyewa tanah di sana
melalui cara penanaman modal asing (PMA)
meski melalui proses panjang dan berbelit.
Misalnya, mereka harus mengantongi izin
dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
di Jakarta untuk membangun usaha di Bali.
Lalu, ada akta notaris perusahaan lokal yang
isinya bisa terdiri dari orang asing saja atau
joint venture dengan orang lokal.
Surat pembebasan tanah yang
ditandatangani Menteri Kehakiman juga
wajib dikantongi. Dengan menyewa, orang
asing mendapat hak pakai hingga 75 tahun.
Banyak yang memilih jalan ini. Kebanyakan
dari mereka adalah orang-orang yang ingin
berbisnis dan tak ingin dipusingkan oleh
masalah hukum di kemudian hari.
Sehingga tak heran, kini Bali padat .
“Sekarang Bali penuh sekali, panas dan
tidak menyenangkan,” kata Gede Palgunadi,
editor sebuah koran lokal.
“Jangan bayangkan Bali seperti 20 atau 10
tahun lalu. Sekarang sampah di mana-mana.
Nggak ada bedanya dengan Bandung.
Jalanan juga macet. Sama saja dengan
Jakarta,” katanya sambil menyebut, bahwa
Bali tak punya blueprint pengembangan.
Celakanya, investor lokal dan asing lebih
tertarik menanamkan uangnya hanya di 3
kabupaten di Bali Selatan, yaitu Denpasar,
Badung dan Gianyar. Tiga kabupaten itu
adalah wajah Bali yang gempita; penuh
pub, diskotik, club, dan mal modern. Juga
vila dan hotel berbintang. Di sana terletak
Ubud, Nusa Dua, Jimbaran, Gianyar dengan
banyak sarana pariwisata lainnya. Itu yang
membuat Bali sekarang terlihat padat, tak
teratur dan penuh sampah.
Berbeda halnya dengan kabupaten lain;
Jembrana, Tabanan, Singaraja, Klungkun