khusus
pariwisata
Fenomena
Bisu Tuli
Desa
Bengkala
dihuni orang bisu-tuli. Sampai
akhir tahun lalu, di desa ini
sedikitnya ada 50 orang kolok
yang terkumpul pada sembilan
kepala keluarga. Berarti sekitar
dua persen dari total 2.226
penduduk Bengkala. Sebuah
angka yang amat tinggi,
mengingat normalnya bisu-tuli
bawaan (kongenital) hanya
terjadi pada satu dari 10 ribu
B
ila ke Bali, jangan berhenti hanya di Badung,
Gianyar dan Denpasar yang meriah. Sekali-kali
singgah ke Singaraja. Berkunjunglah ke kecamatan Kubu
Tambahan. Tanyalah kepada orang-orang dimana letak desa
Bengkala. Kita akan mendapati kenyataan yang berbeda dengan Bali
yang gempita.
Di desa itu, sebagian masyarakatnya menderita bisu tuli atau dalam
bahasa lokalnya disebut orang kolok. Kini, jenis ketulian akibat
kelainan genetis itu bergeser menjadi progresif.
Made Tista (43) misalnya, hidupnya berlangsung normal meskipun
seluruh keluarganya menderita bisu tuli. Bukan cuma Tista dan
Sukreni, istrinya, yang kolok sejak lahir. Ayah, ibu, dan dua saudara
kandungnya juga ditakdirkan tuli dan bisu. Tiga mantan istrinya, dua
anaknya, dan kedua saudara ipar Tista juga orang kolok.
Tapi, julukan ‘keluarga kolok’ bukan soal yang serius bagi Tista.
Dia tak menganggap tuli-bisu sebagai aib. “Ini takdir yang tak perlu
disesali,” kata Tista dalam bahasa isyarat.
Bisu-tuli memang bukan hanya diakrabi