depan, sedangkan tanaman besar
di belakang. Atas bimbingan Dinas
Pertanian warga mulai memanfaatkan
bibit tanaman sumbangan dari dinas
pertanian. Melalui Kelompok Wanita
Tani (KWT), mereka menanam dan
memelihara sejumlah tanaman sayur,
buah mangga, belimbing dsb. “Kami
diberi penyuluhan mengenai cara
memupuk dan menanam tanaman
sayuran oleh Dinas Pertanian. Sejak
itu, kami memulai untuk terus menjaga
kelestarian lingkungan dengan beberapa tanaman hijau,” ujar Agustin.
Sampai sekarang,
masih banyak warga
Jakarta yang belum tahu
adanya kampung ramah
lingkungan di Banjarsari.
Padahal kampung hijau
ini sudah mendunia. Kampung ini adalah kampung percontohan dan
pengelolaan lingkungan melalui partisipasi warga setempat atas
bantuan badan dunia , UNESCO.
Kampung yang memiliki lingkungan asri dan bersih ini sangat kontras
dibanding kampung lainnya di Jakarta yang umumnya panas,
kotor, serta tercemar udara akibat asap kendaraan. Boleh dibilang,
kampung Banjarsari seolah-olah menjadi oase di tengah hutan beton
Jakarta.
Jika kita masuk ke perkampungan di sekitar Jalan Banjarsari XI, RT
008 / RW 008, Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, rasanya
tidak seperti di Jakarta. Perkampungan yang dihuni oleh sekitar seribu
warga itu jauh dari kesan kumuh. Tidak ada parit menganga yang
menebarkan bau busuk. Di kampung itu juga tidak kelihatan sampah
yang bertebaran. Semua parit sudah ditutup dengan beton.
Di atas parit-parit yang tertutup itu, ribuan tanaman pot ditata
sehingga membentuk rerimbunan tanaman. Di kampung itu, di
depan pagar setiap rumah, pasti ada tanaman. Meskipun cuma
sekadar tanaman lidah buaya atau tanaman lain di sebuah pot kecil.
“Kami tidak pernah mewajibkan warga menanam tanaman di depan
rumah masing-masing. Itu kesadaran sendiri,” kata Agustin Riyanto,
salah seorang warga yang menjadi penggiat “kampung hijau” di
wilayah itu. Meskipun tidak ada lahan untuk menanam tumbuhan,
warga kampung Banjarsari memang tidak kehilangan akal. Mereka
menggunakan media pot untuk menanam tanaman. Pot-pot yang
digunakan bervariasi, mulai dari pot sungguhan, pot yang terbuat dari
bekas drum, sampai pot yang terbuat dari bekas air mineral kemasan
gelas.
Untuk membuat kesan rimbun, pot-pot itu kemudian dikumpulkan
menjadi satu. Diatur sedemikian rupa. Tanaman yang kecil ada di
Awalnya, bukan sesuatu yang
mudah
Berawal dari tahun 1992. Harini
Bambang Wahonolah yang
mempeloporinya. Dia juga warga
Banjarsari. Harini terdorong
menghijaukan lingkungan tempat tinggalnya di Kelurahan Cilandak
Barat, Jakarta Selatan. Usaha yang dilakukannya memang kecil, tapi
mampu menarik para tetangganya.
Tak semudah kata, pada awalnya. Kelompok ini mengalami kesulitan
dalam menjelaskan niat karena beberapa warga yang buta huruf.
Beberapa orang lainnya bahkan tidak tahu arti penghijauan dan tidak
mempunyai pengetahuan dasar mengenai kesehatan. Akhirnya Harini
memutuskan untuk melakukan pendekatan pribadi secara berhati-hati
agar kegiatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan.
Rutinnya pertemuan yang dilakukan membangkitkan kepercayaan
tetangganya, yang mendasari langkah selanjutnya dalam kegiatan
lingkungan.
Mereka mengikuti jejaknya, dengan membentuk suatu kelompok
yang dikenal dengan nama Banjarsari dan terus berkembang tanpa