Majalah Digital Kabari Edisi 50 - 2011 | Page 14

depan, sedangkan tanaman besar di belakang. Atas bimbingan Dinas Pertanian warga mulai memanfaatkan bibit tanaman sumbangan dari dinas pertanian. Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT), mereka menanam dan memelihara sejumlah tanaman sayur, buah mangga, belimbing dsb. “Kami diberi penyuluhan mengenai cara memupuk dan menanam tanaman sayuran oleh Dinas Pertanian. Sejak itu, kami memulai untuk terus menjaga kelestarian lingkungan dengan beberapa tanaman hijau,” ujar Agustin. Sampai sekarang, masih banyak warga Jakarta yang belum tahu adanya kampung ramah lingkungan di Banjarsari. Padahal kampung hijau ini sudah mendunia. Kampung ini adalah kampung percontohan dan pengelolaan lingkungan melalui partisipasi warga setempat atas bantuan badan dunia , UNESCO. Kampung yang memiliki lingkungan asri dan bersih ini sangat kontras dibanding kampung lainnya di Jakarta yang umumnya panas, kotor, serta tercemar udara akibat asap kendaraan. Boleh dibilang, kampung Banjarsari seolah-olah menjadi oase di tengah hutan beton Jakarta. Jika kita masuk ke perkampungan di sekitar Jalan Banjarsari XI, RT 008 / RW 008, Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, rasanya tidak seperti di Jakarta. Perkampungan yang dihuni oleh sekitar seribu warga itu jauh dari kesan kumuh. Tidak ada parit menganga yang menebarkan bau busuk. Di kampung itu juga tidak kelihatan sampah yang bertebaran. Semua parit sudah ditutup dengan beton. Di atas parit-parit yang tertutup itu, ribuan tanaman pot ditata sehingga membentuk rerimbunan tanaman. Di kampung itu, di depan pagar setiap rumah, pasti ada tanaman. Meskipun cuma sekadar tanaman lidah buaya atau tanaman lain di sebuah pot kecil. “Kami tidak pernah mewajibkan warga menanam tanaman di depan rumah masing-masing. Itu kesadaran sendiri,” kata Agustin Riyanto, salah seorang warga yang menjadi penggiat “kampung hijau” di wilayah itu. Meskipun tidak ada lahan untuk menanam tumbuhan, warga kampung Banjarsari memang tidak kehilangan akal. Mereka menggunakan media pot untuk menanam tanaman. Pot-pot yang digunakan bervariasi, mulai dari pot sungguhan, pot yang terbuat dari bekas drum, sampai pot yang terbuat dari bekas air mineral kemasan gelas. Untuk membuat kesan rimbun, pot-pot itu kemudian dikumpulkan menjadi satu. Diatur sedemikian rupa. Tanaman yang kecil ada di Awalnya, bukan sesuatu yang mudah Berawal dari tahun 1992. Harini Bambang Wahonolah yang mempeloporinya. Dia juga warga Banjarsari. Harini terdorong menghijaukan lingkungan tempat tinggalnya di Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Usaha yang dilakukannya memang kecil, tapi mampu menarik para tetangganya. Tak semudah kata, pada awalnya. Kelompok ini mengalami kesulitan dalam menjelaskan niat karena beberapa warga yang buta huruf. Beberapa orang lainnya bahkan tidak tahu arti penghijauan dan tidak mempunyai pengetahuan dasar mengenai kesehatan. Akhirnya Harini memutuskan untuk melakukan pendekatan pribadi secara berhati-hati agar kegiatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan. Rutinnya pertemuan yang dilakukan membangkitkan kepercayaan tetangganya, yang mendasari langkah selanjutnya dalam kegiatan lingkungan. Mereka mengikuti jejaknya, dengan membentuk suatu kelompok yang dikenal dengan nama Banjarsari dan terus berkembang tanpa