Majalah Cakrawala Edisi 425 Tahun 2015 25 | Page 51
S
elama ribuan tahun, jauh sebelum bangsa Eropa
hadir dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
lahir, bangsa-bangsa di bumi Nusantara ini telah
membuktikan dirinya sebagai bangsa maritim sejati.
Kondisi geografis wilayah yang kini bernama Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini memang ditakdirkan
berbentuk kepulauan. Oleh sebab itu, bangsa yang
hidup dan berdiam di Nusantara dituntut mampu
menyesuaikan kehidupannya dengan kondisi ruang
hidupnya. Hal inilah yang dibuktikan para leluhur
bangsa Indonesia pada masa silam. Mereka berhasil
memanfaatkan laut sebagai sumber kehidupan, jalur
perniagaan antarpulau dan antarnegeri sekaligus simbol
supremasi atau kejayaan suatu bangsa.
Keberanian dan ketangguhan para pelaut Nusantara
di masa pra-kolonialisme Eropa telah membuatnya
menjadi legenda tersendiri dalam catatan historis
maritim dunia. Bahkan, hingga kini banyak sejarawan
yang berusaha mengungkap sejarah kemaritiman masa
lalu bangsa Indonesia. Rasa keingintahuan mereka
kian kuat tatkala menemukan sejumlah fakta/bukti
di beberapa negara di belahan dunia bagian selatan,
seperti India, Madagaskar, Afrika Selatan dan Afrika
Timur, yang mengindikasikan pelaut-pelaut Indonesia
pernah hadir di daerah tersebut pada masa silam. Para
sejarawan mengidentifikasi jalur pelayaran bangsa
Indonesia di masa silam tersebut sebagai “Jalur Kayu
Manis” atau sering disebut juga “Jalur Rempah”.
Jalur Perniagaan Nusantara Masa Lalu
Sejumlah literatur, prasasti, dan catatan kuno
menyebutkan bahwa kerajaan-kerajaan Nusantara pada
masa prakolonial Eropa pernah menjelajah samudra
untuk berniaga ke beberapa negeri di belahan dunia
lain. Penjelajahan dan perniagaan antarnegeri dari
Nusantara telah menjadikannya terkenal hingga ke
benua Eropa dan Asia. Kekayaan alam di sejumlah
daerah di Nusantara menjadikannya primadona
dan daya tarik tersendiri bagi negara-negara besar di
Asia serta Afrika untuk mengunjunginya. Beberapa
komoditi unggulan dari Nusantara antara lain kayu
manis, damar, lada, cengkih dan sebagainya. Komoditi
tersebut umumnya disebut sebagai rempah-rempah.
Mengenai maraknya kegiatan perdagangan rempah dari
Nusantara di masa lalu, banyak sejarawan dan penulis
yang mencoba mengungkapnya.
Bukti paling tua yang bisa diajukan tentang
keberanian pelaut Nusantara ada pada sumber yang
tertulis di India dari abad ke-3 Sebelum Masehi. Bukti
ini berulang kali menyebut kata “Jawa” sebagai asal
rempah-rempah. Bukti kuno lain adalah buku Petunjuk
Pelaut ke Lautan Erythrea (nama kuno Yunani untuk
Samudra India). Buku ini menyebut adanya kapalkapal dari arah timur yang membawa rempah-rempah.
Sejarawan Inggris, Oliver William Wolters (1915 –
2000), mengungkapkan bahwa salah satu jalur pelayaran
di wilayah Nusantara yang terpenting dan paling
ramai terletak di bagian barat yaitu Selat Malaka. Pada
paruh pertama abad ke-7 salah satu kerajaan kuno di
Indonesia yang berpengaruh serta mampu mengontrol
selat strategis ini adalah kerajaan Sriwijaya. Sayang,
minimnya data dan informasi mengenai berbagai
kegiatan perdagangan di Nusantara pada masa-masa
prakolonial Eropa menyulitkan penulisan sejarah yang
akurat.
Meskipun demikian, setidaknya terdapat kesamaan
kesimpulan di kalangan sejarawan bahwa jalur kuno
perdagangan internasional terdiri atas dua jalur. Jalur
pertama, merupakan jalur darat yang membentang
dari Cina, Indo-Cina, Asia Tenggara dan Asia Timur
menuju Asia Barat, Asia Selatan hingga Eropa yang
disebut Jalur Sutera. Sementara jalur kedua merupakan
jalur laut yang populer disebut sebagai Jalur Kayu
Manis atau Jalur Rempah-rempah. Jalur laut inilah
yang direkonstruksi kembali oleh Phillip Arnold Beale,
mantan anggota Angkatan Laut Kerajaan Inggris,
pada tahun 2002 dengan membuat replika kapal kuno
sebagaimana terpapar dalam relief di Candi Borobudur.
Jalur Kayu Manis merupakan fakta tak terbantahkan
mengenai kedigdayaan bahari Nusantara pada masa
lalu. Semua itu disebabkan beberapa kerajaan kuno
di Nusantara berhasil memanfaatkan potensi maritim
yang dimilikinya sehingga menjadi kerajaan yang
besar dan berpengaruh kuat. Sejumlah pelabuhan di
Nusantara telah berkembang menjadi bandar-bandar
perdagangan internasional dan memiliki galangan kapal
yang mampu memproduksi kapal-kapal berukuran
besar. Kuatnya spirit maritim di Nusantara pada masa
lalu dilandasi kesadaran bahwa lingkungan dan ruang
hidup para nenek moyang bangsa Indonesia merupakan
perairan. Selain itu, kesadaran tersebut juga diperkuat
dengan tingginya semangat menjelajahi samudra untuk
mencari daerah-daerah baru yang potensial sebagai
Cakrawala Edisi 425 Tahun 2015
51