HEADLINE
Tidak juga. Mengapa demikian? Kita tentu masih ingat ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI, Nadiem Makarim belum lama ini menepis hal tersebut. Pendiri Go-Jek ini menyampaikan bahwa
konsep-konsep seperti ini tidaklah relevan terhadap kesuksesan seseorang. Hal ini tentunya ia
kemukakan bukanlah tanpa alasan.
Selain dari pengalaman yang Nadiem lalui, adalah penelitian Thomas J. Stanley yang mendukung
pernyataannya itu. Dalam buku yang berjudul “The Millionaire Mind” terbitan tahun 2000, Thomas
yang merupakan ahli teori bisnis asal Amerika Serikat ini melakukan survey pada sekitar 733
milyuner AS dan mengemukakan 10 faktor penting yang akan memengaruhi kesuksesan yaitu:
1. Kejujuran (Being honest with all people)
2. Disiplin keras (Being well-disciplined)
3. Mudah bergaul (Getting along with people)
4. Dukungan pendamping (Having a supportive spouse)
5. Kerja keras (Working harder than most people)
6. Kecintaan pada yang dikerjakan (Loving my career/business)
7. Kepemimpinan (Having strong leadership qualities)
8. Kepribadian kompetitif (Having a very competitive spirit/personality)
9. Hidup teratur (Being very well-organized)
10. Kemampuan menjual ide (Having an ability to sell my ideas/products)
Di ISS Indonesia, ke-10 hal ini merupakan
fundamental dalam pengembangan modal
insani (human capital) yang selama ini dilakukan.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang
layanan jasa dan fasilitas manajemen terpadu,
ISS Indonesia mempekerjakan tenaga kerja
dalam jumlah yang sangat besar, dimana 70%
diantara karyawan yang baru direkrut adalah
angkatan kerja baru lulusan SMA dengan tanpa
memiliki pengalaman ataupun keahlian khusus.
Mereka kemudian dibekali dengan sejumlah
pelatihan dan pendidikan yang tidak sebatas
pada ketrampilan (skills) dan pengetahuan
(knowledge) saja, tetapi juga yang terpenting
adalah pengembangan sikap dan karakter
(attitude). Proses pengembangan sikap dan
karakter atau dengan kata lain character
building ini memiliki rasio implementasi tertinggi
yaitu 70%. sehingga akhirnya mereka bangga menjadi
orang Indonesia. Hal ini salah satunya didukung
dengan eksistensi perusahaan dalam menilai
dan merekognisi secara non-monetary kepada
karyawan-karyawan terbaik. Mereka yang
berkinerja dan berprestasi dengan baik dan
konsisten, diberikan kesempatan untuk meniti
jenjang karir, bahkan sampai ke level manajerial.
Di sinilah, setiap individu karyawan
mengembangkan karakternya melalui interaksi
dan pengalaman bekerja mereka sehari-hari,
dengan mengedepankan nilai-nilai positif
yang berakar dari budaya asli Indonesia.
Kebanggaan akan diri sendiri pun akan muncul,
yang memicu kebanggaan terhadap profesi, Namun seiring waktu, mereka mampu
memperbaiki taraf kehidupannya. Mereka
bak terlahir kembali sebagai orang-orang
yang kompeten dan terpercaya di bidangnya.
Dengan pengembangan karakter yang mereka
lakukan, kesuksesan pun dengan sendirinya
menghampiri.
Dari hal-hal tersebut, lalu apa hubungannya
antara konsep-konsep pendidikan yang
dianggap tidak relevan, dengan faktor-faktor
penting akan kesuksesan seseorang? Sederhana
saja. Para front liners ISS Indonesia tidaklah
berpendidikan tinggi, tidak juga menuntut
ilmu di sekolah-sekolah favorit. Bisa dikatakan,
tingkat intelligence quotient atau kecerdasan
mereka ketika melamar pekerjaan juga tidaklah
tinggi.
Vol. 5 - No. 16 | Februari 2020
9