INOVASI
PERANG CYBER:
BERPACU ANTARA OTAK
DAN HATI NURANI
Masih ingat kejadian beberap waktu ketika situs sebuah perusahaan
telekomunikasi diretas selama hampir 24 jam? Bayangkan, sebuah perusahaan
sebesar itu berhasil ditembus keamanan situsnya oleh peretas yang tak
bertanggungjawab. Bisa terbayang berapa kerugian yang diderita oleh
perusahaan tersebut. Atau kejadian lain saat salah satu maskapai penerbangan
terdepan diretas oleh tiga orang remaja hingga berhasil mengeruk dana
miliaran rupiah dari transaksi penjualan tiket.
Dari dua kejadian tersebut bisa kita tarik
kesimpulan bahwa sistem TI sebuah
perusahaan sangat rentan. Bayangkan, bila
dua perusahaan besar seperti itu bisa jebol TI
(teknologi informasi)-nya, bagaimana dengan
situs-situs perusahaan kecil? Sebab bisa saja,
saat ini sedang terjadi pada perusahaan-
perusahaan kecil tanpa mereka sadari. Siapa
yang tahu? Saat ini kita seperti sedang dalam
kancah perang cyber.
Oleh karena itu, saat ini banyak
pengelola dan penyedia jasa keamanan
TI tak lelah memperkuat bagian riset dan
pengembangannya (R&D). Pertumbuhan
atau perubahan dunia digital di seluruh dunia
terjadi dalam hitungan detik. Saat di sini orang
masih dalam proses melakukan riset suatu
data, bukan tak mungkin di tempat lain sudah
melompat ke proses pengembangan dan siap
meluncurkan versi terbaru.
Kini, sebuah teknologi terbaru telah hadir di
pasaran, yaitu deep learning (pembelajaran
mendalam). Deep learning merupakan bentuk
tercanggih dari kecerdasan digital buatan
dengan menggunakan sebuah proses mirip
cara kerja otak manusia saat belajar mengenali
banyak hal. Proses ini berpotensi besar dalam
menjaga sistem keamanan cyber, khususnya
dalam mendeteksi zero-day malware, malware
baru, dan advanced persistent threats (APTs)
yang sangat canggih.
Sistem ini juga mampu melakukan identifikasi
kode yang tidak diketahui sebelumnya sebagai
kode yang berbahaya atau jinak dengan
tingkat ketepatan yang teramat tinggi, dan
hampir real-time. Sebuah kebijakan kemudian
dapat diaplikasikan secara otomatis untuk
menghapus atau mengisolasi file tersebut,
atau untuk melakukan tindakan tertentu
lainnya, dan intelijen baru tersebut akan dapat
disebarkan ke seluruh ekosistem keamanan
secara otomatis.
Di sisi lain, teknologi penyimpanan data
beberapa tahun belakangan sedang marak
dengan kehadiran sistem cloud (awan). Berkat
sistem ini, seseorang tak perlu lagi repot bawa
flash USB atau external hard disc kemana-
mana. Cloud - yang mirip dengan google
drive hanya saja tak perlu punya akun gmail
- ini menjadi solusi penyimpanan data meski
dalam ukuran file besar dan bisa diakses lewat
berbagai gadget (tentunya dalam jaringan/
daring - online).
Sebagai piranti lunak penyimpan data, cloud
juga menjadi incaran para peretas yang
bertujuan tidak baik. Di era informasi seperti
sekarang, siapa yang menguasai data maka
akan menguasai bisnis. Oleh karena itulah,
pengamanan sistem penyimpanan ini terus
berkembang dari waktu ke waktu.
Symantec Cloud Security Platform baru-baru
ini meluncurkan produk baru terkait hal ini,
yaitu berupa suatu sarana yang lengkap bagi
para chief information security officer (CISO)
di perusahaan-perusahaan modern untuk
memungkinkan adopsi cloud secara aman,
sekaligus memadukan lingkungan-lingkungan
cloud dan on-premise tradisional demi
keamanan yang komprehensif. Perusahaan
ini mengatakan bahwa sistem ini mendorong
transformasi ini melalui sebuah platform
terbuka yang tangguh yang mengintegrasikan
kerangka keamanan dan kepatuhan yang
penting, sekaligus menghadirkan serangkaian
kendali paling komprehensif yang tersedia
guna melindungi para pengguna dan data
perusahaaan yang mereka kelola.
Kendati begitu, apa pun bentuk teknologi yang
lahir, secanggih apa pun sistemnya, semua
kembali kepada manusia sebagai pelaku di
depan atau pun di belakang sistem teknologi
itu. Sebuah sistem teknologi yang diciptakan
secara detil dan bisa dicanangkan sebagai yang
paling aman sekali pun kalau ada manusia lain
yang punya niat jahat tetap akan jebol juga.
Karena itu, pendekatan human touch adalah
yang paling tepat dalam menghadapi segala
situasi. Tindakan memanusiakan manusia
sehingga ia tahu batas mana yang baik dan
mana yang buruk secara instan dan alami
adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. Dengan
kata lain, saat ini dan ke masa depan, kita
semua berpacu antara otak manusia dengan
hati nurani manusia, antara kecerdasan otak
dan kecerdasan emosi.**
*dioleh dari berbagai sumber
Vol. 2 - No. 06 | Agustus 2017 | GREAT ISS
37