Great ISS Agustus 2017 | Page 37

INOVASI PERANG CYBER: BERPACU ANTARA OTAK DAN HATI NURANI Masih ingat kejadian beberap waktu ketika situs sebuah perusahaan telekomunikasi diretas selama hampir 24 jam? Bayangkan, sebuah perusahaan sebesar itu berhasil ditembus keamanan situsnya oleh peretas yang tak bertanggungjawab. Bisa terbayang berapa kerugian yang diderita oleh perusahaan tersebut. Atau kejadian lain saat salah satu maskapai penerbangan terdepan diretas oleh tiga orang remaja hingga berhasil mengeruk dana miliaran rupiah dari transaksi penjualan tiket. Dari dua kejadian tersebut bisa kita tarik kesimpulan bahwa sistem TI sebuah perusahaan sangat rentan. Bayangkan, bila dua perusahaan besar seperti itu bisa jebol TI (teknologi informasi)-nya, bagaimana dengan situs-situs perusahaan kecil? Sebab bisa saja, saat ini sedang terjadi pada perusahaan- perusahaan kecil tanpa mereka sadari. Siapa yang tahu? Saat ini kita seperti sedang dalam kancah perang cyber. Oleh karena itu, saat ini banyak pengelola dan penyedia jasa keamanan TI tak lelah memperkuat bagian riset dan pengembangannya (R&D). Pertumbuhan atau perubahan dunia digital di seluruh dunia terjadi dalam hitungan detik. Saat di sini orang masih dalam proses melakukan riset suatu data, bukan tak mungkin di tempat lain sudah melompat ke proses pengembangan dan siap meluncurkan versi terbaru. Kini, sebuah teknologi terbaru telah hadir di pasaran, yaitu deep learning (pembelajaran mendalam). Deep learning merupakan bentuk tercanggih dari kecerdasan digital buatan dengan menggunakan sebuah proses mirip cara kerja otak manusia saat belajar mengenali banyak hal. Proses ini berpotensi besar dalam menjaga sistem keamanan cyber, khususnya dalam mendeteksi zero-day malware, malware baru, dan advanced persistent threats (APTs) yang sangat canggih. Sistem ini juga mampu melakukan identifikasi kode yang tidak diketahui sebelumnya sebagai kode yang berbahaya atau jinak dengan tingkat ketepatan yang teramat tinggi, dan hampir real-time. Sebuah kebijakan kemudian dapat diaplikasikan secara otomatis untuk menghapus atau mengisolasi file tersebut, atau untuk melakukan tindakan tertentu lainnya, dan intelijen baru tersebut akan dapat disebarkan ke seluruh ekosistem keamanan secara otomatis. Di sisi lain, teknologi penyimpanan data beberapa tahun belakangan sedang marak dengan kehadiran sistem cloud (awan). Berkat sistem ini, seseorang tak perlu lagi repot bawa flash USB atau external hard disc kemana- mana. Cloud - yang mirip dengan google drive hanya saja tak perlu punya akun gmail - ini menjadi solusi penyimpanan data meski dalam ukuran file besar dan bisa diakses lewat berbagai gadget (tentunya dalam jaringan/ daring - online). Sebagai piranti lunak penyimpan data, cloud juga menjadi incaran para peretas yang bertujuan tidak baik. Di era informasi seperti sekarang, siapa yang menguasai data maka akan menguasai bisnis. Oleh karena itulah, pengamanan sistem penyimpanan ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Symantec Cloud Security Platform baru-baru ini meluncurkan produk baru terkait hal ini, yaitu berupa suatu sarana yang lengkap bagi para chief information security officer (CISO) di perusahaan-perusahaan modern untuk memungkinkan adopsi cloud secara aman, sekaligus memadukan lingkungan-lingkungan cloud dan on-premise tradisional demi keamanan yang komprehensif. Perusahaan ini mengatakan bahwa sistem ini mendorong transformasi ini melalui sebuah platform terbuka yang tangguh yang mengintegrasikan kerangka keamanan dan kepatuhan yang penting, sekaligus menghadirkan serangkaian kendali paling komprehensif yang tersedia guna melindungi para pengguna dan data perusahaaan yang mereka kelola. Kendati begitu, apa pun bentuk teknologi yang lahir, secanggih apa pun sistemnya, semua kembali kepada manusia sebagai pelaku di depan atau pun di belakang sistem teknologi itu. Sebuah sistem teknologi yang diciptakan secara detil dan bisa dicanangkan sebagai yang paling aman sekali pun kalau ada manusia lain yang punya niat jahat tetap akan jebol juga. Karena itu, pendekatan human touch adalah yang paling tepat dalam menghadapi segala situasi. Tindakan memanusiakan manusia sehingga ia tahu batas mana yang baik dan mana yang buruk secara instan dan alami adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. Dengan kata lain, saat ini dan ke masa depan, kita semua berpacu antara otak manusia dengan hati nurani manusia, antara kecerdasan otak dan kecerdasan emosi.** *dioleh dari berbagai sumber Vol. 2 - No. 06 | Agustus 2017 | GREAT ISS 37