Great ISS Agustus 2017 | Page 21

TOPIK TERKINI BAHAYA LATEN, HOAKS! NO PICT, HOAX! Pernah baca kalimat itu? Yup, itu kalimat yang biasa muncul di grup-grup chat media sosial saat ada anggota grup yang posting suatu berita/kabar tanpa ada gambar (picture). Maksudnya bercanda, sih. Tapi, kadangkala ditanggapi serius oleh anggota grup lain. Hoax (baca: hooks) itu apa, sih? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara singkat, hoaks adalah berita bohong. Berita bohong tentu saja tidak bisa dipercaya. Tapi, kenapa publik di negeri ini sering terpedaya dengan hoaks? Ketua Masyarakat Indonesia Anti-Hoax, Septiaji Eko Nugroho, mengatakan bahwa kemungkinan hal ini karena masalah penggunaan tek nologi telepon pintar tidak diiringi dengan budaya kritis dalam melihat persoalan. “Indonesia itu termasuk lima negara besar di dunia untuk penggunaan smartphone ; namun tingkat literasi Indonesia adalah nomor dua terbawah setelah Botswana di Afrika,” ujar Septiaji ketika berbicara dalam deklarasi Masyarakat Anti Hoax, awal tahun ini di Jakarta seperti dikutip Kompas. Fakta tersebut tentu menyedihkan. Penyair terkenal sekaliber Taufik Ismail pun pernah mengungkapkan kegundahannya dalam hal ini di sebuah acara seminar di Malang beberapa waktu lalu. “Paradigma baru yang berkembang sekarang mengarahkan pelajar lebih banyak gandrung pada media sosial,” ujar penyair bergelar Datuk Panji Alam Kalifatullah ini kepada Republika. Tak heran kalau beberapa kegaduhan yang terjadi di masyarakat beberapa tahun belakangan ini terpicu oleh hoaks di media sosial. Yang baru-baru ini terjadi, Juni lalu, di Bandung beberapa anak jadi korban terinjak-injak gara- gara masyarakat di dalam Mesjid Raya Bandung panik saat mereka menerima info lewat media sosial bahwa menara masjid akan roboh. Kronologi Berita-berita bohong bernada kebencian pun kerap memenuhi media umum dan sosial. Kronologis berita-berita seperti ini biasanya berawal dari ujaran-ujaran bernada menghina atau menghujat sesuatu kondisi/kebijakan atau seseorang dari politisi, pemuka agama atau pengamat sosial politik (dan lain-lain) di berbagai acara atau pertemuan. Tak jarang, pertemuan itu sengaja dirancang dengan mengundang para wartawan dari berbagai media. Lalu, para wartawan ini mengutip ujaran-ujaran tersebut. Nah, biasanya media-media utama (besar) sudah bisa atau mampu menyaring mana kutipan yang perlu ditulis atau disiarkan mana yang tidak perlu. Yang repot adalah para wartawan dari media-media kecil, blog atau media-media yang memang diciptakan untuk tujuan mendiskreditkan seseorang atau suatu organisasi atau lembaga pemerintahan. Para wartawan dari jenis media inilah yang kerap tidak mampu menyaring atau memang sengaja mengutip ujaran-ujaran penuh kebencian. Bahkan, media-media ini memang sengaja mencari uang berdasarkan ‘pesanan’ pihak tertentu untuk menyebarkan kebencian dengan imbalan sejumlah uang. Tambahan lagi dengan aksi-aksi para buzzer (pegiat media sosial yang berbisnis sebagai endorser melalui akun-akun mereka yang biasanya berjumlah puluhan bahkan ratusan). Jadilah sebuah berita menjadi viral dan tujuan pihak tertentu sangat besar kemungkinan tercapai. Wartawan Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia) atau IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) sudah berupaya mencegah hoaks. Namun, mereka tidak mampu atau tidak mempunyai wewenang mengatasi media- media kecil, para blogger atau buzzer, karena jenis media ini tidak terdaftar sebagai anggota organisasi tersebut. Tips Kita sendiri sebenarnya bisa mencegah atau menghindari hoaks. Beberapa tips berikut bisa dilakukan. Bila ada berita khususnya di media sosial jangan langsung percaya. Cek dan cek kembali (re-check) berita serupa ke media-media besar (seperti Kompas, Media Indonesia, Republika). Bagaimana caranya? Ketik judul berita yang Anda terima di kolom mesin pencari seperti google, yahoo dan lain sebagainya. Biasanya, mesin-mesin pencari itu akan langsung menampilkan daftar berita serupa (bila memang ada). Pilih berita-berita yang ditulis oleh media-media besar. Bila tak menemukan berita serupa di media-media tersebut, besar kemungkinan berita/kabar itu adalah hoaks. Mudah, kan? Nah, mari sama-sama tingkatkan literasi bangsa dengan mulai dari diri sendiri demi menjaga keutuhan bangsa dan negara tercinta ini. Bangsa ini terlalu besar untuk runtuh hanya karena hoaks! *dari berbagai sumber Dewan Pers dan beberapa organisasi wartawan di Indonesia seperti PWI (Persatuan Vol. 2 - No. 06 | Agustus 2017 | GREAT ISS 21