Geo Energi januari 2014 | Page 7

Opini GEO ENERGI, EDISI JANUARI 2014 Sabrun Jamil Wakil Pemimpin Umum Geo Energi geo energi/ tania S Sulitnya Memahami Impian Pertamina enin, 09 Desember 2013, kelihatannya hari istimewa bagi Pertamina. Hari itu BUMN urusan migas ini sedang bersuka cita sekaligus berduka. Pada saat seluruh jajaran direksi Pertamina bertepuk tangan menandai peletakan batu pertama pembangunan Pertamina Energy Tower di kawasan Epicentrum, saat itu pula kabar duka tersiar, mobil tangki minyak Pertamina menerobos palang pintu perlintasan Kereta Rel Listrik di Bintaro, saat yang bersamaan KRL dari Sepong arah Tanah Abang melintas. Akibanya, tabrakan tak terelakkan, mobil tangki meledak hangus terbakar, kereta terguling, tujuh orang tewas, dan puluhan luka serius. Tanpa mendahului keputusan hasil penyidikan, siapapun yang menerobos pintu perlintasan kereta api, tidak bisa dibenarkan, apapun alasannya. Dampak dari kecelakaan ini membuat seremoni di Epicentrum menjadi setengah bahagia. Mereka tak bisa menyembunyikan wajahwajah duka penuh kesedihan. Tapi bukan kecelakaan ini yang akan kami bicarakan. Kami ingin menyoroti soal proyek ambisius pembangunan menara dan ekplorasi ke luar negeri di tengah jebloknya produksi migas serta programprogram lain Pertamina. Seperti kita ketahui bersama, Pertamina tengah melakukan ekspansi ke Aljazair dengan mengeluarkan dana Rp 20 triliun membeli ladang EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 bekas Petrochina. Sebelum itu Pertamina juga melakukan eksplorasi ke Libya dan Irak yang kita tidak tahu seperti apa perkembangannya. Pada saat sayap Pertamina dikembangkan ke negeri manca, Pertamina juga sedang berusaha mengakuisisi Perusahaan Gas Negara, mengambilalih blok-blok migas, menggenjot proyek revitalisasi Arun, membangun jaringan pipanisasi Arun– Belawan, jaringan Gresik- SemarangCirebon, serta rencana membangun kilang minyak baru bekerjasama dengan Quwait dan Iran. Itulah beberapa impian memabukkan yang sedang digalakkan Pertamina. Pada saat bersamaan, Pertamina membulatkan tekadnya membangun proyek mercusuar Pertamina Energy Tower setinggi 530 meter, sebuah menara yang kelak bakal bikin keok menara Petronas dan merupakan bangunan tertinggi ketiga di dunia. Diresmikan tepat pada pukul 09.00 WIB, 09 Desember 2013, dan terdiri atas 99 lantai. Sekilas proyek-proyek ambisius ini tampak menakjubkan, tetapi pertanyaan muncul, apakah betul Pertamina mampu? Dari mana Pertamina mendanai ambisi ini? Kita tahu, beberapa tahun ini Pertamina membukukan laba di bawah Rp 30 triliun. Tahun 2012 mencetak laba Rp25,89 triliun atau sekitar US$2,76 miliar, naik 26,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 20,47 triliun. Tahun 2013 Pertamina menargetkan laba sekitar 3,05 miliar Dolar AS. Sementara tahun 2014 Pertamina memasang target laba bersih sebesar US$ 3,44 miliar yang akan diperoleh dari pertumbuhan agresif semua lini dari hulu hingga hilir. Pertamina juga menargetkan pertumbuhan aset konsolidasi sebesar US$ 52,6 miliar atau naik sekitar 13% dari tahun ini. Laba ini 2/3-nya harus disetokan ke negara. Ini berarti Pertamina hanya punya modal kurang dari Rp 10 triliun setahun. Jelas, angka ini tidak sebanding dengan rencana-rencana besar tersebut. Untuk memenuhi ambisi ini, Pertamina pada Mei 2013, telah menjual global bonds senilai Rp 30 triliun. Direksi Pertamina boleh saja berambisi, tapi semestinya ambisi ini disesuaikan dengan kekuatan. Jangan sampai ambisi ini melupakan fakta bahwa kekuatan Pertamina sesungguhnya sangat terbatas! Membangun industri strategis dengan uang asing akan sangat berbahaya, karena kelak pemilik modal ini akan men-drive kebijakan. Tidak bisa dibayangkan Pertamina yang sangat strategis ini akan di-drive oleh para pemilik modal global (asing). Seluruh kebijakan Pertamina lambat laun akan dikendalikan oleh mereka, sehingga ketahanan energi nasional juga otomatis akan dikendalikan oleh asing. Kita harus belajar dari masa lalu. Sudah banyak industri strategis kita diobral kepada asing. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana proses penjualan Indosat yang secara tiba-tiba dikuasai oleh asing. Jika belakangan banyak kasus penyadapan, mustinya kita tidak boleh mengeluh atau menghujat, karena itu semua akibat dari ulah kita sendiri. Ketahanan energi bukan diukur oleh tinggi rendahnya menara pencakar langit atau bertebarannya merah putih di luar negeri. Ketahanan energi adalah ketersediaan energi yang cukup untuk membangun industri nasional dan untuk keperluan seluruh lapisan masyarakat, tanpa didikte oleh pihak asing. • berita terkait DI halaman 12 7