Anjungan
Setelah
Tahun Berganti
Rubiyanto
Pemimpin Umum Geo Energi
T
ahun 2013 baru saja berlalu.
Bunyi terompet masih
terngiang di telinga, aneka
warna kembang api seakan
masih terlintas di mata kita, dan
tumpukan sampah masih menggunung
di mana-mana. Kita tinggalkan tahun
2013 dengan segala problematikanya,
kita songsong tahun baru 2014 dengan
optimisme. Saat ini adalah waktu
yang tepat untuk menengok kembali
perjalanan selama setahun, serta
saat tepat untuk mulai menetapkan
komitmen memasuki tahun baru.
Demikian pula di bidang energi.
Nasib energi kita tampaknya masih
akan suram. Kita masih akan mengalami
masa-masa sulit, harga bahan bakar
minyak terus melambung, subsidi
membengkak, konsumsi meroket, dan
lifting menurun. Sebuah anomali yang
tak bisa kita hindari. Tapi, itulah faktanya.
Dalam kondisi yang serba tidak
menentu seperti ini, yang dibutuhkan
hanyalah kekompakan, kerjasama, dan
persamaan persepsi. Dengan pola ini
mudah-mudahan masalah bisa teratasi
dengan baik. Namun, kenyataan yang
terjadi sebaliknya. Antarkementerian
dan antarpejabat negara tidak kompak.
Mereka saling bantah dan menunjukkan
ego masing-masing. Padahal, persoalan
yang dihadapi sama: kita mengalami
krisis energi.
Tarik ulurnya pemberlakuan
UU Minerba adalah satu dari sekian
banyak kasus di negeri ini. Molornya
konversi BBM ke BBG adalah satu
contoh lain. Belum lagi pembangunan
pipanisasi gas, pemanfaatan energi
terbarukan, kurangnya pasokan listrik,
pembangunan PLTN, pengelolaan
blok-blok migas yang dikuasai asing,
EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014
serta penyelesaian revisi undangundang migas yang berlarut-larut. Ini
semua pekerjaan rumah yang wajib
diselesaikan pada tahun ini.
Yang paling gres adalah soal
penghapusan subsidi BBM. Setiap
tahun kita diributkan oleh persoalan
yang sama, yakni kenaikan harga BBM
bersubsidi. Berbagai cara ditempuh
untuk menaikkan harga BBM agar
tidak menimbulkan gejolak. Maklum,
tidak semua masyarakat tahu, apa
sesungguhnya pengertian subsidi. Yang
mereka tahu hanyalah bagaimana harga
BBM tidak naik agar perputaran ekonomi
stabil.
Setelah harga BBM subsidi dinaikkan
pun bukan berarti masalah sudah
beres, sebab harga minyak di tingkat
internasional fluktuatif, di mana harga
BBM di dalam negeri terpengaruh
olehnya. Apalagi jika kurs rupiah
terhadap dollar jeblok. Pemerintah tidak
bisa berbuat banyak, kecuali menambah
anggaran subsidi BBM.
Dalam sehari konsumsi BBM subsidi
di Ibukota mencapai 9 juta liter, terdiri
dari BBM premium dan solar atau 7,5%
dari konsumsi BBM subsidi nasional per
hari. Sementara, saat ini pemerintah
Indonesia telah menghabiskan US$120
juta atau sekitar Rp1,5 triliun per hari
untuk mengimpor BBM dan minyak
mentah guna memenuhi kebutuhan
energi di dalam negeri. Kelak, pada
tahun 2019 pemerintah akan impor BBM
sebesar Rp1,8 triliun per hari.
Fakta pahit inilah yang membuat
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnama, hendak menghapus
subsidi bahan bakar minyak khusus di
wilayah Jakarta pada 2014. Usulan ini
diamini oleh Gubernur Joko Widodo.
Jokowi mengakui DKI merupakan
pengguna BBM terboros se-Indonesia.
Maka dari itu, pola subsidi di DKI Jakarta
bisa diubah dengan bentuk subsidi
transportasi umum. Semua kendaraan
pribadi dilarang menggunakan BBM
bersubsidi. Dengan demikian, para
pengguna kendaraan pribadi akan
beralih menggunakan kendaraan
umum. Jika program ini sukses,
diharapkan bisa diikuti oleh kota-kota
besar lain.
Usulan ini tidak serta merta disetujui
oleh pejabat lain. Berbagai komentar
muncul. Bukan memberikan solusi
paling baik, tetapi justru membuat ramai
silat lidah. Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral, Jero Wacik, memberi
sinyal positif atas ide ini, tetapi tidak bisa
dilakukan pada tahun 2014.
Penolakan halus disampaikan oleh
Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo. Ia
menegaskan bahwa jika pemerintah
daerah ingin menghilangkan subsidi
BBM, pemerintah daerah harus
mendeklarasikan bahwa Pemprov DKI
sudah bebas dari masyarakat miskin.
Penolakan keras disampaikan
oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Hatta Rajasa.
Menurutnya, penghapusan subsidi
bahan bakar minyak adalah tindakan
melanggar undang-undang.
Duh! Saya justru bertanya-tanya.
Apakah Wacik, Susilo, dan Hatta sudah
pernah mengajak berbicara secara
serius dengan Jokowi untuk membahas
masalah ini? Apakah mereka paham
betul apa yang diikhtiarkan Gubernur
DKI?
Begitulah pola komunikasi pejabat
kita. Bukan substansi yang dibahas,
tetapi gaduh dalam pernyataan.
Tahun berubah, musim pun
berganti. Jika kita memiliki tujuan yang
sama maka kurangi kebiasaan berdebat,
hentikan saling bantah. Pesta tahun
baru telah usai. Mustinya tahun baru
memberi banyak pembaruan. Jika tidak
maka tahun baru hanya meriah dalam
seremoni. G
5