Geo Energi januari 2014 | Page 35

Pertambangan Batu Bara (PKP2B), maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Kalau ada toleransi itu, maka hal itu sama saja dengan pelanggaran terhadap UU. Saya disumpah menjadi anggota DPR, akan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya,” tukas Bambang. Menurut Bambang, UU ini merupakan langkah progresif setelah Indonesia tidak memiliki UU baru selain UU Pertambangan Umum yang dibuat tahun 1967. Menurutnya, progresivitas UU ini terletak pada mekanisme pengelolaan dari kontrak karya menjadi perizinan. “UU Nomor 4 Tahun 2009 itu dibuat dengan diskusi yang amat panjang, butuh waktu hampir empat tahun, terutama dalam beberapa pasal penting, karena itu perlu mengubah dari rezim kontrak menjadi rezim perizinan,” katanya. Pemerintah tidak akan terpengaruh keluhan pengusaha pertambangan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, menekankan pemerintah akan tetap menjalankan UU Minerba ndangUndang No.4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara. Namun, Jero menegaskan pemerintah juga akan meminimalkan dampak negatif dari kebijakan itu. Jero Wacik mengatakan sembilan fraksi DPR sudah meminta kepada Pemerintah untuk tetap menjalankan Martino, Dirut Newmont Nusa Tenggara EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 Undang-undang Minerba. Pasalnya, pemerintah sulit untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) sebagai solusi menekan dampak negatif dari UU Minerba. “Itu (keputusan DPR) yang kami pegang, jadi pemerintah akan laksanakan UU,” katanya di Jakarta, Rabu (18/12). Sementara Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa memastikan implementasi UU Minerba akan mulai berlaku efektif pada 12 Januari 2014. “Sesuai UU maka 12 Januari kita tidak boleh ekspor. Kita konsisten dengan UU,” katanya seusai rapat koordinasi membahas masalah pelaksanaan kegiatan minerba di Jakarta, Kamis. Hatta meminta dengan adanya pelaksanaan peraturan tersebut, maka perusahaan tambang mempercepat pembangunan smelter yang bermanfaat untuk mengolah bahan mineral, sebelum diekspor. “Seharusnya semua sudah melakukan pembangunan smelter. Bagi yang belum, maka kita minta mereka bangun smelter, dan bagi yang sudah membangun, kita menekankan untuk mempercepat,” katanya. Hatta mengakui, pelarangan ekspor bahan mineral mentah akan mengurangi penerimaan devisa ekspor hingga mencapai kurang lebih empat miliar dolar AS dan berpotensi memperlebar defisit neraca perdagangan. Namun, defisit diperkirakan tidak akan terlalu melebar, karena pemerintah telah berupaya mengurangi impor migas, terutama setelah adanya kebijakan penggunaan biodiesel untuk menekan penggunaan solar. “Kita masih bisa melihat sisi positifnya karena bisa melakukan proses reformasi industri dalam negeri. Dari proses smelter, datanya kita bisa ekspor lima miliar dolar. Transaksi berjalan juga akan jauh menurun dibanding sekarang,” katanya. Kondisi Akan Pulih Tahun 2016 Pemerintah menyatakan pendapatan negara dari sektor minerba baru akan pulih pada dua tahun mendatang atau pada 2016 terkait pelaksanaan UU Minerba No.4 tahun 2009. Hatta Rajasa Sedangkan untuk periode 20142015 mendatang pendapatan negara dari sektor sumberdaya alam (SDA) tersebut dipastikan anjlok karena ketidaksiapan perusahaan tambang untuk mengolah produk ekspor bahan mentahnya. Hatta Rajasa mengakui regulasi ini memiliki dampak negatif dari implementasi regulasi karena ketidaksiapan perusahaan tambang dalam waktu dekat, seperti adanya penurunan produksi dan pendapatan negara US$ 5 miliar hingga 2015. Namun dari sisi positifnya regulasi ini dinilai akan bisa memperbaiki sektor industri hilir, meningkatkan nilai tambah, meningkatkan lapangan kerja yang lebih pro kualifikasi dan tentu memiliki konten teknologi. “Kalau itu kita jalankan konsisten, neraca minerba kita baru 2016 akan positif kembali. Hitung-hitungan dari keuangan, bagi saya yang penting kita itu konsisten menjalankan sesuatu,” tutur Hatta di kantornya, Jakarta, Rabu (18/12). Hingga saat ini pemerintah belum menemukan opsi apapun selain melaksanakan regulasi yang akan diterapkan pada 12 Januari 2014 mendatang. Untuk itu, saat ini Kementerian ESDM sudah menyiapkan regulasi teknis UU tersebut berupa Peraturan Pemerintah (PP), yang akan menjelaskan definisi hilirisasi dan masalah ekspornya. G 35