energi terbarukan
Eksplorasi panas bumi
Sanusi, risiko dalam pengelolaan
dan pengembangan panas bumi
ada dua jenis, yakni risiko teknis dan
non teknis. Risiko teknis diantaranya
risiko atas perubahan pasar dan
harga, risiko pada kepastian hukum
dan kebijakan pemerintah, dan risiko
pada perubahan nilai tukar mata uang
dan inflasi. Sementara, risiko teknis
diantaranya seperti risiko sumber
daya dan cadangan, risiko teknologi,
risiko konstruksi dalam pembebasan
lahan untuk steam field dan PLTP, risiko
lingkungan, serta risiko operasi dan
manajemen.
“Risiko-risiko tersebut perlu
dimitigasi agar investasi untuk
panas bumi bisa berjalan lancar dan
juga untuk mencegah mati surinya
pengembangan panas bumi nasional,”
ujar Sanusi.
Namun demikian, menurut
Yunus, pemerintah tak boleh terlalu
tergantung kepada investor untuk
mengembangkan panas bumi. Untuk
itulah, menurutnya, dalam revisi UU
Panas Bumi, perlu ada penugasan
BUMN dan BLU untuk membantu
dalam pengembangan panas bumi
nasional. Memang tak semua potensi
panas bumi tanah air menarik bagi
investor. Di tempat-tempat tersebutlah,
menurut Yunus, pemerintah harus
bergerak aktif untuk mengembangkan
panas bumi demi rakyat. Dalam UU
27/2003 yang belum di revisi, peranan
pemerintah dalam mengembangkan
panas bumi secara aktif belum diatur.
“Potensi panas bumi di daerah-
daerah terpencil yang sifatnya
tidak menarik bagi investor,
maka pemerintah tetap harus
mengembangkannya dengan
menunjuk BUMN. Kalau sekarang,
potensi tersebut stagnan karena
pemerintah tidak boleh melakukan
pemboran, eksplorasi dan eksploitasi.
Padahal daerah seperti di Indonesia
bagain timur punya potensi, tapi
mangkrak. Maka, di revisi UU Panas
Bumi harus menyantumkan bahwa
pemerintah boleh melakukan
pengembangan panas bumi,” tutur
Yunus.
Di luar usulan revisi, Yunus juga
menekankan akan pentingnya
penyederhanaan izin. Saat ini, untuk
mengembangkan panas bumi,
ada 23 jenis izin yang perlu diurus.
Pengembangan panas bumi prosesnya
panjang dan membutuhkan setidaknya
tujuh tahun untuk eksplorasi dan
pengembangannya sebelum bisa
berproduksi. Belum lagi biayanya
yang selangit karena teknologinya
yang mahal. Yunus menyayangkan
apa &