Pertambangan Batu Bara (PKP2B),
maupun Izin Usaha Pertambangan
(IUP). “Kalau ada toleransi itu, maka
hal itu sama saja dengan pelanggaran
terhadap UU. Saya disumpah menjadi
anggota DPR, akan menjalankan
peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya,” tukas
Bambang.
Menurut Bambang, UU ini
merupakan langkah progresif setelah
Indonesia tidak memiliki UU baru selain
UU Pertambangan Umum yang dibuat
tahun 1967. Menurutnya, progresivitas
UU ini terletak pada mekanisme
pengelolaan dari kontrak karya menjadi
perizinan. “UU Nomor 4 Tahun 2009
itu dibuat dengan diskusi yang amat
panjang, butuh waktu hampir empat
tahun, terutama dalam beberapa pasal
penting, karena itu perlu mengubah
dari rezim kontrak menjadi rezim
perizinan,” katanya.
Pemerintah tidak akan terpengaruh
keluhan pengusaha pertambangan.
Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik,
menekankan pemerintah akan tetap
menjalankan UU Minerba ndangUndang No.4 Tahun 2009 tentang
mineral dan batu bara. Namun, Jero
menegaskan pemerintah juga akan
meminimalkan dampak negatif dari
kebijakan itu.
Jero Wacik mengatakan sembilan
fraksi DPR sudah meminta kepada
Pemerintah untuk tetap menjalankan
Martino, Dirut Newmont Nusa Tenggara
EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014
Undang-undang Minerba. Pasalnya,
pemerintah sulit untuk mengeluarkan
peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (perpu) sebagai solusi
menekan dampak negatif dari UU
Minerba.
“Itu (keputusan DPR) yang
kami pegang, jadi pemerintah akan
laksanakan UU,” katanya di Jakarta,
Rabu (18/12).
Sementara Menteri Koordinator
bidang Perekonomian Hatta Rajasa
memastikan implementasi UU Minerba
akan mulai berlaku efektif pada 12
Januari 2014.
“Sesuai UU maka 12 Januari kita
tidak boleh ekspor. Kita konsisten
dengan UU,” katanya seusai rapat
koordinasi membahas masalah
pelaksanaan kegiatan minerba di
Jakarta, Kamis.
Hatta meminta dengan adanya
pelaksanaan peraturan tersebut, maka
perusahaan tambang mempercepat
pembangunan smelter yang
bermanfaat untuk mengolah bahan
mineral, sebelum diekspor.
“Seharusnya semua sudah
melakukan pembangunan smelter. Bagi
yang belum, maka kita minta mereka
bangun smelter, dan bagi yang sudah
membangun, kita menekankan untuk
mempercepat,” katanya.
Hatta mengakui, pelarangan
ekspor bahan mineral mentah akan
mengurangi penerimaan devisa
ekspor hingga mencapai kurang
lebih empat miliar dolar AS dan
berpotensi memperlebar defisit
neraca perdagangan. Namun, defisit
diperkirakan tidak akan terlalu melebar,
karena pemerintah telah berupaya
mengurangi impor migas, terutama
setelah adanya kebijakan penggunaan
biodiesel untuk menekan penggunaan
solar.
“Kita masih bisa melihat sisi
positifnya karena bisa melakukan
proses reformasi industri dalam negeri.
Dari proses smelter, datanya kita bisa
ekspor lima miliar dolar. Transaksi
berjalan juga akan jauh menurun
dibanding sekarang,” katanya.
Kondisi Akan Pulih Tahun 2016
Pemerintah menyatakan
pendapatan negara dari sektor minerba
baru akan pulih pada dua tahun
mendatang atau pada 2016 terkait
pelaksanaan UU Minerba No.4 tahun
2009.
Hatta Rajasa
Sedangkan untuk periode 20142015 mendatang pendapatan negara
dari sektor sumberdaya alam (SDA)
tersebut dipastikan anjlok karena
ketidaksiapan perusahaan tambang
untuk mengolah produk ekspor bahan
mentahnya.
Hatta Rajasa mengakui regulasi
ini memiliki dampak negatif dari
implementasi regulasi karena
ketidaksiapan perusahaan tambang
dalam waktu dekat, seperti adanya
penurunan produksi dan pendapatan
negara US$ 5 miliar hingga 2015.
Namun dari sisi positifnya regulasi
ini dinilai akan bisa memperbaiki
sektor industri hilir, meningkatkan nilai
tambah, meningkatkan lapangan kerja
yang lebih pro kualifikasi dan tentu
memiliki konten teknologi.
“Kalau itu kita jalankan konsisten,
neraca minerba kita baru 2016 akan
positif kembali. Hitung-hitungan dari
keuangan, bagi saya yang penting kita
itu konsisten menjalankan sesuatu,”
tutur Hatta di kantornya, Jakarta, Rabu
(18/12).
Hingga saat ini pemerintah
belum menemukan opsi apapun
selain melaksanakan regulasi yang
akan diterapkan pada 12 Januari
2014 mendatang. Untuk itu, saat ini
Kementerian ESDM sudah menyiapkan
regulasi teknis UU tersebut berupa
Peraturan Pemerintah (PP), yang akan
menjelaskan definisi hilirisasi dan
masalah ekspornya. G
35